Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Perspektif Hak Kebebasan Berserikat Berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Firosa, M. Asfa (2019) Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Perspektif Hak Kebebasan Berserikat Berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Mekanisme pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2017 memiliki proses lebih singkat karena dicantumkannya asas contrarius actus di mana pemerintah dapat membubarkan suatu organisasi secara sepihak tanpa melalui proses dan putusan pengadilan terlebih dahulu. Hal tersebut menimbulkan polemik atas jaminan hak kebebasan berserikat warga negara yang telah diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Permasalahan tesis ini ialah pertama, bagaimana pembubaran Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 sampai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017? Kedua, apa pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 sesuai dengan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai hak kebebasan berserikat? Untuk menjawab permasalah tersebut penulis menggunakan metode yuridis normatif. Pendekаtаn penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundаng-undаngаn (stаtute аpproаch) dаn pendekаtаn konseptuаl (conceptuаl аpproаch). Pengaturan mengenai pembubaran Organisasi Kemasyaraktan di Indonesia dimulai dari berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan yang terakhir digantikan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Mekanisme pembubaran Organisasi Kemasyarakatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 diatur lebih lanjut pelaksaannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 di mana pemerintah dapat melakukan pembubaran secara sepihak. Meskipun terdapat proses pembekuan terlebih dahulu sebagai tahap peringatan awal sebelum adanya pembubaran oleh pemerintah. Namun tidak ada tahap atau proses melalui peradilan. Hal tersebut yang dianggap berlawanan dengan konstitusi di mana Indonesia memegang prinsip negara hukum dan demokrasi karena kegiatan berserikat juga merupakan hak konstitusional yang dijamin dan pembubaran perlu diputuskan melalui lembaga peradilan. viii Berlanjut dalam Undang-Undang 17 Tahun 2013 di mana mekanisme pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam peraturan ini memiliki proses atau tahap berjenjang mulai dari adanya peringatan tertulis, penghentian bantuan, penghentian sementara kegiatan, kemudian pencabutan status badan hukum. Pemerintah baru dapat membubarkan suatu organisasi setelah adanya putusan pengadilan terlebih dahulu. Mekanisme ini merupakan instrumen penting yang berperan dalam demokrasi sebagai wujud dari kebebasan berserikat. Pembubaran memang seharusnya perlu diputuskan melalui mekanisme due process of law oleh pengadilan yang merdeka. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, mekanisme pembubaran Organisasi Kemasyarakatan menjadi lebih ringkas. Dengan digunakannya asas contrarius actus, pemerintah dapat melakukan pembubaran secara sepihak tanpa melalui proses peradilan. Keputusan tersebut dianggap sebagai keputusan yang tidak fair terhadap Organisasi Kemasyarakatan karena tidak dilibatkannya lembaga yuridis yaitu pengadilan di mana keputusannya memenuhi alasan pembubaran, adil, dan objektif. Dengan diberlakukannya peraturan mengenai Organisasi Kemasyarakatan yang baru dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, mekanisme pembubaran menjadi lebih ringkas serta tanpa perlu melalui jalur pengadilan karena dicantumkannya asas contrarius actus dalam konsideran menimbang. Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan demokrasi yang memiliki landasan konstitusi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.vOrganisasi Kemasyarakatan sebagai instrumen penting yang berperan dalam demokrasi dan sebagi wujud dari kebebasan berserikat, pembubaran harus tetap diputuskan melalui mekanisme due process of law oleh pengadilan yang independen. Proses hukum ini menjadi sangat penting karena pembubaran yang dapat dilakukan oleh lembaga eksekutif secara sepihak akan menimbulkan kesewenang-wenangan sebagaimana yang terjadi dalam pemerintahan di masa lalu. Pemerintah juga dapat membekukan dan membubarkan Organisasi Kemasyarakatan tanpa disertai bukti, saksi, dan suatu keputusan yang adil dan berimbang. Hal tersebut juga kemudian bertentangan dengan salah satu ciri negara hukum yaitu adanya pembatasan kekuasaan dan jaminan konstitusional warga negara mengenai hak kebebasan berserikat.

English Abstract

The mechanism of dissolution of Community Organizations in Law Number 8 of 2017 has a shorter process because of the inclusion of the principle of contrarius actus where the government can unilaterally dissolve an organization without going through the process and decision of the court first. This raises a polemic over the guarantee of the right to freedom of association of citizens as stipulated in Article 28E paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. The problem of this thesis is first, how is the dissolution of Community Organizations in Indonesia since the enactment of Law Number 8 of 1985 up to Law Number 16 of 2017? Second, what is the dissolution of Community Organizations in Law Number 26 of 2017 in accordance with Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia concerning the right to freedom of association? To answer these problems the author uses a normative juridical method. In short, the research used is a routine approach (static) which is short of concept (concept). The regulation regarding the dissolution of the Community Organizations in Indonesia began with the enactment of Law Number 8 of 1985 concerning Community Organizations, then was replaced by Law Number 17 of 2013 concerning Community Organizations, and the latter was replaced by Law Number 16 of 2017 concerning Community Organizations. The mechanism of dissolution of the Community Organizations contained in Law Number 8 of 1985 is further regulated through Government Regulation Number 18 of 1986 in which the government can unilaterally dissolve. Although there is a freezing process in advance as the initial warning stage before the dissolution by the government. But there is no stage or process through the judiciary. This is considered contrary to the constitution in which Indonesia holds the principle of the rule of law and democracy because union activities are also guaranteed constitutional rights and dissolution needs to be decided through a judicial institution. Continuing in Law 17 of 2013 where the mechanism of dissolution of Community Organizations in this regulation has a tiered process or stage starting from the presence of written warnings, termination of assistance, temporary termination of activities, then revocation of legal entity status. The x new government can dissolve an organization after a court ruling first. This mechanism is an important instrument that plays a role in democracy as a manifestation of freedom of association. Dissolution should indeed be decided through the mechanism of due process of law by an independent court. Then in Law Number 16 of 2017, the mechanism for dissolving Community Organizations becomes more concise. By using the principle of contrarius actus, the government can unilaterally disband without going through a judicial process. The decision was considered an unfair decision on Community Organizations because it did not involve juridical institutions, namely the courts where their decisions met the reasons for dissolution, fairness and objectivity. With the enactment of regulations on new Community Organizations in Law Number 16 of 2017, the dissolution mechanism becomes more concise and without the need to go through the court due to the inclusion of the contrarius actus principle in consideration of weighing. This is not in accordance with the principles of the rule of law and democracy which have a constitutional foundation in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Community organizations are important instruments that play a role in democracy and as a form of freedom of association, dissolution must be decided through a due process mechanism law by an independent court. This legal process becomes very important because the dissolution that can be carried out by the executive institution unilaterally will lead to arbitrariness as happened in the government in the past. The government can also freeze and dissolve Community Organizations without evidence, witnesses, and a fair and balanced decision. This also contradicts one of the characteristics of the rule of law, namely the limitation of power and constitutional guarantees of citizens regarding the right to freedom of association.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/323.47/FIR/p/2019/041906273
Uncontrolled Keywords: FREEDOM ASSOCIATION
Subjects: 300 Social sciences > 323 Civil and political rights > 323.4 Spesific civil rights; limitation and suspension of civil rights > 323.47 Freedom Association
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 16 Jan 2020 03:52
Last Modified: 16 Jan 2020 03:52
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177978
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item