Martini, Wiwin (2018) Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang “Dikriminalisasi” Berkaitan Terbentuknya Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Berdasarkan UUJN tahun 2004 pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD). Sesuai dengan Pasal 66 Undang – Undang Jabatan Notaris (UUJN) Tahun 2004, kewenangan MPD untuk memberikan persetujuan atau penolakan terkait “kriminalisasi” terhadap Notaris. Kewenangan MPD ini selanjutnya dianulir oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PPU-X/2012. Namun pada UUJN tahun 2014, dimunculkan kembali lembaga yang sejenis MPD, yaitu Majelis Kehormatan Notaris MKN yang diberikan kewenangan yang tidak jauh berbeda dengan MPD. Untuk itu, tujuan penelitian untuk: (1) Mendeskripsikan dan menganalisis perlindungan hukum terhadap Notaris yang “dikriminalisasi” berkaitan dengan terbentuknya Majelis Kehormatan Notaris (MKN); (2) Mendeskripsikan dan menganalisis kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) dalam melaksanakan perlindungan terhadap Notaris dalam proses peradilan. Kerangka teoritik yang digunakan adalah: (1) Teori Perlindungan Hukum, (2) Teori Kepastian Hukum, (3) Teori Kewenangan. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dengan melakukan pengkajian atas bahan-bahan hukum seperti: bahan hukum primer, sekunder maupun tertier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus. Pengumpulan bahan hukum digunakan cara studi dokumen atau kepustakaan. Pengolahan bahan hukum dilakukan dengan pendekatan analitis (analyitical approach)¸ Hasil penelitian menyimpulkan: (1) Perlindungan hukum terhadap Notaris yang “dikriminalisasi” dapat berupa perlindungan hukum preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif, kepada Notaris diberikan hak ingkar dan diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam perlindungan represif, Notaris yang dipanggil dalam proses peradilan diberikan perlindungan oleh Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya proses peradilan yang dikenakan kepada Notaris, seperti yang diamanatkan pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris, dengan cara pemberian persetujuan atau penolakan atas pemeriksaan Notaris dalam proses peradilan. Namun kewenangan yang dimiliki oleh MKN ini dapat saja dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi seperti kewenangan Majelis Pengawas Notaris (MPN) seperti yang diamanatkan pada Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; (2) Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) dalam melaksanakan perlindungan terhadap Notaris dalam proses peradilan berbenturan dengan kewenangan penyidik. Pada Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, MKNW berwenang memberikan persetujuan kepada penyidik untuk memeriksa Notaris, sedangkan pada Pasal 6 Ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik adalah: (a) pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia; (b) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang. Selanjutnya pada Pasal 7 huruf d dan hurup e KUHAP dijelaskan bahwa Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat 1 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: (d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; (e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
English Abstract
Based on UUJN year 2004, the supervision of Notary is conducted by the Regional Supervisory Board (MPD). In accordance with Article 66 of the Notary Act Law (UUJN) year 2004, the authority of MPD to grant approval or rejection related to "criminalization" against Notary. The authority of MPD is further annulled by the verdict of the Constitutional Court Number 49 / PPU-X / 2012. However, in the UUJN 2014, re-emerged institutions similar MPD, the Honorary Board of Notary MKN given the authority that is not much different from the MPD. Therefore, the objectives of the research are to: (1) Describe and analyze legal protection against a "criminalized" Notary in relation to the establishment of the Notary Honorary Council (MKN); (2) Describe and analyze the authority of the Regional Notary Honorary Council (MKNW) in exercising the protection of Notary in the judicial process. Theoretical frameworks used are: (1) Theory of Legal Protection, (2) Theory of Legal Certainty, (3) Theory of Authority. The research method uses normative juridical by conducting an examination of legal materials such as: primary, secondary, and tertiary legal materials. The approach used is a case approach. The collection of legal materials is used in document or library study. Processing of legal materials is done by analytical approach (analyitical approach). The results of the study conclude: (1) Legal protection against "criminalized" notary can be preventive and repressive law protection. Protection of preventive law, to the Notary is given the right of repudiation and is given in accordance with the legislation. Whereas in the repressive protection, a Notary who is summoned in the judicial process is given protection by the Regional Notary Council (MKNW) in order to prevent prior to the judicial process being imposed to Notary, as mandated in Law Number 2 Year 2014 on Notary and Ministerial Regulation Law and Human Rights No. 7 year 2016 concerning the Notary Publicity Council by way of granting approval or rejection of the Notary's examination in the judicial process. However, the authority possessed by the MKN may be countered by the Constitutional Court such as the authority of the Notary Supervisory Board (MPN) as mandated in Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Position; (2) The authority of the Regional Notary Council (MKNW) to exercise the protection of a Notary in a judicial process collide with the authority of the investigator. In Article 18 of the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 7 year 2016 concerning the Honorary Council of Notaries, MKNW is authorized to give approval to investigators to examine Notaries, while Article 6 Paragraph (1) of the Criminal Procedure Code is: Republic of Indonesia; (b) a certain civil servant official who is specifically authorized by law. Subsequent to Article 7 letter d and letter KUHAP e explains that the Investigator as referred to in Article 6 Paragraph 1 letter a because of its obligations have the authority: (d) Conducting arrest, detention, search and seizure; (e) Conduct inspection and confiscation of mail.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/347.016/MAR/p/2018/041809913 |
Uncontrolled Keywords: | OTHER OFFICIALS |
Subjects: | 300 Social sciences > 347 Procedure and courts > 347.01 Courts > 347.016 Other officials |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
Date Deposited: | 14 Jan 2020 06:22 |
Last Modified: | 21 Oct 2021 02:17 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177886 |
Preview |
Text
Wiwin Martini (2).pdf Download (2MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |