Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Peternak Dalam Pemeliharaan Pedet Sapi Perah Jantan Di Kawasan Sentra Pengembangan Sapi Perah Kabupaten Malang.

Hariyono, M.B. (2018) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Peternak Dalam Pemeliharaan Pedet Sapi Perah Jantan Di Kawasan Sentra Pengembangan Sapi Perah Kabupaten Malang. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Secara nasional jumlah populasi ternak sapi tahun 2016 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan populasi pada tahun 2015 dengan rincian sebagai berikut: sapi potong 15,42 juta ekor (peningkatan 4,7 persen), sapi perah 0,52 juta ekor (peningkatan 3,2 persen). Jawa Timur merupakan salah satu wilayah yang memiliki populasi, baik sapi potong dan sapi perah cukup besar. Populasi sapi potong tahun 2015 sebesar 4.267.325 ekor dan 255.947 ekor sapi perah. Jumlah populasi ternak yang cukup besar ini seharusnya mampu memberikan gambaran untuk lebih mengoptimalkan lagi produktivitas ternak sapi, sehingga kesenjangan antara supply dan demand yang menjadi permasalahan pemenuhan kebutuhan daging saat ini dapat dikurangi. Salah satu upaya yang dapat diusahakan untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan konsumsi daging sapi yaitu dengan cara pengembangan pedet sapi perah jantan yang selama ini kurang mendapat perhatian oleh peternak sapi perah di kecamatan Pujon sebagai sentra sapi perah di kabupaten Malang, bahkan Pujon merupakan pemasok terbanyak di Jawa Timur untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, maka pengembangan pedet sapi perah jantan diharapkan mampu memberikan daya dukung terhadap pemenuhan kebutuhan daging yang belum tercukupi sehingga mampu memberikan perbaikan produksi daging dalam negeri di masa mendatang, juga kalau peternak sapi perah bersedia memelihara pedet sapi perah jantannya, yang juga akan memberikan tambahan pendapatan bagi peternak. Selama ini peternak sapi perah hanya berorientasi pada produksi susu, sehingga hasil samping berupa pedet sapi perah jantan, belum terpikirkan dipelihara untuk menghasilkan daging, juga memberikan tambahan penghasilan yang besar. Peternak selalu berasumsi bahwa dengan memelihata pedet sapi perah jantan, biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Sapi perah jantan termasuk salah satu jenis sapi lokal yang dapat digunakan sebagai bakalan untuk usaha penggemukan. Karena sekarang ini sapi tersebut sering kali sudah tidak digunakan lagi sebagai pejantan kawin atau pemacek, malahan untuk daerah-daerah konsentrasi pemeliharaan sapi perah telah melakukan inseminasi buatan secara intensif, jantan sapi perah tidak digunakan lagi sebagai pejantan. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan bakalan penggemukan pun semakin luas. Pemilihan pedet sapi perah jantan di sini berasal dari ketidakmauan peternak sapi perah untuk budidaya. Padahal sapi perah mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: calving interval yang pendek, pertumbuhan cepat (beranak pertama kali bisa pada saat umur 2 tahun), bibit unggul (IB selalu menggunakan semen pejantan unggul), dewasa tubuh maupun dewasa kelamin lebih cepat dibanding sapi lain, sehingga untuk pemeliharaan dari bangsa sapi ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Peternak sapi perah di pedesaan seharusnya memiliki mentalitas manusia pembangunan dalam peranannya sebagai manajer sekaligus pekerja, karena segala kegiatan produksi ternak bergantung kepada kualitas pribadi peternak berupa pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran membangun dalam jiwa peternak. Tanpa adanya pendorong yang menjadi motor penggerak untuk bekerja secara produktif dan disiplin dalam mengelola ternak, maka keberhasilan sulit tercapai. Selama ini peternak sapi perah enggan untuk memelihara pedet sapi perah jantan. Hal ini disebabkan ketidakadanya kontinuitas penghasilan/penerimaan/pendapatan rumah tangga. Dengan memelihara pedet sapi perah jantan, lama menunggu sampai hasil penggemukan, baru peternak mendapatkan hasilnya, atau karena ketidak tahuan, bahwa dalam memelihara pedet sapi perah jantan, akan memberikan tambahan pendapatan yang menggiurkan, atau bahkan lebih besar dibanding dari pendapatan dari susu.Keunggulan dari pedet sapi perah jantan untuk digemukkan bahwa jantan sapi perah mempunyai bobot badan dan pertambahan bobot badan yang termasuk cepat dan tinggi. Pertambahan bobot badan rata-rata pedet jantan sapi perah friesian yang masih menyusui adalah 0.625 kg/hari. Pada umur setahun pertambahan bobot badan rata-rata dapat mencapai lebih dari 1.0 kg/hari, sedangkan sapi perah jantan friesian dewasa dapat mencapai bobot badan antara 800-1.000 kg. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Peternak Dalam Pemeliharaan Pedet Sapi Perah Jantan Di Kawasan Sentra Pengembangan Sapi Perah Kabupaten Malang. Tujuan penelitian adalah Menganalisis karakteristik peternak sapi perah terhadap motivasi budidaya pedet sapi perah jantan dalam kontribusi penyediaan daging di kabupaten Malang. Menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi peternak dalam budidaya pedet sapi perah jantan di kawasan sentra pengembangan sapi perah. Penelitian berlangsung selama 3 bulan berlokasi di daerah sentra sapi perah Jawa Timur yaitu : Kabupaten Malang. Kabupaten tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan sentra populasi sapi perah di Propinsi Jawa Timur. Sebagai gambaran, pada tahun 2010, populasi sapi perah rakyat di kota dan kabupaten Malang sebesar 47.617 ekor. Sebagian besar jumlah ternak tersebut berada di tangan peternak rakyat sebesar 45.326 ekor. Upaya pemeliharaan pedet sapi perah jantan sangat berpotensi di Malang. Pedet sapi perah jantan diharapkan penghasil daging. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Pujon, sebagai gambaran populasi sapi perah sebesar 18.057 ekor tahun 2012 dan 18.038 ekor di tahun 2013. Jumlah kelahiran pedet jantan tahun 2013 sebesar 2.389 ekor, sehingga kecamatan Pujon terpilih menjadi lokasi pelaksanaan penelitian yang menjadi sentra pengembangan sapi perah terbesar di Kabupaten Malang. Jumlah responden penelitian sebanyak 150 peternak. Analisis data menggunakan SEM Warp PLS untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi peternak dalam budidaya pedet sapi perah jantan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada segi karakteristik peternak, semakin tua usia peternak, maka peternak memiliki motivasi yang rendah untuk mengembangkan pedet sapi perah jantan, karena keterbatasan inovasi, teknologi dan tenaga kerja serta sumberdaya modal. Pekerjaan utama sebagai peternak mulai menurun, karena banyaknya peternak yang berpindah mengembangkan usahatani. Pendidikan peternak yang rendah, menjadikan peternak hanya melihat bisnis dari sisi keuntungan ataupun memenuhi kebutuhan rumah tangga tiap hari, maka dengan menjual pedet sapi perah jantan akan dinilai lebih praktis dan menguntungkan. Semakin lama peternak memiliki pengalaman budidaya sapi perah, maka peternak akan lebih terampil, sehingga cara lain dalam meningkatkan pendapatan adalah melalui proses budidaya pedet sapi perah jantan yang dapat meningkatkan, pendapatan dan keuntungan yang diperoleh (Rp. 3.479.877,57) dalam budidaya pedet sapi perah jantan sangat mendorong atau menambah motivasi peternak untuk budidaya pedet sapi perah jantan. Skala usaha yang tinggi akan meningkatkan peluang peternak untuk dapat mengembangkan pedet sapi perah jantan dilihat dari peluang pedet sapi perah jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan skala kecil. xi Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi peternak dalam pengembangan sapi perah jantan adalah karakteristik peternak, lingkungan ternak baik lingkungan keluarga maupun kelompok ternak (sesama kelompok ternak dan hubungannya dengan koperasi SAE), pola konsumsi daging masyarakat kabupaten Malang, populasi pedet sapi perah di Pujon, pendapatan peternak dan kebijakan pemerintah kabupaten Malang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semua faktor dari sentra wilayah pengembangan sapi perah akan dapat meningkatkan ketersediaan daging sapi di kabupaten Malang yang berasal dari pengembangan pedet sapi perah Jantan.

English Abstract

The amount of cattle population in Indonesia year 2016 had been growing compared to year 2015: beef cattle 15.42 million heads (increased 4.7%), dairy cattle 0.52 million heads (increased 3.2%). East Java is one of the biggest province for beef and dairy cattle population. This big number of population is expected to cut down the gap between meat supplay in demand. Male calves rearing for dairy cattle is an alternative for meat consumption fulfillment. Attention should be given for this option especially for Pujon District in Malang Regency as the biggest supplier for national milk production. More meat production and income increase can be gained if farmers are willing to rear male calves of their dairy catlle. Dairy cattle bulls are not commonly used in natural mating and farmers assume that it is not profitable to rear these bulls. However, fattening program for dairy cattle calves is potential alternative. Dairy cattle has several benefits, such as short calving interval, fast growth, genetically excellent, faster maturity which cause shorter rearing period. Good management and mentality of dairy farmers can increase those benefits to succeed fattening program for dairy young bulls. It is important for farmers to understand that fattening program will give bigger income than solely from milk production. Dairy cattle calves have average daily weight gain 0.625kg/day and after 1 year it reach 1kg/day, that dairy cattle bulls weight can reach 800-1000 kg. For these reasons, the researcher intended to find out Factors affecting Farmers Motivation in Dairy Young Bulls Rearing in Dairy Cattle Central Area, Malang Regency. The objectives of the research were to: 1) analyse the characterictics of dairy cattle farmers in Malang Regency; 2) analyse factors affecting farmers motivation in dairy young bulls rearing in dairy cattle central Area, Malang Regency. The research was conducted for 3 months in Malang Regency dairy cattle central area, East Java. Respondents were 150 dairy farmers. Data was analysed with SEM Warp PLS to know factors affecting farmers motivation in young bull rearing. The results show that older farmers tend to have lower motivation towards young bulls rearing because lack of innovation, technology, capital and human resources. Dairy farmers also switch their main occupation to be farmers work in cultivation. Low level education makes farmers use dairy farming as subsistent farming so they think that it was more practical and profitable to sell dairy young bulls. Longer farming experience will result better skill, so the alternative to rear dairy young bulls in fattening program can be profitable. The profit 3,479,877.57 per head/period can motivate dairy farmers to rear dairy young bulls in the program. It is important to increase the farming scale special in fattening dairy young bulls that leads to more effective and efficient fattening program. Factors affecting Farmers Motivation in Dairy Young Bulls Rearing in Dairy Cattle Central Area, Malang Regency are famers characteristics, farmers environment, farmers’ relationships with theirt family and the members of farmers group and SAE cooperative, meat comsumption pattern of Malang Regency community, Pujon young bulls population, farmers income and government policy. This describes the potency of dairy young bulls fattening program in Malang Regency.

Other obstract

-

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/636.213 092/HAR/f/2018/061811538
Uncontrolled Keywords: CATTLE BREEDERS
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry > 636.2 Cattle and related animals > 636.21 Cattle for specific purposes > 636.213 092 Cattlemen
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 31 Dec 2019 06:36
Last Modified: 31 Dec 2019 06:36
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/177467
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item