Nurudin, Mohammad Ali (2019) Efek Pollen Terhadap Morfologi Biji Jagung (Zea Mays L.) Dan Ketahanannya Pada Penyakit Bulai. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga di dunia setelah padi dan gandum. Jagung menjadi komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia. Namun budidaya jagung di Indonesia bukan tanpa hambatan, bahkan sering megalami penurunan produksi. Penurunan produksi jagung disebabkan oleh beberapa faktor seperti serangan hama dan penyakit tanaman, serta penurunan luas lahan. Diantara kendala serius yang harus dihadapi para petani adalah serangan penyakit bulai. Penyakit bulai tergolong penyakit paling berbahaya dibandingkan dengan penyakit utama jagung lainnya. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat mencapai 100% (Martuti et al., 2013). Meski demikian, pemuliaan jagung manis memiliki peluang yang besar dalam rangka peningkatan kualitas dan produktivitas jagung manis. Keberhasilan pemuliaan jagung didasarkan pada pengembangan dan seleksi dari galur-galur inbrida (Pabendon et al., 2009). Sedangkan Xenia sendiri merupakan gejala genetik berupa pengaruh langsung serbuksari (pollen) pada fenotipe biji dan buah yang dihasilkan tetua betina. Ekspresi gen secara langsung yang memiliki sifat heterosis dari beberapa kombinasi persilangan akan membantu meramalkan dan menduga galur potensial yang akan menjadi tetua untuk persilangan membentuk kultivar hibrida. Dari paparan di atas, efek xenia digunakan sebagai salah satu upaya menduga pengaruh dan sifat heterosis yang diekspresikan langsung pada hasil persilangan secara lebih cepat dan mudah, dengan harapan bisa menyediakan galur-galur inbrida jagung yang dapat digunakan sebagai tetua dalam perakitan varietas jagung hibrida. Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari dan mengetahui efek pollen pada jagung manis ungu dan kuning terhadap morfologi dan sifat ketahanannya terhadap bulai. Diduga terdapat pengaruh beberapa jenis pollen pada saat persilangan terhadap morfologi dan pewarisan sifat biji jagung hasil persilangan. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2017 hingga Bulan April 2018, di kebun milik petani di Dusun Areng-Areng, Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, dengan ketinggian tempat 625 mdpl. Bahan yang digunakan adalah 2 galur inbrida jagung manis kuning, 1 galur inbrida jagung manis ungu dari MRC dan inokulan bulai. Penelitian ini dilakukan selama dua musim tanam, satu musim tanam untuk mengamati pengaruh persilangan terhadap morfologi biji jagung, sedangkan musim tanam kedua untuk mengamati ketahanannya terhadap penyakit bulai. Untuk musim tanam pertama, metode yang digunakan yaitu dengan metode blok tunggal, yakni menanam semua galur dalam alur di lingungan pertanaman yang sama tanpa ulangan. Sebagai perlakuan adalah 7 kombinasi persilangan dari 2 galur inbrida jagung manis kuning dan 1 galur inbrida jagung manis ungu dengan kombinasi persilangan masing-masing sebagai tetua betina dan jantan dengan total 200 tanaman (Sib 155 30 tanaman, Sib SBY 30 tanaman, Sib UP-33 30 tanaman, 155xUP-33 30 tanaman, SBYxUP- 33 30 tanaman, UP-33x155 25 tanaman, UP-33xSBY 25 tanaman. Pada musim tanam kedua, metode yang digunakan yaitu RAK Sebagai perlakuan adalah 7 macam benih hasil persilangan 2 galur inbrida jagung masnis kuning dan 1 galur inbrida jagung manis ungu dengan pemberian inokulasi penyakit bulai sebanyak 4 ulangan dengan jumlah total 840 tanaman. Untuk variabel pengamatan dilakukanii dengan pengamatan sebagai bertikut; Pada musim tanam 1 Karakter Kualitatif meliputi warna pada biji, bentuk biji, warna tassel dan silk, warna tulang daun. Karakter Kuantitatif meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun, diameter tongkol (cm), panjang tongkol tanpa kelobot (cm), panjang kelobot (Husk cover), panjang dan lebar biji, bobot 100 butir. Pada musim tanam 2, variabel pengamatan ketahanan terhadap bulai yaitu skoring frekuensi serangan penyakit bulai pada umur 16, 19 dan 22 hst. Analisis data dilakukan dengan uji t independen. Uji t independen sendiri digunakan untuk membedakan dua macam perlakuan (Bluman, 2001). Uji ini dilakukan untuk mengetahui proporsi efek xenia terhadap karakter kuantitatif jagung. Hasil penelitian pada karakter kualitatif warna tulang daun warna tassel dan silk menunjukkan Galur 155 seluruhnya (100%) memiliki warna tulang daun berwarna putih dengan warna tassel dan warna silk berwarna kuning muda. Demikian juga Galur SBY seluruhnya (100%) memiliki warna tulang daun berwarna putih dengan warna tassel dan warna silk berwarna kuning muda. Sedangkan pada Galur UP-33 warna tulang daun memiliki variasi, yakni 70% berwarna putih keunguan dan 30% berwarna ungu keputihan dengan warna tulang daun dan warna silk berwarna ungu. Pada karakter bentuk biji terdapat pengaruh xenia dengan persentase yang tertinggi adalah pada kombinasi persilangan tetua betina 155 dengan tetua jantan UP-33 dengan bentuk biji antara Mutiara dan gigi sebesar 66,7% dan gigi sebesar 33,3%. Pada karakter warna biji xenia tampak namun warna biji mengikuti maternal effect (efek dari tetua betina) sehingga warna biji yang terbentuk sesuai dengan warna tetua betinanya meskipun ada perubahan kepekatan warna. Pada karakter kuantitatif hasil uji t panjang klobot uji t yang nyata hanya terdapat pada perlakuan Sib SBY dibanding SBYxUP-33 dengan nilai t - 1,91, sedangkan untuk diameter tongkol tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata Untuk karakter panjang tongkol hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata hanya pada perlakuan sib UP-33 dibanding UP-33 x SBY dengan nilai t -2,13. Pada karakter bobot 100 biji hasil uji t dengan taraf 5% menunjukkan hasil perbedaan yang nyata pada perlakuan tetua betina sib UP-33 dengan tetua jantan UP-33x155 dan perlakuan tetua betina sib UP-33 dengan tetua jantan UP- 33xSBY, dengan masing-masing nilai t -3,78 dan -2,98. Pada kakrakter Panjang biji seluruhnya menunjukkan adanya perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan kecuali pada satu perlakuan, yaitu pada kombinasi perlakuan tetua betina SBY dibanding tetua jantan SBYxUP-33. Pada karakter lebar biji, hasil uji t seluruhnya menunjukkan adanya perdedaan yang nyata. Pada musim tanam kedua skoring bulai hasil uji dari pengamatan menunjukkan bahwa kombinasi persilangan tetua betina SBY dengan tetua jantan UP-33 berpengaruh nyata terhadap penurunan serangan bulai jagung pada umur 16 hst, 19 hst dan 22 hst dengan nilai uji t berturut turut 8.12, 10.22 dan 5.18. Hal yang serupa juga ada pada kombinasi tetua betina 155 dengan tetua jantan UP-33 pada 22 hst dengan nilai uji t 2.61. Tidak ada korelasi antara nilai pada seluruh karakter kuantitatif yang diamati pada musim pertama dengan ketahanan terhadap bulai kecuali pada karakter diameter tongkol.
English Abstract
Corn (Zea mays L.) is the third most important food crop in the world after rice and wheat. Corn is a strategic commodity in agricultural development and the Indonesian economy. However, corn cultivation in Indonesia is not without obstacles, and often decreases production. The decrease in corn production is caused by several factors such as pest and plant disease attacks, as well as a decrease in land area. Among the serious obstacles that must be faced by farmers is the attack of downy mildew. Downy mildew is classified as the most dangerous disease compared to other major diseases of corn. This disease is caused by the fungus Peronosclerospora sp. The yield loss caused by this disease can reach 100% (Martuti et al., 2013). However, sweet corn breeding has a great opportunity in order to improve the quality and productivity of sweet corn. The success of maize breeding is based on the development and selection of inbred lines (Pabendon et al., 2009). While Xenia itself is a genetic symptom in the form of direct pollen (pollen) influence on the seed and fruit phenotype produced by female elders. Direct expression of genes that have heterotic properties of several combinations of crosses will help predict and predict potential strains that will become parents for crosses to form hybrid cultivars. From the explanation above, the effect of xenia is used as an effort to predict the influence and heterosis of properties expressed directly on the results of crossing more quickly and easily, in the hope of providing corn inbred lines that can be used as elders in assembling hybrid corn varieties. The purpose of this study was to study and find out the effects of pollen on purple and yellow sweet corn on morphology and its resistance to downy mildew. It is suspected that there are influences of several types of pollen at the time of crossing against the morfology and inheritance of corn seeds as a result of crossing. The research was conducted in October 2017 until April 2018, in a farm owned by farmers in Areng-Areng Hamlet, Dadaprejo Village, Junrejo Subdistrict, Batu City, with altitude of 625 meters above sea level. The materials used were 2 inbred strains of yellow sweet corn, 1 inbred strain of purple sweet corn from MRC and downy mildew. This research was carried out for two planting seasons, one planting season to observe the effect of crossing on the morphology of corn seeds, while the second planting season to observe its resistance to downy mildew disease. For the first planting season, the method used is by the single block method, which is to plant all strains in the grooves in the same cropping environment without repetition. As a treatment 7 combinations of crosses from 2 inbred strains of yellow sweet corn and 1 inbred strain of purple sweet corn with a combination of crosses respectively as female and male elders with a total of 200 plants (Sib 155 30 plant, Sib SBY 30 plant, Sib UP-33 30 plants, 155xUP-33 30 plants, SBYxUP- 33 30 plants, UP-33x155 25 plants, UP-33xSBY 25 plants. In the second planting season, the method used was RAK. As a treatment, 7 types of seeds from 2 inbred sweet yellow corn and 1 inbred purple sweet corn strain were crossed by giving 4 replications of downy mildew inoculation with a total number of 840 plants. For observation variables carried out by observation as follows: In the planting season 1 Qualitative Character includes the color of seeds, seed shape, tassel and silk, leaf bone color Quantitative characters include plant height (cm), number of leaves, ear diameter (cm), ear length without weight (cm), length of musk (Husk cover), length and width of seeds, weight of 100 grains. In second planting season, the observation variable of resistance to downy mildew was scoring the frequency of attacks on downy mildew at the age of 16, 19 and 22 days after planting (dap). Data analysis was carried out by an independent t test. The independent t test itself is used to distinguish two types of treatment (Bluman, 2001). This test was conducted to determine the proportion of xenia effects on the quantitative character of corn.iv The results of the study on the qualitative character of tassel and silk color bone leaf showed that the whole line 155 (100%) had the color of white leaf bone with tassel color and light yellow silk color. Likewise, the whole line of SBY (100%) has the color of a white leaf bone with tassel color and a light yellow silk color. Whereas in the UP-33 Line the color of leaf bone has a variation, namely 70% purplish white and 30% whitish purple with the color of the leaf bone and silk color purple. In the shape of the seed characters there is an effect of xenia with the highest percentage is the combination of crossing female elders 155 with male elders UP-33 with the shape of seeds between pearls and teeth of 66.7% and teeth of 33.3%. The character of the xenia seed color appears but the color of the seeds follows the maternal effect (the effect of female elders) so that the color of the seeds formed matches the color of the female parent even though there is a change in color density. The quantitative character of the results of the t-test of the t-test length of the real t test is only found in the SBY Sib treatment compared to SBYxUP-33 with t -1.91, whereas for the ear diameter it does not show any significant difference. In UP-33 sib treatment compared to UP-33 x SBY with a value of t -2.13. On the weight character of 100 seeds, the results of the t test with a level of 5% showed significant differences in the treatment of sibling UP-33 parents with UP-33x155 male elders and treatment of UP-33 sibling female elders with UP-33xSBY male elders, with each t values of -3.78 and -2.98. On the characteristics of the whole seed showed a significant difference in each treatment except in one treatment, namely in the combination of treatment of SBY female elders compared to SBYxUP-33 male elders. In the character of the seed width, the results of the t test all indicate a real difference. In the second planting season, the downgrading scoring of the test results showed that the combination of SBY female elders crossing with UP-33 male elders significantly affected the decrease of corn flour attack at the age of 16 dap, 19 dap and 22 dap with t test values 8.12, 10.22 and 5.18. The same thing also happened to the combination of female elders 155 with male elders UP-33 at 22 dap with t test value 2.61. There is no correlation between the values on all quantitative characters observed in the first season with resistance to downy mildew except for the ear diameter character
Other obstract
-
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FP/2019/675/05197449 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 635 Garden crops (Horticulture) > 635.6 Edible garden fruits and seeds > 635.67 Corn |
Divisions: | Fakultas Pertanian > Budidaya Pertanian |
Depositing User: | Nur Cholis |
Date Deposited: | 24 Aug 2020 07:24 |
Last Modified: | 24 Aug 2020 07:24 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/173852 |
Actions (login required)
View Item |