Aspek Sosial dan Budaya Pangan Pokok Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi

Purwantiningrum, Miranda Dewi (2019) Aspek Sosial dan Budaya Pangan Pokok Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perwujudan dari kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal dapat dilaksanakan tanpa mengabaikan kebiasaan makan yang ada pada masyarakat. Terbentuknya kebiasaan makan bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan secara fisik, namun juga bentuk penyesuaian kebutuhan sosial dan budaya. Fungsi sosial dan budaya pangan akan menggambarkan perbedaan nilai yang dianut, pantangan terhadap pangan, serta keterikatan sosial pangan dalam berbagai kegiatan. Kebiasaan makan juga akan menggambarkan proses penyediaan pangan dan akses terhadap pangan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi sosial budaya pangan pokok pada masyarakat adat dan nonadat di Kampung Cireundeu, proses penyediaan pangan pokok pada masyarakat adat dan nonadat di Kampung Cireundeu, serta mendeskripsikan pelestarian budaya pangan yang dilakukan masyarakat adat Kampung Cireundeu kepada generasi selanjutnya. Penelitian dilaksanakan pada masyarakat adat dan masyarakat nonadat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2018 - Maret 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian etnografi. Teknik penentuan informan dalam penelitian menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dokumen, dan rekaman audiovisual. Analisis data diolah secara deskriptif, yaitu menggunakan teknik analisis data Miles, Huberman, dan Saldana. Tahap analisis tersebut mencakup meliputi kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, metode, dan waktu. Hasil dari penelitian diketahui bahwa, masyarakat adat memiliki kebiasaan makan mengonsumsi singkong yang diolah menjadi rasi (beras singkong). Makanan yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat adat adalah beras dan makanan yang bukan hak mereka. Alasan masyarakat adat mengonsumsi singkong adalah bentuk apresiasi dari perjuangan leluhur, tidak tergantung dan tidak membeli beras, dan kebiasaan makan singkong sudah menjadi tradisi secara turun-temurun. Fungsi sosial dan komunikasi dari singkong digunakan saat perayaan 1 Sura. Singkong diolah menjadi 20 jenis makanan yang berbeda. Selama bulan Sura terdapat kegiatan membagikan makanan atau disebut juga dengan “sambung rasa”. Masyarakat adat biasanya menyajikan makanan yang berbahan singkong kepada tamu adat atau nonadat. Sedangkan, pada masyarakat nonadat memiliki kebiasaan mengonsumsi beras. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi adalah makanan yang bukan hak mereka dan makanan yang disebut haram, seperti daging babi dan alkohol. Alasan masyarakat nonadat mengonsumsi nasi adalah sudah menjadi tradisi sejak dahulu, beras memiliki rasa yang enak, serta kemudahan dalam memperoleh beras. Fungsi sosial dan komunikasi dari beras, yaitu digunakan dalam perayaan hari-hari besar seperti, Hari Raya Idul Fitri, Muludan, dan Rajaban. Beras juga diolah menjadi nasi dilengkapi lauk pauknya yang nantinya digunakan dalam kegiatan bagi-bagi makanan pada malam hari sebelum lebaran. Beras yang telah diolah akan ditempatkan ke dalam cangkedong. Masyarakat nonadat biasanya menyajikan dua jenis hidangan (beras dan nonberas) bagi tamu adat dan nonadat. Masyarakat adat memperoleh singkong dengan cara menanam singkong di lahannya. Hasil panen dari singkong nantinya akan diolah melalui proses yang cukup panjang, hingga menghasilkan tiga produk yaitu rasi, kanji, dan elod. Terdapat lembaga penyedia rasi di Bale Saresehan, yang juga dikelola oleh masyarakat adat dan lembaga pengolahan hasil panen yaitu Serba Singkong. Sedangkan pada masyarakat nonadat, beras diperoleh dengan cara membeli di warung terdekat. Selain itu, terdapat beberapa warga yang mendapat bantuan beras dari pemerintah melalui program Rasta (beras sejahtera) and Program Keluarga Harapan (PKH). Beras biasanya diolah hanya menjadi makanan pokok mengingat jumlahnya yang terbatas. Masyarakat nonadat tidak memiliki lembaga resmi untuk penyedia beras maupun pengolahan beras. Budaya pangan lokal yang terdapat di Kampung Cireundeu dilestarikan melalui tahap pewarisan. Pewarisan budaya pangan lokal dilakukan secara vertikal dan horizontal. Pewarisan secara vertikal dilakukan melalui keluarga dan orang tua berperan sebagai guru dalam mewariskan nilai budaya pangan. Hal ini juga didukung melalui pewarisan secara horizontal, melalui lembaga Kompepar. Kompepar berperan dalam sosialisai sejarah budaya pangan serta proses penyediaan singkong kepada warga adat dan nonadat. Proses pewarisan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Proses pewarisan secara internalisasi dimulai dari kebiasaan pangan yang ada di rumah, dengan menyediakan singkong sebagai makanan pokok. Anak-anak masyarakat adat dibiasakan untuk tidak mengonsumsi nasi dan diberikan bubur kacang hijau saat masih balita. Proses dari sosialisasi dan enkulturasi yang dilakukan adalah mengenalkan anak-anak dengan budaya pamali dan dilibatkan dalam proses pengolahan singkong. Pewarisan sejarah juga dikenalkan melalui berbagai kegiatan adat, seperti 1 Sura. Proses tersebut akan menumbuhkan rasa terikat dan keinginan untuk melanjutkannya sebagai generasi penerus. Pelestarian budaya pangan lokal saat ini hanya terfoks pada sesama warga adat. Masyarakat nonadat mengetahui budaya pangan di Kampung Cireundeu dengan melihat secara langsung dan ikut terlibat dalam berbagai kegiatan adat. Saran yang diberikan penulis bagi pemerintah dan instansi (Pemerintah Daerah Kota Cimahi dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cimahi) yaitu perlu melakukan internalisasi dan sosialisasi budaya pangan lokal, dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya pangan pada tiap daerah. Bagi masyarakat Kampung Cireundeu untuk mempertahankan budaya pangan lokal, serta melakukan pembelajaran dan pembiasaan mengenai pentingnya budaya pangan kepada seluruh masyarakat adat maupun nonadat. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan (penelitian selanjutnya), untuk melakukan pengamatan mengenai perbandingan ketahanan pangan antara masyarakat adat yang tinggal di RT 02 dan 03 dengan masyarakat nonadat yang tinggal di daerah Kampung Baru, yaitu RT 01 dan 04. Hal ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan mengenai ketersediaan pangan secara fisik, kecukupan pangan, serta kegiatan bertani pada dua kelompok masyarakat.

English Abstract

Implementation of food resilience based on local resouces could be held without ignoring the eating habits of the community. The formation of eating habits is not merely a fulfillment of physical needs, but also a form of social and cultural needs. The social and cultural functions of food will illustrate the differences value of the food, eating taboos, and food social function in a variety of activities. Eating habits will also illustrate the process of food provision and access to food. This research aims to describe the social and cultural functions of staple food on indigenous people and non-indigenous people in Cireundeu village community, describe the provision of staple food that consumed by indigenous and non-indigenous people in Cireundeu village community, and describe inheritance system of local food culture to the next generation. This research conducted on indigenous peoples and non-indigenous people. The research location was chosen purposively. This research was conducted from November 2018 to March 2019. This research used a qualitative approach with ethnographic design. The technique of determining informants in this research used purposive sampling and snowball sampling methods. The techniques for collecting data were in-depth interview techniques, observation, documents, and audiovisual material. The data were analyzed using descriptive analysis and processed using Miles, Huberman, Saldana model. The data analysis phase includes data condensation, data display, and conclusion drawing verification. The validity of the data is checked using triangulation technique of sources, methods, and time. The results of the research shows that indigenous people have a habit of eating cassava which is processed into Rasi (beras singkong). Food that is not consumed by indigenous peoples is rice and food that is not their right. The reason indigenous people consume cassava is a form of appreciation struggle of their ancestors, not dependent on rice, no need to buy rice, and already become a tradition. The social and communication function of cassava, is used during the celebration of 1st Sura. Cassava will processed into 20 different types of food. During the Sura, there is the activity of distributing food that called "sambung rasa”. Indigenous peoples usually provide food that made from cassava to indigenous or non-indigenous guest. Whilst, non-indigenous peoples have a habit of eating rice. Food that is not consumed by non-indeigenous people are food that is not their right and food that is called haram, such as pork and alcohol. The reason the non-indigenous peoples consume rice is because its already become a tradition, rice has a good taste, and rice is easy to get. The social and communication functions of the rice, used in the celebration of the big days such as Eid al-Fitr, Muludan, and Rajaban. Rice is also processed into side dish that will distributed in the night before Eid al-Fitr. Rice will be placed into the box that called cangkedong. Non-indigenous peoples usually present two types of dishes for indigenous and non-indigenous guests. Indigenous people get the cassava by planting in their own land. The harvest from cassava will be processed through long process and produced three different product which are rasi , kanji, and elod. There is an institution that provide the rasi in Bale Sarasehan, which also managed by indigenous people and harvest processing institute called Serba Singkong. While non-indigenous people, they buy the rice from the nearest stalls. There is also some people who get rice subsidies from the government through the program called Rasta (beras sejahtera) and Program keluarga Harapan (PKH). The rice has commonly processed as a staple food because it has a minimum quantities. Non-indigenous people do not have any official institution that provide the rice or processing rice. Cultural preservation of local food in Cireundeu village is preserved through the stages an inheritance. The inheritance is done by horizontal and vertical ways. Vertical inherited is done through roles of family and role of parents as a teacher. It is also supported by horizontally inheritance, through the Kompepar institute. Kompepar contributes to socialize history of food culture and also how providing the food to indigenous people and non-indigenous people. Food culture inheritance conducted through three steps which are internalization, socialization, and enculturation. The internalization process start from the food habit at home, by providing cassava as a staple food. Toddlers are used to not eat rice and for the substitution their parents give them mung bean porridge. The process of socialization and enculturation is done by introducing children by “pamali” culture and a get involved into processing of cassava. Historical inheritance introduced through the tradition activity called 1st Sura. The cultural preservation of local food is still focused on indigenous people. Non-indigenous people learns the local food culture with observing and involved with many tradition activity. Suggestions given by the researcher to the government (Local Government of Cimahi and Departement of Culture and Tourism of Cimahi) is necessary to internalize and socialize of local food culture by take a notice to social and food culture aspect. For Cireundeu community to maintain the local food culture and learn about how important the local food culture. For the Development of Science (further research), to observe the comparison food security between indigenous peoples who lived in RT 02 and RT 03 with non-indigenous people who lived in RT 01 and RT 04 (Kampung Baru). It aims to determine the problem of physical food availability, access to the food, and farming activities in two community groups

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2019/477/051907251
Uncontrolled Keywords: -
Subjects: 300 Social sciences > 394 General customs > 394.1 Eating, drinking; using drugs > 394.12 Eating and drinking
Divisions: Fakultas Pertanian > Agribisnis
Depositing User: soegeng sugeng
Date Deposited: 24 Aug 2020 07:02
Last Modified: 24 Aug 2020 07:02
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/173171
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item