Sari, Kumala Purba (2019) Pengaruh Komposisi Jenis Media Serbuk Gergaji, Limbah Kapuk dan Tongkol Jagung Pada Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Teknik budidaya jamur tiram putih yang biasa digunakan di Indonesia adalah baglog cultivation atau budidaya dengan menggunakan baglog. Pada sistem budidaya ini serbuk gergaji kayu sengon merupakan media utama karena mengandung selulosa 45,42%, hemiselulosa 21% dan lignin 26,50% (Hartati et al, 2010). Seiring waktu, ketersediaan serbuk gergaji kayu sengon ini semakin lama semakin terbatas, akibat persaingan dengan industri yang terus berkembang di daerah budidaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan alternatif limbah pertanian yang lain. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis limbah baik limbah pertanian maupun limbah industri yang mengandung lignoselulosa. Limbah kapuk dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang banyak mengandung lignoselulosa yang sangat melimpah ketersediaannya. Limbah kapuk mengandung selulosa 44,79% dan hemiselulosa 14,28% (Chang dan Miles, 2004), sedangkan limbah tongkol jagung juga mengandung selulosa 33,8%, hemiselulosa 16% dan lignin 9,1% (Ardiansyah, 2010). Tujuan penelitian ini ialah (1) mengurangi penggunaan serbuk gergaji pada media tanam jamur tiram putih dengan memanfaatkan limbah kapuk dan tongkol jagung, (2) memperoleh komposisi media substrat (serbuk kayu sengon, limbah kapuk dan tongkol jagung) bagi pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih yang paling tinggi. Hipotesis dari penelitian ini adalah (1) Penggunaan limbah kapuk (afalan) dan tongkol jagung pada media tanam dapat mengurangi penggunaan serbuk gergaji kayu sengon pada media tanam untuk pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), (2) Komposisi media substrat dengan komposisi 50% serbuk kayu sengon, 25% limbah kapuk dan 25% tongkol jagung dapat menghasilkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih yang paling tinggi. Penelitian dilakukan di CV. Damar Ayu Desa Kebonagung, Jl. Sonotengah RT 66 RW 14, Kec. Pakisaji, Kab. Malang dan Griya Jamur Universitas Brawijaya Dusun Pucangsongo, Kec Tumpang, Kab Malang pada 16 Januari 2019 – 16 Mei 2019. Penelitian menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 15 macam perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali. Setiap perlakuan terdapat 3 baglog sebagai sampel pengamatan. Total keseluruhan baglog 270 buah. Adapun macam perlakuannya adalah 100% SKS, 75% SKS + 25% LK, 75% SKS + 25% TJ, 50% SKS + 50% LK, 50% SKS + 25% LK + 25% TJ, 50% SKS + 50% TJ, 25% SKS + 50% LK + 25% TJ, 25% SKS + 25% LK + 50% TJ, 25% SKS + 75% TJ, 25% SKS + 75% LK, 100% LK, 75% LK + 25% TJ, 50% LK + 50% TJ, 25% LK + 75% TJ, 100% TJ. Pengamatan yang dilakukan meliputi variabel pertumbuhan miselium dan hasil. Variabel pertumbuhan yaitu panjang miselium, lama miselium memenuhi baglog, saat muncul badan buah pertama. Variabel hasil yaitu waktu panen pertama, rata-rata diameter tudung buah jamur jumlah badan buah per baglog, total berat segar badan buah, REB (rasio efisiensi biologis) atau BER dan frekuensi panen. Hasil data di analisis dengan menggunakan analisis ragam (Uji F) pada tingkat kesalahan 5% dan jika hasil berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan limbah kapuk dan tongkol jagung dapat mensubtitusi penggunaan dari serbuk gergaji hingga 75%, penggunaan komposisi limbah kapuk dan tongkol jagung 25% – 75% menghasilkan pertumbuhan miselium yang lebih panjang dan lebih cepat. Media dengan komposisi 50% – 75% limbah kapuk dan tongkol jagung mampu menghasilkan hasil bobot segar yang sama dengan penggunaan 100% serbuk gergaji serta menghasilkan frekuensi panen yang lebih banyak.
English Abstract
White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is one type of mushroom that is widely consumed by the people of Indonesia. White oyster mushroom cultivation techniques commonly used in Indonesia is baglog cultivation or cultivation using baglog. In this culture system, sengon sawdust is the main media because it has 45,42% cellulose content; hemicellulose 21%; lignin 26.50 (Hartati et al, 2010). Over time, the availability of sengon sawdust is increasingly limited, due to competition with industries that continue to develop in the area of cultivation. One effort that can be done is to use alternative agricultural waste. White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) can grow well in various types of waste both agricultural and industrial wastes containing lignocellulose. Kapok waste and corn cobs are agricultural waste that contains lignocellulose which is very abundant. Kapok waste contains 44.79% cellulose and 14.28% hemicellulose (Chang and Miles, 2004), while corncob waste also contains 33.8% cellulose, 16% hemicellulose and 9.1% lignin (Ardiansyah, 2010). The purpose of this research are (1) to reduce the use of sawdust on white oyster mushroom growing media by utilizing kapok waste and corncobs, (2) obtaining the composition of substrate media (sengon wood powder, kapok waste and corncobs) for the growth and production of white oyster mushrooms the highest yield. The hypotheses of this research are (1) The use of kapok waste (afalan) and corncobs in the planting media can reduce the using of the sawdust wood sengon in the planting media for growth and highest yield of white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus), (2) The composition of the substrate media with the composition 50% of sengon wood powder, 25% of kapok waste and 25% of corncob can produce the most optimal growth and highest yield of white oyster mushrooms. The research was conducted at CV. Damar Ayu Desa Kebonagung, Jln Sonotengah RT 66 RW 14, Kec. Pakisaji, Kab. Malang and Griya Jamur Universitas Brawijaya Pucangsongo Hamlet, Tumpang District, Malang Regency on January 16, 2019 - May 16, 2019. Research using a Completely Randomized Design (RAL) with 15 treatments each treatments repeat 3 times. Each treatment contained 3 baglogs as observational samples. Total baglog is 270 pieces. The types of treatment are 100% SKS, 75% SKS + 25% LK, 75% SKS + 25% SK, 50% SKS + 50% LK, 50% SKS + 25% LK + 25% SK, 50% SKS + 50% TJ, 25% SKS + 50% LK + 25% TJ, 25% SKS + 25% LK + 50% TJ, 25% SKS + 75% TJ, 25% SKS + 75% LK, 100% LK, 75% LK + 25% LK, 50% LK + 50% LK, 25% LK + 75% LK, 100% LK. The observations made include the mycelium growth variable and yield. The growth variable is the length of mycelium, the length of mycelium filling the baglog, when the first fruiting body appears. Yield variables are first harvest time, average diameter of mushroom fruit caps, number of fruit body per baglog, total fresh fruit body weight, REB (ratio of biological efficiency) or BER and harvest frequency. The results of the data were analyzed by using analysis of variance (F test) at an error rate of 5%, and if a significantly different result continued using a DMRT at 5% level. The results showed that the use of kapok waste and corn cobs can substitute the use of sawdust up to 75%, the use of the composition of kapok waste and corn cobs 25% - 75% produces longer and faster mycelium growth. Media with a composition of 50% - 75% of cotton waste and corncob able to produce the same results fresh weight with the use of 100% sawdust and produce more frequent harvest.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2019/826/051909716 |
Uncontrolled Keywords: | - |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 635 Garden crops (Horticulture) > 635.6 Edible garden fruits and seeds > 635.67 Corn |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Agroekoteknologi |
Depositing User: | soegeng sugeng |
Date Deposited: | 24 Aug 2020 07:27 |
Last Modified: | 24 Aug 2020 07:27 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/174805 |
Actions (login required)
View Item |