Setiawan, H.S. Hery (2018) Formulasi Asas Kemandirian Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada Disertasi ini, penulis mengangkat permasalahan terkait formulasi kemandirian pada Undang-Undang No 6 Tahun 2004 Tentang Desa. pilihan tema tersebut dilatarbelakangi makna asas kemandirian kurang menjiwai oleh norma-norma yang ada pada undang-undang No 6 Tahun 2004 Tentang Desa, selain itu adanya inkonsistensi atau disharmonisasi vertikal Pasal (55) dan Pasal (112) Undang-undang No 6 Tahun 2014 dengan Pasal (154) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 bidang pengawasan kinerja kepala desa oleh BPD. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1). apa makna asas kemandirian dan ratio legis pengaturan asas kemandirian pada undang-undang republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ? (2) Apa implikasi hukum yang dapat ditimbulkan dari pengaturan asas kemandirian pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ? (3) Bagaimana formulasi pengaturan tentang asas kemadirian dimasa yang akan datang pada Undang-Undang desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan, filsafati, (filsafati approach), perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach) bahan hukum yang dipergunakan mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dengan analisa bahan hukum yang dipilih adalah preskreptif analitik. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Makna dan ratio legis dari asas kemandirian Undang-Undang Desa adalah bahwa Kemandirian berarti mengedepankan kemampuan diri desa sebagai subyek dari penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Kemandirian adalah satu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi tercapainya satu tujuan. Ratio legis dari pada asas kemandirian adalah untuk memperkuat pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat adil makmur dan sejahterah. Implikasi hukum yang di timbulkan dari pengaturan asas kemandirian dalam Undang-Undang Desa ix adalah adanya pasal-pasal yang bersifat interventif salah satu contoh Pasal 27 huruf a dan b. Pengaturan kedepan mengenai asas kemandirian pada Undang-Undang Desa adalah harus disesuaikan arah poltik hukum yang ada dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dengan politik hukum yang ada dalam konstitusi, selain itu dalam rangka membuat peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Desa harus berdasarkan pada asas-asas Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penulis merekomendasikan Kepada lembaga pembentuk undang-undang bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus memuat asas formal dan material serta konsisten dan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Perlu adanya tambahan satu Pasal dari Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 yang merupakan tindak lanjut dari pada ketentuan Pasal 55 huruf C, yaitu : dalam melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud pada huruf c Badan Permusyawaratan Desa berwenang: Melakukan pengawasan kinerja kepala Desa secara periodik Mengadakan musyawarah desa
English Abstract
This dissertation is aimed to study the formulation of the principle of formulation in Law Number 6 of 2004 on Village. This topic was picked as it is found that the meaning embedded in the principle of independence does not fully absorb the existing norms provided in law Number 6 of 2004 on Village. Moreover, it is due to inconsistence or disharmony between Article (55), Article (112) of Law Number 6 of 2014 and Article (154) of Government Regulation Number 43 of 2014 dealing with the supervision of performance of village heads by Village Consultative Body (BPD). Based on the aforementioned issue, the following research problems are presented: (1) what is the meaning of the principle of independence and ratio legis of the regulation of principle of independence in Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2014 on Village? (2) What legal implication may emerge from the regulation of the principle of independence in Law of the Republic of Indonesia Number 6 of 2014 on Village? (3) How is the regulation on the principle of independence formulated in Law on village in the future? This research involves normative legal research method with philosophical, statute, conceptual, and historical approaches. The legal materials in the research included primary, secondary, and tertiary data analysed prescriptively. The research result concludes that the meaning and ratio legis of the principle of independence of Law on village may be described as bringing the capability of the village to the fore as a subject of government administration and village development. The independence is described as a behaviour where a village is capable of tackling existing problems to achieve a goal. The ratio legis of the independence itself is that the independence is set to strengthen governance and brings societies to justice, welfare, and prosperity. The legal implication xi raised from the regulation of the principle of independence in Law on village is Article 27 letter a and b. Furthermore, the principle of independence in Law on village must be relevant to the nuance of the legal politics in Law Number 6 of 2014 on village and the legal politics in the constitution. The making of law especially law on village must comply with the principles required in the making of Laws according to the Law Number 12 of 2011 on the Formation of Laws. Legislative body should be aware of the fact that the formation of laws must include formal and material principles and they must be consistent and according to the principles of the formation of the laws that are in line with the Law Number 12 of 2011. An Article needs to be added to the Law Number 6 of 2014 which could function as follow-up of the Article 55 letter C: to execute its function as referred to in letter c, the village consultative body is authorised to supervise the performance of the village head periodically and to hold a village discussion.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DIS/343.074 5/SET/f/2018/061809617 |
Uncontrolled Keywords: | RURAL DEVELOPMENT LAW |
Subjects: | 300 Social sciences > 343 Military, defense, public property, public finance, tax, commerce (trade), industrial law > 343.07 Regulation of economic activity > 343.074 Economic assistance > 343.074 5 Rural development |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 16 Feb 2021 07:46 |
Last Modified: | 16 Feb 2021 07:46 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/183306 |
Actions (login required)
View Item |