Studi Fenomenologi : Pengalaman Keluarga Yang Tinggal Bersama Transgender

Laksana, Kurnia (2019) Studi Fenomenologi : Pengalaman Keluarga Yang Tinggal Bersama Transgender. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Transgender merupakan terminologi yang merujuk pada individu dengan identitas atau ekspresi gender yang berbeda dari jenis kelamin yang teridentifikasi secara fisik saat dilahirkan. Transgender terbagi menjadi dua yaitu, Individu yang ditetapkan sebagai perempuan saat lahir namun mengidentifikasi diri sebagai laki-laki (Transman) dan Individu yang ditetapkan sebagai laki-laki saat lahir namun mengidentifikasi diri sebagai perempuan (Transwoman). Transgender lebih dikenal dengan istilah waria/banci di Indonesia dan termasuk ke dalam perilaku seksual yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki. Jumlah transgender dalam kependudukan di Indonesia secara statistik sulit diperoleh secara pasti karena data yang ada hanya menampilkan jenis kelamin pria maupun wanita. Pada tahun 2006 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia memperkirakan ada sekitar 20.960 sampai 35.300 transgender yang berada di Indonesia. Kemenkes RI (2014) menyebutkan bahwa terdapat peningkatan jumlah transgender secara signifikan dari tahun-tahun sebelumnya dan diperkirakan 597.000 orang. Sumber data lain menyebutkan jumlah transgender yang tercatat dalam KPA (komisi penanggulangan AIDS) di Kabupaten Malang hingga Juli 2018 ada sekitar ±200 transgender. Jumlah tersebut bukanlah jumlah bersih karena tidak semua transgender mau untuk dilakukan pendataan, sehingga adanya kemungkinan penambahan jumlah transgender setiap tahunnya. Keluarga adalah bagian kecil dari masyarakat dan merupakan aspek penting dalam keperawatan. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan kunci tercapainya derajat kesehatan masyarakat mulai dari mencegah, mengabaikan maupun memperbaiki masalah kesehatan yang ada di dalamnya. Keluarga juga berperan penting dalam pengambilan keputusan anggota keluarganya dan sebagai faktor penentu sehat sakitnya anggota keluarga. Dukungan dan penerimaan orang tua terhadap anak mereka yang transgender berdampak kepada kesehatan keseluruhan yang lebih baik serta kesehatan mental yang baik pula. Dukungan dan penerimaan terhadap transgender membuat mereka memiliki harga diri yang lebih tinggi serta mereka jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami depresi, menggunakan obat-obatan terlarang, atau berpikir untuk bunuh diri maupun mencoba bunuh diri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling. Lokasi penelitian di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Malang. Jumlah partisipan dalam penelitian ini berjumlah 6 partisipan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dengan panduan wawancara semi terstruktur. Lama wawancara berkisar antara 30-60 menit dengan menggunakan alat bantu voice recorder. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik analisa data yang dikemukakan oleh Smith dan Osborn yang dikenal dengan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Tehnik ini terdiri dari tujuh langkah analisa data dan ditemukan hasil berupa delapan tema meliputi: 1) memahami anaknya berperilaku dan berpenampilan seperti perempuan sejak kecil, 2) merasa kecewa, marah dan malu memiliki anak transgender, 3) mendapatkan gunjingan anaknya “banci kaleng” dan tidak bisa mendidik anak, 4) merasa transgender merupakan perbuatan dosa dan menyalahi kodrat, 5) transgender dan hubungan sesama jenis itu hal yang biasa dalam masyarakat. 6) pasrah menerima, 7) berharap anaknya menjadi transgender yang lebih sukses lagi seacara ekonomi, 8) anaknya bisa kembali ke kodratnya sebagai laki-laki normal, Keluarga yang tinggal bersama transgender pada umumnya membutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar untuk pada tahap penerimaan. Proses awal di mulai dengan tahap denial (penolakan) dimana keluarga menyangkal atas apa yang terjadi pada keluarganya, dan kemudian dilanjutkan pada tahap anger (marah), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi) hingga akhirnya berakhir pada proses acceptance (penerimaan). Adapun pandangan atau stigma yang di terima oleh keluarga yang memiliki anak transgender masih bersifat diskriminatif dimana olokan dan gunjingan yang di terima keluarga sangat menyudutkan dimana keluarga di gunjing tidak dapat mendidik anaknya dengan benar. Beban keluarga yang memiliki anak transgender tidak hanya beban secara mental saja namun juga secara psikologis. Keberadaan transgender secara budaya kesenian ludruk (kesenian rakyat Jawa Timur berbentuk sandiwara yang dipertontonkan dengan menari dan menyanyi) bukanlah hal baru karena kesenian tersebut sudah ada sejak dahulu. Melihat hal tersebut fenomena transgender dalam lingkungan masyarakat dianggap suatuhal yang biasa. Keluarga yang tinggal bersama transgender menerima anak transgender yang sukses secara ekonomi hal ini dikarenakan dengan sukses secara ekonomi maka keluarga akan bahagia dan kebutuhan keluarga secara ekonomi dapat terpenuhi. Diharapkan penerimaan keluarga terhadap transgender tidak hanya sebatas pada faktor ekonomi saja, namun keluarga dapat menerima transgender secara holistik baik secara biologis, psikologis, dan sosialnya. Perawat jiwa diharapkan untuk dapat melakukan kunjungan rumah secara berkala untuk mengoptimalkan peran keluarga dalam memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang tinggal bersama transgender. Saran untuk penelitian selanjutnya dirasa perlu untuk meneliti penerimaan keluarga terhadap transgender yang tidak sukses secara ekonomi serta adanya penelitian pembanding terhadap pengalaman keluarga yang tinggal bersama transgender female to male.

English Abstract

Transgender is a terminology that refers to individuals with gender identities or expressions that are different from the sex identified physically at birth. Transgender is divided into two, namely, individuals who are designated as women at birth but identify themselves as men (Transman) and individuals who are determined as men at birth but identify themselves as women (Transwoman). Transgender is better known as waria / transvestites in Indonesia and is included in sexual behavior that has sex with fellow men. The amount of transgender in population in Indonesia is statistically difficult to obtain with certainty because the existing data only shows the sex of men and women. In 2006 the Ministry of Health of the Republic of Indonesia estimated that there were around 20,960 to 35,300 transgenders in Indonesia. The Indonesian Ministry of Health (2014) stated that there was a significant increase in the number of transgenders from previous years and an estimated 597,000 people. Other sources of data mention that the number of transgender recorded in the KPA (AIDS prevention commission) in Malang Regency until July 2018 is around ± 200 transgender. This amount is not a net amount because not all transgenders want to be collected, so there is a possibility of increasing the number of transgenders each year. Family is a small part of society and is an important aspect of nursing. This is because the family is the key to achieving public health degrees starting from preventing, ignoring or correcting health problems in it. The family also plays an important role in the decision making of family members and as a determinant of the health of family members. Parental support and acceptance of their transgender children has an impact on better overall health and good mental health. Support and acceptance of transgender makes them have higher self-esteem and they are far less likely to experience depression, use drugs, or think of suicide or suicide attempts. The research method used is a qualitative research method with an interpretive phenomenology approach. Sampling in this study uses purposive sampling technique. The research location is in the working area of Malang District Health Center. The number of participants in this study amounted to 6 participants. The technique of data collection uses the method of in-depth interviews with a semi-structured interview guide. The duration of the interview ranges from 30-60 minutes using a voice recorder tool. Data analysis was performed using data analysis techniques proposed by Smith and Osborn, known as Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). This technique consists of seven steps of data analysis and found results in the form of eight themes including: 1) understanding their children behaving and looking like women from childhood, 2) feeling disappointed, angry and ashamed of having transgender children, 3) getting gossip about their son "Banci Kaleng" and cannot educate children, 4) feel transgender is a sinful act and violates nature, 5) transgender and same-sex relationships are common in society. 6) resignation to accept, 7) hope that his child becomes a more successful transgender as economically, 8) his child can return to his nature as a normal man, Families who live with transgender generally need a short time and process for the admission stage. The initial process starts with the denial stage (rejection) where the family denies what happened to the family, and then continues to the stage of anger, bargaining, depression until finally ending in the acceptance process. The views or stigma received by families who have transgender children are still discriminatory where the ridicule and insults received by the family is very cornering where the family is said not to be able to educate their children properly. The burden of the family who has a transgender child is not only a mental burden but also psychologically. The existence of transgender in ludruk art culture (East Java folk art in the form of plays exhibited by dancing and singing) is not new because the art has been around for a long time. Seeing this, the transgender phenomenon in the community environment is considered an ordinary thing. Families living with transgenders accept transgender children who are economically successful because of their economic success, their families will be happy and their family's economic needs can be fulfilled. It is expected that family acceptance of transgender is not only limited to economic factors, but families can accept transgender holistically both biologically, psychologically and socially. Soul nurses are expected to be able to make regular home visits to optimize the family's role in providing support to family members who live with transgender. Suggestions for further research are deemed necessary to examine family acceptance of transgender people who are not economically successful as well as comparative research on the experience of transgender female to male family living together.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/306.768/LAK/s/2019/041903435
Uncontrolled Keywords: FAMILIES - PSYCHOLOGICAL ASPECTS, TRANSGENDER PEOPLE
Subjects: 300 Social sciences > 306 Culture and institutions > 306.7 Sexual relations > 306.76 Sexual orientation, transgenderism, intersexuality > 306.768 Transgenderism and intersexuality
Divisions: S2/S3 > Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 13 Jan 2020 04:24
Last Modified: 13 Jan 2020 04:24
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177822
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item