Damayanti, Eliana (2019) Implikasi Hukum Perbedaan Konsep Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dan Hak Komunal Masyarakat Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Dalam Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjelaskan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat yang mengandung arti mengakui adanya hak ulayat, sebagaimana diperjelas dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Eksistensi hak ulayat ini menunjukkan bahwa hak ulayat mendapat tempat dan pengakuan dari Negara sepanjang menurut kenyataan masih ada. Namun dengan diterbitkannya Peraturan Mentri terbaru yaitu Peraturan Mentri ATR/KBPN Nomor 9 Tahun 2015 yang kemudian digantikan oleh Peraturan Mentri ATR/KBPN Nomor 10 Tahun 2016, kedua peraturan tersebut menyebut hak dari masyarakat hukum adat yaitu dengan hak komunal. Hak ulayat dan hak komunal mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu jika hak ulayat mempunyai karakteristik publik sekalius perdata sedangkan hak komunal mempunyai karakteristik perdata. Sehingga jika istilah hak komunal dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan akan mempunyai dampak terhadap kepastian hukum bagi masyarakat hukum Adat Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode yuridis normaif dengan melakukan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yang bertitik tolak pada implikasi hukum mengenai perbedaan konsep hak ulayat dan hak komunal dalam hukum tanah nasional. Teknik analisa bahan hukum yang penulis gunakan yaitu dengan menggunakan penafsiran gramatikal, teleologis dan sistematis. Dari penelitian yang telah penulis analisis, hak ulayat diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, Undang- Undang Pokok Agraria, TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 serta berbagai peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dengan penggunaan istilah hak dari masyarakat hukum adat yang berbeda di peraturan perundang-undangan akan menimbulkan dampak mengenai ketidakpastian hukum bagi masyarakat hukum adat. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa berkaitan dengan kedudukan hukum antara konsep hak ulayat dan hak komunal pada perundang-undangan terjadi inkonsistensi dalam penggunaannya. Jika dikaitkan dengan asas lex supriory derogat lex inferiory maka Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tatacara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Dalam Kawasan Tertentu tidak dapat dilaksanakan oleh karena Peraturan Menteri Agraria tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berada di atasnya yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Serta implikasi hukum dengan adanya perbedaan konsep hak dari Masyarakat Hukum Adat dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan PMATR/KBPN Nomor 10 Tahun 2016 menimbulkan tidak adanya kepastian hukum terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Agraria tersebut.
English Abstract
In article 18 B paragraph 2 of the 1945 Constitution (UUD 1945), explains the recognition of indigenous people which means recognizing customary rights, as explained in article 3 of the Basic Regulations of Agrarian Principles (UUPA). The existence of these customary rights shows that customary rights have a place and recognition from the State as long as in reality still exists. However, with the issuance of Ministry of Agrarian and Spatial Number 9 of 2015 which was later replaced by Ministry of Agrarian and Spatial Number 10 of 2016, those are regulations referred to the rights of indigenous peoples namely communal rights. Customary rights and communal rights have different characteristics. customary rights have a public and private characteristics, while the communal rights have a private characteristics. Thus, if the term communal rights are used in legislation, it will definitely have an impact on legal certainty and legal protection for Indigenous people. In this research, the author uses a normative legal method by implementing a statute approach and conceptual approach that refers to the legal implications of the different concepts. The technique analysis of legal materials used gramatical, teleologis and systematic interpretation. From the research that has been analysis, it can be concluded that customary rights are recognized, respected and protected by the state, which are regulated in the 1945 Constitution (UUD 1945), the Basic Regulations of Agrarian Principles (UUPA), Assembly Decree Number IX of 2001 (TAP MPR Number IX of 2001) and other regulations. By using the term rights from indigenous peoples that are different in legislation will have an impact on legal uncertainty for indigenous peoples. So that it can be concluded that with regard to the legal position between the concept of communal rights and communal rights in legislation there is inconsistency in their use. If it is associated with the principle of lex supriory derogat lex inferiory, the Ministry of Agrarian and Spatial Number 10 of 2016 cannot be implemented. Therefore, the Ministry of Agrarian Regulation is’nt in accordance with the law above it, namely the Basic Regulations of Agrarian Principles (UUPA). As well as the legal implications of the differences in the concept of rights of indigenous people in the Basic Regulations of Agrarian Principles (UUPA) and the Ministry of Agrarian and Spatial Number 10 of 2016, there is no legal certainty regarding the implementation.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.043 2/DAM/i/2019/041902949 |
Uncontrolled Keywords: | LAND TENERU--LAW LEGISLATION |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.04 Property > 346.043 Real property > 346.043 2 Ownership (Land tenure) |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 15 Jan 2020 03:18 |
Last Modified: | 15 Sep 2022 08:26 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177932 |
Text
Eliana Damayanti (2).pdf Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |