Adicahya, Akmal (2018) Kekuatan Hukum Norma Daluwarsa Sebagai Sarana Memperoleh Hak Milik Atas Tanah Dalam Yurisprudensi. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Menurut Boedi Harsono dan Sri Soedewi Maschoen Sofwan, norma daluwarsa dalam KUHPerdata seharusnya tidak lagi dianggap berlaku karena Buku II KUHPerdata telah dicabut oleh Undang- Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Faktanya, dalam sejumlah sengketa tanah, norma Daluwarsa yang terdapat pada Buku IV khususnya Pasal 1955 dan 1963 KUHPerdata seringkali digunakan. Oleh karenanya penelitian ini akan menjawab dua rumusan masalah yaitu 1) Apakah penggunaan Pasal 1955 dan 1963 KUHPerdata dalam Putusan Hakim sebagai dasar hukum memperoleh hak milik atas tanah sesuai dengan hukum agraria nasional? 2) Apakah norma daluwarsa (verjaring) dalam KUHPerdata dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh hak milik atas tanah? Penelitian ini beranjak dari digunakannya norma daluwarsa (verjaring) pada putusan dari empat perkara sengketa tanah yaitu Perkara No 08/Pdt.G/2012/PN.LBJ yang diadili oleh Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Perkara No 05/Pdt.G/2012/Pn.Tk yang diadili oleh Pengadilan Negeri Takalar, Perkara No 7/Pdt.G/2016/PN.Lbt yang diadili oleh Pengadilan Negeri Lembata dan Perkara No 43/Pdt.G/2017/PN.Kpn yang diadili oleh Pengadilan Negeri Kepanjen. Selain merujuk langsung kepada norma dalam KUHPerdata, keempat putusan tersebut juga menjadikan sejumlah Putusan Mahkamah Agung sebagai dasar hukum diperolehnya hak milik atas tanah oleh para pihak. Penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan Pasal 1955 dan 1963 KUHPerdata dalam putusan hakim sebagai dasar hukum memperoleh hak milik atas tanah tidaklah sesuai dengan hukum agraria nasional. Unsur-unsur dalam Pasal 1955 dan 1963 KUHPerdata khususnya berkaitan dengan kedudukan berkuasa (bezit) dan hak milik (eigendom) sangatlah berbeda dengan konsep penguasaan dan konsep hak milik atas tanah dalam Hukum Agraria Nasional. Dalam Hukum Agraria Nasional hak milik atas tanah dibatasi oleh banyak hal seperti batas luas penguasaan tanah pertanian, larangan tanah absente, kewajiban menjaga kesuburan tanah, kewajiban untuk mengerjakan tanah sesuai fungsinya, serta adanya fungsi sosial tanah. Pembatasan-pembatasan ini membuat hak milik atas tanah berbeda dengan hak milik (eigendom) dalam KUHPerdata yang tidak mengenal pembatasan-pembatasan tersebut. Penelitian ini juga menunjukan bahwa norma daluwarsa (verjaring) dalam KUHPerdata pasca disahkannya undang-undang pokok agraria tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh hak milik atas tanah. Undang-Undang Pokok Agraria secara tegas menyatakan bahwa ketentuan mengenai tata cara perolehan hak milik serta hak milik (eigendom) itu sendiri yang tercantum dalam Buku II KUHPerdata telah dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga dengan tegas menyatakan bahwa Hukum Tanah Indonesia yang bersumber dari hukum adat tidak mengenal adanya acquisitive verjaring, dan sebagai gantinya menerapkan norma rechtsverwerking yaitu direlakannya hak atas tanah disebabkan tanah tidak dikerjakan dalam waktu yang lama sehingga tanah tersebut dikerjakan oleh pihak lain. Putusan pengadilan yang mendasarkan diperolehnya hak milik atas tanah kepada norma daluwarsa (verjaring) dalam KUHPerdata merupakan putusan yang salah dalam penerapan hukumnya. Jika mengacu pada the pure theory of law yang digagas oleh Hans Kelsen, terhadap putusan pengadilan berlaku asas Res Judicata Pro Vitate Habetur yang bermakna putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap haruslah dianggap benar. Meski demikian, putusan yang mengunakan daluwarsa (verjaring) sebagai dasar hukum diperolehnya hak atas tanah seharusnya tidaklah dapat dilaksanakan. Karena, daluwarsa (verjaring) dalam KUHPerdata adalah sarana perolehan hak milik (eigendom) dan bukanlah sarana perolehan hak milik atas tanah.
English Abstract
Boedi Harsono and Sri Soedewi Mawchoen Sofwan argue that the norm of expiry in Civil Code should no longer be valid because Book II of Civil code has been annulled by Act Number 5 of 1960 on Basic Regulation of Agrarian Principles. In fact, several land disputes still refer to this norm. This research was conducted to answer two research problems: 1) Are Article 1955 and 1963 of Civil code in the Decision made by the judge as a legal framework to obtain ownership right of land relevant to national agrarian law? 2) Can the norm of expiry (verjaring) in Civil Code be used to obtain the ownership right of land? This research was initiated from the expiry norm (verjaring) used in the Decision of four cases of land disputes, comprising case number 08/Pdt.g/2012/PN.LBJ investigated by the District Court of Labuan Bajo, case Number 05/Pdt.G/2012/Pn.Tk in District Court of Takalar, case Number 7/Pdt.G/2016/PN.Lbt in District court of Lembata and case Number 43/Pdt.G/2017/PN.Kpn in District Court of Kepanjen. In addition to the Civil Code, the four decisions are referred as the legal framework for the parties to obtain the land ownership right. This research concludes that referring to Article 1955 and 1963 of Civil Law in Judge’s Decision as the legal framework to obtain land ownership right is irrelevant to national agrarian law. The elements in Article 1955 and 2963 of Civil Code is specifically related to the position to hold power (bezit) which is seen different from the concept of right to own according to National Agrarian Law. The determinant elements of Right to own a land involve the area of agricultural land to control, the forbidden absente land, the responsibility to fertilise the land, the responsibility to cultivate the land based on its function, and social function of land. Those provisions clearly define the difference between the right to control the land and the ownership right of land (eigendom) in which the latter overlooks such provisions in the Civil Code. This research also reveals that the expiry norm (verjaring) in the Civil Code should no longer be used after Basic Agrarian Law was put into effect. The law clearly states that the procedures of obtaining right to own a land and just ownership right (eigendom) as enacted in Book II of Civil Code are no longer valid, for they have been annulled. The Government Regulation Number 24 of 1997 on Land Registry clearly states that the law regulating land in Indonesia clings on Adat or customary law which does not recognise acquisitive verjaring. As a result, the norm of rechtsverwerking, in which the right of land is released to another hand and let it be cultivated by another party, is applied. The decision that refers to the norm of expiry (verjaring) in Civil Code as the basis of right to own a land is considered wrong in its application. According to the pure theory of law by Hans Kelsen, the principle of Res Judicata Pro Vitate Habetur regarding the court decision applies. This principle implies that court decision that has permanent legal force is considered as right. However, the decision based on the expiry (verjaring) as in Civil Code should not be performed, as this norm (verjaring) in Civil code is the basis of obtaining ownership right, not freehold title to land.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.043 2/ADI/k/2018/041811148 |
Uncontrolled Keywords: | LAND TENURE LAW |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.04 Property > 346.043 Real property > 346.043 2 Ownership (Land tenure) |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 16 Jan 2020 07:40 |
Last Modified: | 16 Jan 2020 07:40 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177988 |
Actions (login required)
View Item |