Handayani, Novi Eka (2019) Kedudukan Ahli Waris Pengganti Dalam Surat Keterangan Ahli Waris (Skw) Golongan Pribumi Menurut Hukum Waris Adat. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Hukum waris di Indonesia dalam prakteknya ada tiga (tiga) Hukum yaitu : Hukum waris Adat, Hukum waris Islam dan Hukum Waris kitab undang-undang hukum perdata (BW). Hukum adat berlaku sesuai dengan adat masing-masing masyarakat, Hukum Waris Islam berlaku bagi yang menganut Hukum Islam, sedangkan Hukum Waris berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku bagi golongan timur asing di Indonesia yaitu diantaranya keturunan tionghoa. Maka dapat kita lihat bahwa bagi masyarakat yang beragama Islampun masih bisa memilih menggunakan hukum adatnya ataukah menggunakan hukum waris Islam. Hal tersebut membuat adanya bermacam-macam hukum waris yang diterapkan dalam masyarakat. Muncul kemudian di dalam praktek sebuah isu hukum yang sudah lama dan belum menemukan pemecahan yaitu dalam Hukum Waris Adat apakah dikenal penggantian tempat dalam Hukum Kewarisannya, dimana Hukum Waris Adat berasal dari pemikiran serta budaya masing-masing suku bangsa yang berada di seluruh Indonesia, HukumWaris Adat bukan merupakan hukum yang tertulis tetapi karena sudah ada dari nenek moyang dan turun temurun sehingga menjadi suatu hukum adat yang harus di patuhi oleh masyarakat adatnya, yang sejak tahun 1991 Indonesia telah memiliki sebuah Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 185 mengatur bahwa Penggantian tempat dikenal dalam Islam dan dapat diterapkan di Indonesia, namun Kompilasi bukanlah sebuah Undang-undang yang tidak memiliki kekuatan Hukum sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam penerapan pasal ini dalam prakteknya. Hal ini dapat berakibat pada konflik antar keluarga yang pasti akan terjadi bahwa warisan tersebut tidak segera terbuka dan terbagi bagi para ahli waris, dan di Indonesai juga memiliki Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) dimana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikenal dan mengatur perihal penggantian tempat dalam mewaris. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mengkaji Apa pentingnya pengaturan serta kedudukan mengenai penggantian tempat dalam Hukum Waris Adat dan mengapa hingga kini dengan banyaknya pendapat para ahli masih menimbulkan ketidakpastian bagi ahli waris yang meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris menurut Hukum Waris Adat teutama Hukum Waris Adat di Jawa Timur khususnya di Kota Malang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Pentingnya pengaturan Penggantian tempat di Indonesia penting untuk dilakukan karena hubungan darah atau keturunan tidak dapat diputuskan dengan apapun, dan adat istiadat serta budaya dalam masyarakat Indonesia yang beragam sebagai sumber Hukum Adat yang utama, meski tidak tertulis wajib di patuhi dalam masyarakat adatnya serta menghendaki sistim kewarisan yang bilateral bahwa ada bagian dari saudara ix kandung beserta keturunannya, dan untuk hal yang berkaitan dengan muamalah (urusan antar manusia) dapat dilakukan ijtihad yang akan membawa pada kemaslahatan (kebaikan). Banyaknya pendapat para ahli tetap tidak dapat memberikan kepastian Hukum dalam hal penggantian tempat dalam Hukum Waris Adat, karena dalam Hukum Waris Adat proses mewaris yang lebih diutamakan adalah garis keturunan yang sedarah, yaitu orang tua kepada anakanaknya beserta keturunannya. Rekomendasi penulis, hendaknya ada peraturan atau Undang-undang baru guna memberikan kepastian hukum dalam mewaris baik bagi masyarakat adat (golongan pribumi) ataupun masyarakat keturunan (baik asia timur, tionghoa maupun eropa barat) dalam membuat Surat Keterangan Waris selama ahli waris tersebut adalah Warga Negara Indonesia yang sah.
English Abstract
Inheritance law applied in Indonesia involves three laws: Islamic inheritance law, inheritance law according to Civil Law, and Adat inheritance law. Islamic inheritance law is applicable for those following Islam religion, and the inheritance law according to Civil Law is applicable for east foreigners in Indonesia including Chinese people, while adat law is applicable based on the custom of every society. People with Islamic religion can still choose between their adat law and Islamic inheritance law, and this freedom has led to diversity of inheritance law applied among societies. However, there is still an issue whether substitution of heir is recognised in Islamic inheritance law. Since 1991, Indonesia has referred to Islamic law compilation specifically in Article 185 stating that the substitution is recognised in Islam and it is applicable in Indonesia. However, the Islamic Law Compilation is not a law that has a legal force, and this situation may lead to uncertainty in terms of the implementation of the Article. This situation may also spark conflict in families, hindering distribution of assets inherited to heirs. This research is aimed to analyse and study the essence of the regulation concerning substitution of an heir of a grandchild coming from the line of a daughter and to figure out why there is still uncertainty regarding grandchild coming from the line of a daughter to replace her late mother who dies before heir’s grandparents. The research result concludes that the substitution of an heir is not clearly recognised in adat inheritance law since this law is formed from the notions of societies and the Indonesian cultures. In the perspective of adat inheritance law, there is likelihood for a substituting heir to be a testator but his/her way to this position will not always be as expected due to an impeding factor, and it is also because the adat inheritance law is not in written form, has no legal force, and cannot similarly function as legislation. This situation has sparked doubt when adat inheritance law is used as one of sources of law concerning whether substituting heir is recognised in inheritance law in Indonesia. The distribution of inheritance rights and inherited asset is performed based on the following principles: 1. Godliness and self-control, 2. Equality of rights and togetherness in rights, 3. Communion and kinship, 4. Discussion and consensus, 5. Justice and Parimirma. A substituting heir (a sibling and his/her descendants) who dies before his/her testator must be an heir from the testator according to adat inheritance law to avoid any conflict and difference among societies and to appreciate well developed kinship system in the societies and the cultures of Indonesia where the assets obtained by the testator are mainly intended for the survival of descendants. The author recommends that there be a new regulation or law to provide legal certainty in inheritance either for adat people (native people) or non-native people (east Asia, Chinese, or western European) in issuing heir information document as long as the heir is a legal Indonesian citizen.
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/346.052/HAN/k/2019/041909536 |
Uncontrolled Keywords: | INHERIRANCE AND SUCCESSION |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.05 Inheritance, succession, fiduciary trusts, trustees > 346.052 Inheritance and succession |
Divisions: | S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 20 Nov 2019 05:55 |
Last Modified: | 20 Nov 2019 05:55 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/175880 |
Actions (login required)
View Item |