Sujatmoko, Emanuel (2012) Bentuk Hukum dan Penyelesaian Sengketa Kerjasama antar Pemerintah Daerah. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Sebagaimana dinyatakan dalam dasar menimbang huruf a Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa `penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.` Untuk mewujudkan tujuan tersebut kerjasama antar pemerintah daerah merupakan suatu yang tidak dapat dihindarkan lagi. Hal tersebut mengingat bahwa banyak urusan daerah tidak dapat dilakukan sendiri kecuali dilakukan kerjasama dengan pemerintah daerah lainnya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada kerjasama antar pemerintah daerah dituangkan dalam berbagai bentuk hukum. Dalam Pasal 195 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan kerjasama antar pemerintah daerah dalam bentuk keputusan bersama, sedangkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, mengaturnya dalam bentuk perjanjian. Selain dua bentuk hukum tersebut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Cara kerjasama Daerah, juga mengenal ―kesepakatan bersama ‖ sebagai bentuk kesepakatan sebelum ditandatanganinya perjanjian. Kesepakatan bersama maupun perjanjian sebagai bentuk hukum pengaturan kerjasama antar pemerintah daerah, tidak dikenal sebagai produk hukum daerah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Nomor 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang menyatakan bahwa produk hukum daerah meliputi: (a) peraturan daerah atau nama lainnya, (b) peraturan kepala daerah, dan (c) peraturan bersama kepala daerah. Penuangan kerjasama antar pemerintah daerah dalam bentuk keputusan bersama atau peraturan bersama mempunyai karakter yang berbeda dengan perjanjian. Keputusan maupun peraturan merupakan tindakan sepihak yang ditujukan pada pihak lain, sehingga bila terjadi pelanggaran pihak yang dikenai keputusan atau peraturan itulah yang melanggar. Sedangkan pihak pembentuk keputusan atau peraturan berperan dalam penegakan hukum. Hal tersebut berbeda dengan perjanjian yang dibentuk oleh para pihak dan dilaksanakan oleh para pihak, serta dipertahankan atau ditegakan sendiri oleh para pihak yang melakukan perjanjian. Beranjak dari uraian tersebut tersebut, permasalahan dalam penelitian ini yaitu: pertama apa implikasi yuridis keberlakuan hukum dari adanya inkonsistensi pengaturan kerjasama antar pemerintah daerah. Kedua apa bentuk hukum yang tepat untuk mengatur kerjasama antar pemerintah daerah, dan bagaimana penyelesaian sengketa kerjasama antar pemerintah daerah. Penelitian ini merupakan penelitian normative dengan meneliti bahan hukum primer perupa peraturan perundang-undangan yang relevan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku atau literature lainnya. Untuk menganalisis permasalahan yang dikemukakan digunakanlah kerangka teoritik berupa terori kewenangan, teori tindak pemerintahan, dan teori perjanjian. Analisis terhadap permasalahan pertama berkenaan dengan implikasi yuridis keberlakuan hukum pengaturan kerjasama antar pemerintah daerah. Dalam analisis ini ditemukan bahwa Keputusan bersama maupun peraturan bersama sebagai tempat pengaturan kerja sama , tidak sama dengan perjanjian. Keputusan bersama maupun peraturan bersama memiliki karakter publik sebagai wujud dari kewenangan pemerintahan dan merupakan tindakan sepihak, sedangkan perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah merupakan campuran antara hukum publik dan hukum perdata. Secara substansiil obyek kerjasama antar daerah merupakan kewenangan daerah, baik yang berkenaan dengan pengelolaan kekayaan daerah maupun kebijakan pemerintah daerah yang sifatnya memerupakan suatu beleidsregel , sehingga naskah kerjasama antar pemerintah daerah tidak mempunyai kekuatan mengikat secara langsung bagi masyarakat. Artinya hal tersebut tidak dapat dipaksakan, karena tidak dapat dimuati sanksi. Perjanjian sebagai bentuk hukum kerjasama antar pemerintah daerah tidak saja bertumpu pada asas-asas berkontrak melainkan juga bertumupu pada keadilan sosial yang ingin diwujudkan, serta juga bertumpu pada norma pemerintahan, baik peraturan perundang-undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik. Perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maupun sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Nomor 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah tidak termasuk produk hukum daerah, sehingga perjanjian kerjasama tersebut tidak diumumkan melalui lembaran daerah ataupun berita daerah. Mengingat perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah tidak termasuk produk hukum daerah, maka perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah tersebut tidak diumumkan dalam lembaran daerah atau berita daerah. Sesuai dengan adagium fiksi hukum, bahwa setiap orang dianggap tahu akan hukum, sejak hukum (peraturan) tersebut diundangkan/diumumkan. Sesuai dengan adagium tersebut perjanjian kerjasama antar pemerintah daerah tidak kekuatan memaksa terhadap masyarakat. Dalam kerjasama antar pemerintah daerah dimungkinkan akan lahir sengketa, penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 198 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Pasal 14, pasal 15 peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 melalui Gubernur atau Menteri Dalam Negeri merupakan penyelesaian secara politik dan masih menunjukan tipe hukum represif yang mengedepankan keadilan prosedural dari pada keadilan substantive. Walaupun demikian Penyelesaian sengketa kerjasama antar pemerintah daerah dimana kebijakan sebagai obyek perjanjian penyelesaian sengketanya perlu mendasarkan ketentuan Pasal 198 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Pasal 14, pasal 15 peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007, hal tersebut berkenaan dengan prinsip-pri
English Abstract
As it stated in the considering provision a) of Law number 32 year 2004 on Local government that `regional administration aimed to accelerate the realization of public welfare through improvement, services, empowerment, and community involvement, as well as enhancing regional competitiveness with underlined to the principles of democracy, equality, justice, privilege and specificity of a region within the system of the Republic of Indonesia`. To realize these goals, cooperation between local governments is needed, it is given that many regional affairs cannot be done by themselves unless in cooperation with other local governments. According to existing legal regulation, the inter-regional government cooperation is stated in various legal forms. Article 195 of Law Number 32 year 2004 choose Joint Decree as the legal form of inter-regional cooperation, while article 5 of the Government Regulation Number 50 year 2007 regarding Local Cooperation establish the cooperation in the form of Agreement. Besides those two legal form of inter-regional cooperation, Ministerial Regulation No. 22 of 2009 on the Technical procedure on inter-regional cooperation stipulate ―memorandum of understanding ‖ as form of understanding between two parties before the agreement is signed. Memorandum of understanding and agreement as the legal form of the inter-regional government cooperation is not recognized as legislation product of local government as it promulgated in Article 3 of Ministerial Regulation No. 53 of 2011 on the Establishment of the Regional Legislation Products, which states that the Regional Legislation product includes: (a) Local regulation or in other names of it; (b) Decree/regulation of the head of the government, and (c) Joint decree/joint regulation of the Head of the governments. Joint decree/regulation as the legal form of the inter-regional government cooperation has different character with the agreement. Decree or regulation is unilateral action aimed to the other party. In case of infringement, therefore, the party which as object of the decree is the one who do such thing. Meanwhile law implementing agency who formed the decree or regulation act in the legal enforcement. Different with decree or regulation, agreement is formed, implemented, and enforced by the parties. Based on description above, the issue of this research namely: first, what is the juridical implication of the legal enforceability of any inconsistency of inter-regional government cooperation arrangements. Secondly, what is adequate legal form to regulate inter-regional government cooperation, and how is disputes settlement mechanism for that cooperation. This research is normative research with using primary legal sources (relevant statute) and secondary legal sources, like books and other literatures as the object. In order to analyse the issues, theoretical framework are used, includes authority theory, government action theory, and theory of an agreement. Analysis on the first issue begins with juridical implication of the legal enforceability of any inconsistency of inter-regional government cooperation arrangements. Findings obtained that joint decree or joint regulation as legal form of inter-regional government cooperation is not the same as the agreement. Joint decree or joint regulation has public character as a manifestation of the government authority and act as a unilateral action. Meanwhile the agreement between regional governments is mixture between public law and private law. From the substance perspective, object of the inter-regional government cooperation are regional authority, with respect to related to local asset management and regional government policies which has the character as beleidsregel. Hence, the agreement between regional governments does not have direct binding power to the society. It means that such agreement cannot be enforced since it cannot be loaded with the sanctions. Agreement as the legal form of the inter-regional cooperation is not only relies on the principles of contract but also the social justice purpose as well as the government norms, legislation and good governance principle. The inter-regional government cooperation agreement in accordance with the provisions of article 7 and article 8 of the Law Number 12 of 2011 regarding the Establishment of Legislation product and Article 3 of Ministerial Regulation No, 53 of 2011 on the Establishment of the Regional Legislation Product is not include regional legislation product, therefore the agreement cannot be promulgated in the local state gazette or local sheet. In the light of that the inter-regional cooperation agreement is not included in regional legislation product, and therefore cannot be promulgated in the local state gazette or local sheet. According to the maxim of legal fiction that every person deemed to know the law since it was enacted. Hence, based on that maxim, the inter-regional cooperation agreement did not have binding power to the society. In the inter-regional government cooperation, dispute could be arising. The disputes settlement mechanism as provided in Article 198 of Law Number 32 of 2004, and Article 14 and Article 15 of Government Regulation No. 50 of 2007 through the Governor or the Ministry of the Interior, is the form of political solution and still shows the type of repressive laws that promote procedural justice more than substantive justice. Nonetheless, such disputes settlement mechanism based on Article 198 of Law Number 32 of 2004 and Article 14 and article 15 of Government Regulation No. 50 of 2007 with the object of government policy is required due to its relation to the unitary state principles. In terms of such disputes settlement related to the right and obligation which resulted in bear the load and burden the local budget, and bear the burden for the community, the disputes settlement mechanism can conduct through the Supreme
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/347.09/SUJ/b/061304374 |
Subjects: | 300 Social sciences > 347 Procedure and courts > 347.09 Dispute resolution |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 04 Jul 2013 12:10 |
Last Modified: | 04 Jul 2013 12:10 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160937 |
Actions (login required)
View Item |