Sena, I Gede Arya Wira (2019) Perlindungan Hukum Bagi Seorang Janda Yang Kembali (Mulih Daha) Dan Mendapatkan Harta Orang Tua Berupa Hibah Tanah (Studi Di Kabupaten Buleleng-Bali). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Pada tesis ini, peneliti mengangkat permasalahan mengenai Perlindungan Hukum Bagi Seorang Janda Yang Kembali (MulihDaha) Dan Mendapatkan Harta Orang Tua Berupa Hibah Tanah Akibat perceraian, maka status suami atau isteri dalam keluarga, pada umumnya pihak yang berstatus pradana (perempuan) akan kembali ke rumah orang tuanya. Dalam perkawinan biasa, wanita yang kembali ke rumah orang tuanya karena perceraian akan berstatus sebagai janda mulih daha di rumah orang tuanya. Dalam perkawinan nyentana, laki-laki yang kembali ke rumah orang tuanya karena perceraian akan berstatus duda mulih teruna. Dengan status mulih daha atau mulih teruna, maka baik wanita maupun laki-laki akan memiliki swadharma (kewajiban) dan swadikara (hak) sebagaimana halnya sebelum berlangsungnya perkawinan, di rumah orang tuanya masing-masing. Terhadap hal yang demikian maka janda yang mulih daha sangat layak diberikan suatu perlindungan hukum terahadap harta kekayaan orang tua berupa hibah tanah. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi seorang anak (janda) mulih daha atas harta orang tuanya yang diberikan dalam bentuk hibah dan Apa kendala dan upaya ketika orang tuanya memberikan hibah tanah kepada seorang anak janda yang mulih daha di kabupaten buleleng. Peneliti menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Buleleng-Bali dengan 3 (tiga) sampel desa yaitu desa kubutambahan, desa anturan dan desa busungbiu. Jenis dan sumber data yang digunakan peneliti adalah data skunder dimana peneliti mendapat data langsung di 3 (tiga) desa terkait dengan pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Seorang Janda Yang Kembali (MulihDaha) Dan Mendapatkan Harta Orang Tua Berupa Hibah Tanah dan didukung oleh informan. Dari penelitian yang sudah dilakukan dengan metode di atas, peneliti telah memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut. Pada dasarnya, Pelaksanaan perlidungan hukum bagi seorang janda yang kembali mulih daha terkait dengan pemberian sebagian harta orang tua berupa hibah tanah, belum terlaksana dengan optimal karena hanya 1-7% jumlah data orang janda yang mulih daha mendapatkan perlindungan hukum dalam bentuk pemberian hibah tanah di tiga desa tempat penelitian tersebut, karena pengetahuan masyarakat bahwasannya dibali menganut sistem kekerabatan patrilineal, sehingga apapun yang dimiliki oleh orang tua tersebut seolah-olah akan secara otomatis akan jatuh kepada purusa. Selain itu, pada masyarakat Bali masih kuat bahasa gugon tuwon (percaya pada kebenaran cerita terdahulu) seperti bahasa mule keto dapet (memang seperti itu). Hal inilah yang menyebabkan sulitnya menumbuhkan kesadaran pada masyarakat Bali, apalagi pada masyarakat Bali yang masih kental akan budayanya dan dari tidak terlaksanaannya perlindungan hukum maka ada beberapa kendala dari pelaksanaan perlindungan hukum dalam bentuk pemberian hibah terhadap janda yang mulih daha yaitu tidak ada sosialisasi dan tidak ada awig-awig yang mengakomodir, sehingga kurangnya kesadaran masyarakat khususnya orang tua dari anaknya janda yang mulih daha. Dari kendala tersebut, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi dan membuat awig-awig agar menciptakan kesadaran masyarakat adat terkait dengan perlindungan hukum bagi seorang janda yang mulih daha terkait dengan sebagian harta orang tua.
English Abstract
In this thesis, the researcher raised the issue of Legal Protection for a Returning Widow (Mulih Daha) and Obtained Assets of Parents in the Form of Land Grants due to divorce, then the status of a husband or wife in the family, generally a pradana (female) status will return home her parents. In ordinary marriages, women who return to their parents 'homes due to divorce will have the status of mulih daha widows in their parents' homes. In a nyentana marriage, the man who returns to his parents' home due to divorce will have the status of a young widower. With the status of mulih daha or mulih teruna, both women and men will have swadharma (obligations) and swadikara (rights) as well as before the marriage takes place, at the home of their parents. With regard to such matter, the widowed widow is very worthy of being given a legal protection against the assets of the parents in the form of land grants. With regard to such matters, widows mulih daha who are very well deserved are given a legal protection against the assets of their parents in the form of land grants. How is the implementation of legal protection for a child (widow) mulih daha for his parents' assets given in the form of grants and what are the obstacles and efforts when his parents give land grants to a widowed widow child mulih daha in Buleleng Regency. The researcher used an empirical legal juridical research method with a sociological juridical approach. The location of this study was conducted in Buleleng-Bali Regency with 3 (three) village samples, kubutambahan villages, anturan villages and busungbiu villages. The types and sources of data used by researchers are secondary data where researchers get direct data in 3 (three) villages related to the implementation of Legal Protection for a Returning Widow (MulihDaha) and Obtain Parents' Assets in the Form of Land Grants and are supported by informants. From the research that has been done with the method above, researchers have obtained answers to these problems. Basically, the implementation of legal protection for a widow who returns mulih daha related to the granting of part of the parents' assets in the form of land grants, has not been implemented optimally because only 1-7% of the data are widows who get legal protection in the form of granting land grants in the three villages where the research was conducted, because the knowledge of the people in Bahwasan dibali adhered to the patrilineal kinship system, so that whatever was owned by the parents as if it would automatically fall to the purusa. In addition, the Balinese people are still strong in language gugon tuwon (believe in the truth of the previous story) like the language mule keto dapet (indeed like that). This is what makes it difficult to raise awareness in the Balinese people, especially for Balinese people who are still culturally thick and from not implementing legal protection, there are some obstacles from the implementation of legal protection in the form of grants to widows who are no socialization and there is no awig-awig that accommodates, so there is a lack of public awareness, especially of the parents of their widowed children. From these constraints, the effort that must be made is to conduct socialization and make awig-awig so as to create awareness of indigenous people related to legal protection for a widow mulih daha related to some of the assets of parents.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/343.025 3/SEN/p/2019/041906275 |
Uncontrolled Keywords: | LAND GRANTS LAW |
Subjects: | 300 Social sciences > 343 Military, defense, public property, public finance, tax, commerce (trade), industrial law > 343.02 Law of public property > 343.025 Real property > 343.025 3 Disposal |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 16 Jan 2020 06:34 |
Last Modified: | 16 Jan 2020 06:34 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177982 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |