Sutawi (2012) Analisis Biaya Sumberdaya Domestik Kemitraan Ayam Pedaging dalam Usaha Pengembangan Agribisnis Perunggasan. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Ayam pedaging berkontribusi 3,80 kg (49%) terhadap konsumsi daging sebesar 7,75 kg daging, dan 1.018.734 ton (47,66%) terhadap produksi daging dalam negeri sebesar 2.137.601 ton (2008). Pada tahun 2004-2006 Indonesia mengekspor daging ayam sebesar 100,9 ton, 20,1 ton, dan 25 ton, sedangkan volume impor tahun 2008 hanya 7.495,1 ton (0,74%) dari produksi. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia telah berswasembada dan berpeluang mengekspor kembali daging ayam. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis tingkat efisiensi finansial dan ekonomi kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang; (2) Menganalisis tingkat keunggulan kompetitif dan komparatif kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang; dan (3) Menganalisis sensitivitas perubahan harga pakan, harga daging ayam, dan nilai tukar rupiah terhadap tingkat efisiensi dan daya saing kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Kabupaten Malang yang merupakan sentra produksi peternakan ayam pedaging terbesar di Provinsi Jawa Timur, yaitu 16.020.443 ekor (28,11%) dari 56.993.631 ekor populasi Jawa Timur. Sampel penelitian terdiri peternak plasma sebanyak 69 peternak (13%) dari 533 peternak plasma, 5 perusahaan mitra dari 13 perusahaan, dan 2 pedagang pemotong yang memiliki RPA. Peternak dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan skala pemeliharaan per siklus produksi yaitu skala ≤ 5000 ekor (kecil) dan skala > 5000 ekor (besar). Alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Penerimaan, biaya input tradabel, biaya faktor domestik, dan keuntungan dihitung berdasarkan harga pasar untuk analisis finansial dan harga sosial untuk analisis ekonomi. Input tradabel dan faktor domestik dipisahkan berdasarkan komponen asing dan domestik. Analisis efisiensi finansial menggunakan indikator profitabilitas pada harga pasar, sedangkan analisis efisiensi ekonomi menggunakan profitabilitas pada harga sosial. Tingkat keunggulan kompetitif ditunjukkan oleh indikator Private Cost Ratio (PCR) dan keunggulan komparatif oleh Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) . Dampak distorsi kebijakan dan kegagalan pasar diketahui dari indikator Transfer output (OT), Transfer input (IT), Transfer faktor (FT), Net policy transfer (NT), Koefisien proteksi output nominal (NPCO), Koefisien proteksi input nominal (NPCI), Koefisien proteksi efektif (EPC), Koefisien keuntungan (PC), dan Rasio Subsidi Produsen (SRP). Kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang menghasilkan keuntungan privat sebesar Rp 8.689.809,00 untuk skala ≤ 5000 ekor dan Rp 27.186.579,00 untuk skala > 5000 ekor, lebih rendah daripada keuntungan sosialnya masing-masing sebesar Rp 50.970.048,00 dan Rp 111.979.401,00. Hal ini disebabkan peternak memperoleh harga privat karkas Rp 19.733,00-19.674,00/kg, lebih murah daripada harga sosial karkas Rp 21,220,00/kg. Perbedaan keuntungan privat antara kedua skala usaha disebabkan oleh faktor ekonomis maupun faktor teknis. Dilihat dari faktor ekonomis, peternak skala usaha ≤ 5000 ekor ternyata memperoleh harga input (pakan dan OVD) dan harga output lebih murah daripada peternak skala > 5000 ekor. Ditinjau dari sisi teknis, peternak skala > 5000 ekor menghasilkan nilai konversi pakan, bobot badan, dan mortalitas ayam yang lebih baik daripada skala usaha ≤ 5000 ekor. Kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang memiliki keunggulan kompetitif yang ditunjukkan oleh nilai PCR sebesar 0,97 untuk peternak skala usaha ≤ 5000 ekor dan 0,94 skala usaha > 5000 ekor. Hal ini berarti bahwa untuk mendapatkan nilai tambah satu satuan devisa (1 US$) diperlukan biaya sumberdaya domestik 0,97 US$ (Rp 8.813,00) untuk peternak skala usaha ≤ 5000 ekor dan 0,94 US$ (Rp 8.540,00) untuk skala usaha > 5000 ekor. Kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Malang juga memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRCR sebesar 0,83 untuk peternak skala usaha ≤ 5000 ekor dan 0,80 skala usaha > 5000 ekor. Angka ini berarti bahwa untuk menghemat satu satuan devisa (1 US$) diperlukan biaya sumberdaya domestik 0,83 dolar (Rp 7.605,00) untuk skala usaha ≤ 5000 ekor dan 0,80 US$ (Rp 7.330,00) biaya untuk skala usaha > 5000 ekor. Pada kondisi harga pakan sama dengan harga efisiensinya, keuntungan privat meningkat Rp 9.067.545,00 (104%) pada skala ≤ 5000 ekor dan Rp 17.292.898,00 (64%) pada skala > 5000 ekor. Hilangnya inefisiensi pemasaran pakan, baik karena distorsi kebijakan maupun kegagalan pasar, menyebabkan biaya produksi ayam pedaging pada kedua skala usaha akan menurun. Harga pakan yang efisien juga memperkuat keunggulan kompetitif. Nilai PCR pada skala usaha ≤ 5000 ekor menurun dari 0,97 menjadi 0,93 dan pada skala > 5000 ekor menurun dari 0,94 menjadi 0,91. Hal ini berarti bahwa biaya faktor domestik yang diperlukan untuk mendapatkan nilai tambah satu satuan devisa (1 US$) pada kedua skala usaha menurun masing-masing 0,04 US$ (Rp 363,00) dan 0,03 US$ (Rp 273,00). Pada kondisi harga daging ayam sama dengan harga efisiensinya, keuntungan privat meningkat sebesar Rp 34.989.546,00 (403%) dari Rp 8.689.809,00 menjadi Rp 43.679.355,00,00/tahun pada skala ≤ 5000 ekor, dan sebesar 70.951.991 (261%) dari Rp 27.186.579,00 menjadi Rp 98.138.571,00 untuk skala > 5000 ekor. hilangnya inefisiensi pemasaran daging ayam, baik karena distorsi kebijakan maupun kegagalan pasar, menyebabkan keuntungan pada kedua skala meningkat. Harga daging ayam yang efisien juga memperkuat keunggulan kompetitif. Nilai PCR menurun dari 0,97 menjadi 0,85 pada skala ≤ 5000 ekor dan dari 0,94 menjadi 0,82 pada skala > 5000 ekor. Ini berarti bahwa biaya faktor domestik yang diperlukan untuk mendapatkan nilai tambah satu satuan devisa (1 US$) pada kedua skala usaha menurun sebesar 0,12 US$ (Rp 1.090,00). Kondisi nilai tukar mengalami depresiasi sebesar Rp 328,00 (3,61%) menjadi Rp 9413,00/US$ menyebabkan profitabilitas privat menurun sebesar Rp 6.187.902,00 (71%) pada skala skala ≤ 5000 ekor dan Rp 11.695.246,00 (43%) pada skala > 5000 ekor. Penurunan profitabilitas ini disebabkan peningkatan harga pakan dan OVD. Keunggulan kompetitif pada kedua skala usaha juga menurun, masing-masing ditunjukkan oleh peningkatan nilai PCR dari 0,97 menjadi 0,99 dan dari 0,94 menjadi 0,97. Apresiasi nilai tukar rupiah sebesar Rp 197,00 (2,17%) menjadi Rp 8.888,00/US$ berdampak terhadap peningkatan profitabilitas privat
English Abstract
Broilers contribute 3,80 kg (9%) to the meat consumption of 7,75 kg, and1.018.734 tons (47,66%) against domestic meat production accounted for 2.137.601 tons (2008) in total. In 2004-2006, Indonesia exported chicken meat of 100,9 tons, 20,1 tons, and 25 tons, while the import volume in 2008 was only 7495,1 tons (0,74%) of production. This proves that Indonesia has self-sufficient and likely to re-export chicken meat. This study aims: (1) To analyze the level of financial and economic efficiency of broiler partnership in Malang, (2) To analyze the competitive and comparative advantage level of broiler partnership in Malang; and (3) To analyze the sensitivity of changes in feed prices, the price of chicken meat, and the value of exchange rate against the efficiency and competitiveness level of broiler partnership in Malang. The study site was purposively determined in Malang which was a production center of the largest broiler chicken farms in the province of East Java, that of 16.020.443 (28,11%) of 56.993.63 chicken population of East Java. Samples study consisted of 69 breeders (13%) of 533 plasma farmers, 5 firms of 13 partnership companies, and 2 whole seller who have the chicken slaughterhouse. Farmers were divided into two groups based on the scale of maintenance per production cycle on a scale of ≤ 5000 chickens (small scale) and the scale of ≥ 5000 chickens (large scale). Analysis tool used was the Policy Analysis Matrix (PAM). Income, tradable input costs, the cost of domestic factors, and profits were calculated based on market prices for financial analysis and social price for analysis the economy. Tradable inputs and domestic factors were separated based on the foreign and domestic component. Financial efficiency analysis used profitability indicators in market prices, while economic efficiency analysis used a profitability analysis on social price. Level of competitive advantage was shown by the indicator Private CostRatio (PCR) and comparative advantage by the Domestic Resource Cost Ratio (DRCR).The impact of policy distortions and market failures were known from the indicator of Transfer Output (OT), Input Transfer (IT), Transfer Factor (FT), Net Policy Transfer (NT), Nominal Protection on Output Coefficient (NPCO), Nominal Protection Input on Coefficient (NPCI), Effective Protection Coefficient (PC), Profitability Coefficient (PC), and the Subsidy Ratio to Producer (SRP). Broilers partnership in Malang was making a private profit of Rp 8.689.809,00 on a scale of ≤5000 chickens and Rp 27.186.579,00 on a scale of ≥ 5000chickens, lower than its individual social benefits of Rp 50.970.048,00 and Rp 111.979.441,00 in total. This was due to breeders obtained private price at Rp 9.733,00 to 19.674,00/kg carcass, cheaper than the social price of carcass at Rp 21.220,00/kg. The difference between the two scales of business was caused by economic factors and technical factors. Viewed from the economic factors, breeders who was on a scale of ≤ 5000 chickens turn out to obtain input prices (feed and livestock medicine) and output prices cheaper than those on scales of ≥ 5000 chickens. Viewed from the technical side, on a scale of ≥ 5000 chickens breeders produce values of feed conversion, body weight, and mortality of chickens better than those on a scale of ≤ 5000 chickens. Broilers partnership in Malang ad the advantage competitive indicated by PCR at 0,97 for breeders who was on a scale of ≤ 5000 chickens and 0.94 for those on a scale of ≥ 5000 chickens. This means that to get value-added one unit of foreign currency (1US$) required cost of domestic resources of 0.97 US$ (Rp 8.813,00) for breeders on a scale of ≤ 5000 chickens and 0.94 US$ (Rp8.540,00) to those on a scale of ≥ 5000 chickens. Broiler chickens partnership in Malang also had a comparative advantage indicated by the DRCR value of 0.83 for the breeders on a scale of ≤ 5000 chickens and 0.80 for those on a scale of ≥ 5000 chickens. This figure means that in order to save one unit of foreign currency (1US$) required domestic resources cost 0.83 dollar (Rp7.605,00) for breeders on a scale of ≤ 5000 chickens and 0.80 US$ (Rp7.330,00) for breeders on a scale of ≥ 5000 chickens. Under the conditions of feed price equals to the efficiency price, private profits increase to Rp 9.067.545,00 104%) on a scale of ≤ 5000 chickens and Rp 17.292.898,00 (64%) on a scale of ≥ 5000 chickens. The loss of food marketing inefficiencies, either because of policy distortions or market failures, leads to the decline of production cost of broiler chicken on both scale of the business. An efficient feed price also strengthens competitive advantage. PCR value on a scale of ≤ 5000 chickens decreased from 0.97 to 0.93 and on a scale of ≥ 5000 chickens decreased from 0.94 to 0.91.This means that the cost of domestic factors required to obtain value-added of foreign income (1US$) on boths cale of business was down at US$ 0.04 (Rp 363,00) and US$ 0.03(Rp 273,00) respectively. Of the conditions where the price of chicken meat was similar to the price efficiency, private profits increased significantly Rp 34.989.546,00 (403%) of Rp 8.689.809,00 to Rp 43.679.355,00/year on a scale of ≤ 5000 chickens, and a total of 70.951.991 (261%) from Rp 27.186.579,00 to Rp 98.138.571,00 for the breeders on a scale of ≥ 5000 chickens. The disappearance of chicken meat marketing inefficiencies, either because of policy distortions and market failures, leads to the increase profitability in both scales business. The efficient chicken meat prices also strengthen competitive advantage. PCR values decreased from 0.97 to 0.85 for the breeders on a scale of ≤ 5000 chickens and from 0.94 to 0.82 for the breeders on a scale of ≥ 5000 chickens. This means that the cost of domestic factors required to obtain value-added of foreign income (1 US $) on both scale of business decreased by US$ 0.12 (Rp 1.090, 00). The condition of exchange rate depreciated by Rp 328,00 (3,61%) to Rp 9.413,00/US$ caused the private profitability decrease by Rp 6.187.902,00 (71%) on a scale of ≤ 5000 chickens and Rp 11.695.246,00 (43%) on a scale of ≥ 5000 chickens. Decline in profitability was due to an increase in feed prices and livestock medicine. Competitive advantages in both scale of business also decreased, indicated by an increase in the value of PCR from 0.97 to 0.
| Item Type: | Thesis (Doctor) |
|---|---|
| Identification Number: | DES/658.15/SUT/a/061200801 |
| Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 658 General management > 658.1 Organization and financial management |
| Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan |
| Depositing User: | Endro Setyobudi |
| Date Deposited: | 16 May 2014 14:26 |
| Last Modified: | 16 May 2014 14:26 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/161137 |
Actions (login required)
 |
View Item |