Berbenah Untuk Terarah: Negosiasi Masyarakat Bantaran Sungai Terhadap Praktik Normalisasi Ciliwung (Studi Kasus Perkampungan KAKC)

Yusuf, Dimas (2019) Berbenah Untuk Terarah: Negosiasi Masyarakat Bantaran Sungai Terhadap Praktik Normalisasi Ciliwung (Studi Kasus Perkampungan KAKC). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sungai beserta lingkungan di sekitarnya, merupakan sebuah bentang alam yang secara normatif harus dijaga kelestariannya. Terusiknya aliran sungai oleh keberadaan aktivitas manusia di sekitarnya, merupakan hal yang kerap ditemui khususnya di kawasan perkotaan seperti Jakarta. Tingginya minat untuk menetap di Jakarta yang diikuti dengan menyusutnya ketersediaan lahan dan keterbatasan ekonomi beberapa kelompok masyarakat, mengakibatkan daerah tepi sungai kerap diokupasi untuk didirikan tempat bermukim di atasnya, yang mana lokasi ini seringkali diidentifikasi sebagai kawasan kumuh, yang keberadaannya merusak estetika tata kota dan membahayakan bagi warga Jakarta karena dianggap berkontribusi dalam mendatangkan banjir yang rutin menyambangi ibukota. Sebagai pihak yang bertanggung jawab, pemerintah khususnya untuk wilayah DKI Jakarta memberlakukan berbagai peraturan seperti keberadaan sempadan sungai, hingga pengaturan yang komprehensif mengenai tata ruang. Bersamaan dengan ditegakkannya pengaturan, di wilayah bernama perkampungan KAKC timbul dualisme kepentingan antara masyarakat dan pemerintah yang berujung pada hilangnya kesepakatan untuk mematuhi regulasi dari sisi masyarakat, serta usaha pengeliminasian permukiman yang tidak taat aturan di sisi pemerintah. Kontestasi vertikal ini, adalah satu hal yang berusaha digambarkan di dalam penelitian, di mana pemerintah selaku pemangku kebijakan bergerak berdasar logika kuantitatif dan kebaikan bersama, serta masyarakat yang memiliki pemahaman empiris mengenai lingkungannya, berjuang dalam bentuk reformasi permukiman dan sumber daya manusianya untuk sedikit menyelaraskan diri dengan Jakarta, demi menjauhkan stigma ‘membahayakan’ bagi kota. Dengan mengedepankan metode penelitian kualitatif yang menekankan pada wawancara etnografis serta pengalaman empiris penulis, penelitian ini sedikit banyaknya dapat menggambarkan logika pembangunan dari sisi pemerintah, beserta kompleksitas gerakan KAKC dalam membangun jaringan untuk dikontestasikan dengan kekuatan yang lebih mapan. Usaha masyarakat KAKC untuk melakukan penataan menyeluruh, pada tahap ini seakan tidak menyisakan alasan dan cenderung mempertanyakan kelayakan sebuah regulasi untuk terus bergulir, terlebih pasca kepemimpinan Jakarta berganti. Meski terdapat asa, belum ada kepastian konstitusional yang dapat menjamin akhir cerita dari keberadaan KAKC ke depan.

English Abstract

The river and its surrounding environment, is a natural landscape that is normatively to be kept in its sustainability. The flow of streams by the existence of human activity around it is often found especially in urban areas such as Jakarta. The high interest to settle in Jakarta followed by the shrinking of land availability and the economic limitation of some groups, resulting in the riverside area is often occupied to be established place to settle on it, which is the location This is often identified as slum, whose existence undermine the aesthetics of urban governance and harm to the people of Jakarta because it is considered contributing in bringing about the flood that routinely visited the capital. As a responsible party, the government especially for the territory of DKI Jakarta impose various regulations such as the existence of river borders, to a comprehensive arrangement of spatial planning. Along with the enforcement of the regulation, in the area called KAKC settlement arises the dualism of interests between the community and the government which results in the loss of agreement to comply with regulations from the community side, as well as efforts to eliminate settlements that do not obey the rules on the government side. This vertical contestation is one thing that is attempted to be portrayed in research, where the government as the policyholder moves based on quantitative logic and common good, and the people who have empirical understanding of their environment, struggle in the form of settlement reform and human resources to harmonize themselves a little with Jakarta, in order to keeping away the stigma of 'dangerous' to the city. By prioritizing qualitative research methods that emphasize ethnographic interviews as well as the empirical experience of the author, this research can illustrate the development logic of the government side, along with the complexity of the KAKC movement in building network to be contestated with a more established powers. The KAKC community effort to conduct a thorough arrangement, at this stage seemed to leave no reason and tends to question the feasibility of a regulation to continue rolling, moreover after Jakarta leadership changed. Although there is a hope, there is still no constitutional certainty that can guarantee the end of the story of KAKC's future presence.

Item Type:	Thesis (Sarjana)
Identification Number:	SKR/FIB/2019/322/051908887
Uncontrolled Keywords:	Insurgent citizenship, penggusuran, kampung kota, tata kota, kontestasi lahan-Insurgent citizenship, eviction, urban village, urban planning, land contestation.
Subjects:	300 Social sciences > 303 Social Processes > 303.3 Coordination and control
Divisions:	Fakultas Ilmu Budaya > Antropologi Budaya
Depositing User:	soegeng sugeng
Date Deposited:	28 Oct 2020 17:59
Last Modified:	13 Oct 2023 01:46
URI:	http://repository.ub.ac.id/id/eprint/174671

Text Dimas Yusuf.pdf Download (4MB)

Actions (login required)

View Item