Analisis Dan Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Beras Semi Organik (Studi Kasus Di Desa Watugede Kecamatan Singosari Kabupaten Malang)

Situmeang, Luisa Maliny (2019) Analisis Dan Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Beras Semi Organik (Studi Kasus Di Desa Watugede Kecamatan Singosari Kabupaten Malang). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Indonesia termasuk negara agraris yang memiliki produk utama pertanian yaitu komoditas padi. Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar di dunia. Beras sebagai menu pokok harian yang selalu dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Penyediaan beras dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau tetap menjadi tujuan utama pembangunan pertanian nasional. Selain itu, mengingat kebutuhan masyarakat akan beras semakin meningkat, maka dibutuhkan inovasi dalam meningkatkan efektivitas aliran beras melalui kinerja yang lebih baik antar pelaku bisnis dengan menggunakan pendekatan rantai pasok. Manajemen rantai pasok beras sangat penting diperhatikan agar tidak terjadi kekosongan maupun kelangkaan beras, dikarenakan beras menjadi makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Diantara berbagai jenis beras, terdapat salah satunya adalah beras semi organik. Salah satu daerah produksi beras semi organik di Indonesia adalah Malang. Pengembangan beras semi organik cukup memiliki potensi. Produktivitas beras semi organik tergolong tinggi karena efisiensi penggunaan input atau faktor-faktor produksi. Dalam membudidayakan padi semi organik, petani hanya mengurangi penggunaan pupuk kimia. Beras termasuk produk pertanian dari padi yang bersifat mudah rusak; proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim; hasil panen memiliki bentuk dan ukuran bervariasi. Hal ini yang menyebabkan produk pertanian sulit untuk ditangani. Sifat-sifat tersebut akan berpengaruh pada manajemen rantai pasoknya. Sumber-sumber risiko yang mungkin terjadi juga adalah permasalahan sistem rantai pasok baik dari internal maupun eksternal, seperti keadaan iklim, keadaan proses produksi, keadaan fluktuasi harga, keadaan standarisasi mutu, penggunaan teknologi, kurangnya informasi dan lain sebagainya. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi rantai pasok beras semi organik di Desa Watugede Kecamatan Singosari. (2) Mengidentifikasi risiko dilihat dari persepsi masing-masing pelaku rantai pasok beras semi organik di Desa Watugede Kecamatan Singosari. (3) Mengevaluasi prioritas tertinggi risiko masing-masing pelaku rantai pasok beras semi organik di Desa Watugede Kecamatan Singosari. (4) Menyusun strategi mitigasi risiko pada masingmasing pelaku rantai pasok beras semi organik. Metode analisis yang digunakan adalah Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP). Hasil dari penelitian dan pembahasan didapatkan bahwa pelaku rantai pasok beras semi organik di Desa Watugede, Kecamatan Singosari dimulai dari pelaku pertama yaitu supplier, pelaku kedua yaitu petani, pelaku ketiga adalah penebas, pelaku keempat adalah penggiling, pelaku kelima adalah pedagang ecer, dan pelaku keenamii adalah konsumen akhir. Berdasarkan persepsi pelaku rantai pasok beras semi organik, maka terdapat persepsi mengenai risiko yang ada pada masing-masing pelaku rantai pasok. Risiko yang terjadi berdasarkan persepsi pelaku rantai pasok di tingkat supplier adalah risiko pasokan, risiko mutu, dan risiko lingkungan. Risiko di tingkat petani yaitu risiko pasokan, risiko harga, risiko mutu, risiko lingkungan, dan risiko produksi. Risiko di tingkat penebas yaitu risiko pasokan, risiko harga, risiko mutu, dan risiko lingkungan. Risiko di tingkat penggiling yaitu risiko pasokan, risiko transportasi, risiko harga, risiko mutu, risiko lingkungan, dan risiko produksi. Risiko di tingkat pedagang ecer yaitu risiko pasokan, risiko harga, risiko mutu, dan risiko lingkungan. Risiko di tingkat konsumen yaitu risiko pasokan, risiko harga, dan risiko mutu. Berdasarkan hasil dari Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP), maka dihasilkan prioritas tertinggi risiko yang ada pada masing-masing pelaku rantai pasok. Risiko yang terdapat di tingkat supplier adalah risiko pasokan dan subkriteria risiko pasokan yaitu risiko ketidakpastian pasokan. Risiko di tingkat petani adalah risiko lingkungan dan subkriteria risiko lingkungan yaitu risiko hama/penyakit. Risiko di tingkat penebas adalah risiko lingkungan dan subkriteria risiko lingkungan yaitu risiko produk pesaing. Risiko di tingkat penggiling adalah risiko harga dan subkriteria risiko harga yaitu risiko fluktuasi harga. Risiko di tingkat pedagang ecer adalah risiko harga dan risiko mutu, subkriteria risiko harga yaitu risiko fluktuasi harga dan subkriteria risiko mutu yaitu risiko variasi mutu. Risiko di tingkat konsumen adalah risiko harga dan subkriteria risiko harga yaitu risiko fluktuasi harga. Setiap prioritas risiko yang sudah diperoleh, maka diberikan strategi mitigasi pada masing-masing pelaku per rantai pasok. Risiko di tingkat supplier dapat dicegah dengan cara sharing informasi disepanjang rantai pasokan, optimalisasi tingkat kesediaan pasokan, pengukuran kinerja rantai pasokan, serta lebih membangun koordinasi yang lebih dengan pemerintah pemberi subsidi. Risiko di tingkat petani dapat dicegah dengan cara melakukan pembersihan lahan atau sanitasi lingkungan, pembersihan rumput atau semak-semak yang suka digunakan tikus untuk bersarang, memasang tirai persemaian pada saat padi disemai, melakukan pembongkaran lubanglubang tikus dan membunuh secara langsung (secara fisik). Risiko di tingkat penebas dapat dicegah dengan cara lebih memperbaiki kebijakan pemerintah terkait produk yang masuk dari luar kedalam Desa Watugede, menimbun gabah yang sudah dijemur terlebih dahulu, sehingga stok tetap ada dan melakukan upaya-upaya peningkatan produksi padi. Risiko di tingkat penggiling dapat dicegah dengan cara menjaga mutu beras yang dihasilkan, bahan baku gabah yang diperoleh dan selalu mengikuti perkembangan harga gabah dan beras yang berlaku di pasaran. Risiko di tingkat pedagang ecer dapat dicegah dengan cara membentuk kerjasama antar pedagang untuk mengendalikan harga beras di pasar, harga yang sering berfluktuatif juga membutuhkan intervensi dari pemerintah untuk menstabilkan harga beras. Risiko di tingkat konsumen dapat dicegah dengan cara menjaga kestabilan harga pada semua pihak ataupun pelaku pada rantai pasok dari hilir sampai ke hulu.

English Abstract

Indonesia is an agricultural country that has the main agricultural product, namely rice. Indonesia is also one of the countries with the largest level of rice consumption in the world. Rice as a daily staple menu that is consumed by almost all Indonesian people. Provision of sufficient quantities of rice and affordable prices remains the main goal of national agricultural development. In addition, given the increasing public demand for rice, innovation is needed to improve the effectiveness of rice flows through better performance among business people using the supply chain approach. Rice supply chain management is very important to note so that there is no vacuum or scarcity of rice, because rice is the staple food for almost all Indonesian people. Among various types of rice, one of which is semi-organic rice. One of the semi-organic rice production areas in Indonesia is Malang. The development of semiorganic rice has enough potential. The productivity of semi-organic rice is high because of the efficient use of inputs or factors of production. In cultivating semi-organic rice, farmers only reduce the use of chemical fertilizers. Rice includes agricultural products from rice that are perishable; the process of planting, growing, and harvesting depends on climate and season; yields vary in shape and size. This makes agricultural products difficult to handle. These properties will affect the supply chain management. The sources of risk that might occur are also supply chain system problems both from internal and external, such as climate conditions, the state of the production process, conditions of price fluctuations, quality standardization conditions, use of technology, lack of information and so forth. Based on this background, the objectives of this study are (1) Identifying the supply chain of semi-organic rice in Watugede Village, Singosari District. (2) Identifying risks seen from the perceptions of each of the semi-organic rice supply chain actors in Watugede Village, Singosari District. (3) Evaluating the highest risk priorities of each semi-organic rice supply chain actor in Watugede Village, Singosari District. (4) Develop risk mitigation strategies for each of the actors in the supply chain of semi-organic rice. The analytical method used is the Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP). The results of the research and discussion found that the semi-organic rice supply chain actors in Watugede Village, Singosari Subdistrict were started from the first perpetrators namely suppliers, the second perpetrators were farmers, the third actor was the slicer, the fourth actor was the grinder, the fifth perpetrator was the retailer and the sixth is the final consumer. Based on the perceptions of the semi-organic rice supply chain actors, there is a perception of the risks that exist in each of the supply chain actors. Risks that occur based on perceptions of supply chain actors at the supplier level are supply risk, quality risk, and environmental risk. Risks at the farm level are supplyiv risk, price risk, quality risk, environmental risk, and production risk. Risks at the cutting edge level are supply risk, price risk, quality risk, and environmental risk. Risks at the grinder level are supply risk, transportation risk, price risk, quality risk, environmental risk and production risk. Risks at retailer level are supply risk, price risk, quality risk, and environmental risk. Risk at the consumer level, namely supply risk, price risk, and quality risk. Based on the results of the Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP), the highest risk priorities for each supply chain actor are produced. The risks found at the supplier level are supply risk and supply risk subcriteria, namely the risk of supply uncertainty. Risks at the farm level are environmental risks and sub-criteria for environmental risk, namely the risk of pests / diseases. Risk at the cutting edge level is environmental risk and environmental risk subcriteria, namely the risk of competing products. Risk at the grinder level is price risk and price risk subcriteria, namely risk of price fluctuations. Risk at the retailer level is price risk and quality risk, price risk sub-criteria, namely risk of price fluctuations and sub-criteria of quality risk, namely the risk of quality variation. Risk at the consumer level is price risk and price risk subcriteria, namely the risk of price fluctuations. Every risk priority that has been obtained, then a mitigation strategy is given to each actor per supply chain. Risk at the supplier level can be prevented by sharing information along the supply chain, optimizing the level of supply availability, measuring supply chain performance, and building more coordination with the government providing subsidies. Risk at the farm level can be prevented by doing land cleaning or environmental sanitation, cleaning grass or shrubs that mice like to use for nesting, installing curtains for seedlings when rice is sown, carrying out demolition of rat holes and killing them directly (physically) . Risks at the penebas level can be prevented by further improving government policies related to products entering from outside into Watugede Village, hoarding grain that has been dried in the sun first, so that stocks remain and make efforts to increase rice production. The risk at the level of the grinder can be prevented by maintaining the quality of the rice produced, the raw material of the grain obtained and always following the developments in the price of rice and rice prevailing in the market. Risks at the retailer level can be prevented by establishing cooperation between traders to control rice prices in the market, prices that often fluctuate also require government intervention to stabilize rice prices. Risk at the consumer level can be prevented by maintaining price stability for all parties or actors in the supply chain from downstream to upstream.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2019/396/051907115
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture > 338.17 Products > 338.173 18 Products (Rice)
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 24 Aug 2020 07:11
Last Modified: 25 Oct 2021 02:11
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/173364
[thumbnail of Skripsi - Luisa Maliny Situmeang (371660127).pdf]
Preview
Text
Skripsi - Luisa Maliny Situmeang (371660127).pdf

Download (5MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item