Syaugi (2011) Harmonisasi Hukum Al-Bai' (Jual Beli) dan Contracts for the International Sale of Goods (CISG) di Bidang Kontrak Jual Beli Barang sebagai Upaya Positivisasi Hukum Islam di Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Upaya harmonisasi hukum merupakan topik yang banyak dibicarakan para sarjana hukum dan pelaku bisnis. Upaya harmonisasi hukum terhadap aturan-aturan substantif hukum perdagangan internasional dipandang cukup efisien untuk memungkinkan terhindarnya konflik di antara sistem-sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara. Tujuan utama harmonisasi hukum berupaya mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada (yang akan diharmonisasikan). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mempelajari dan menganalisis serta menemukan konsep harmonisasi hukum al-bai` (jual beli) dan CISG di bidang kontrak jual beli barang. Teori yang dipergunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah Teori Maslahah Yang Berkeadilan sebagai Grand Theory , dan didukung oleh teori akad dan perjanjian sebagai Middle Range Theory serta teori harmonisasi hukum sebagai Applied Theory . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan maslahah , pendekatan perundang-undangan, pendekatan filsafat hukum, pendekatan konseptual, pendekatan perbandingan hukum, pendekatan Hermeneutika hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-bai` tidak hanya sekedar obligatoir, tetapi juga sekaligus levering. Akad al-bai` tidak hanya cukup secara faktual, tetapi juga harus sah secara syar`i. Hukum kontrak syari`ah, termasuk akad al-bai` sangat ketat terhadap keabsahan suatu akad, khususnya yang berkaitan dengan objek akad. Larangan jual beli yang bendanya tidak ada dipahami dalam konteks objek tidak bisa dipastikan dapat diserahkan kepada pembeli. Objek akad terkait dengan tujuan akad. Suatu kontrak jual beli dinyatakan sempurna dan valid jika barang dan harga jual dilakukan pada saat terjadinya kontrak penjualan. Dalam kontrak jual beli, maka para pihak mempunyai kepemilikan penuh atas objek dan objek tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan pihak ketiga. CISG tidak hanya sekedar obligatoir , tetapi juga sekaligus levering . CISG dalam mengatur kontrak semata-mata dilihat dari asas konsensualisme, sehingga ketiadaan barang pada saat kontrak jual beli tidak mempengaruhi keabsahan kontrak. CISG tidak mengatur tentang hubungan hukum antara sahnya akad dengan implikasinya. Kontrak jual beli dalam CISG di samping memerlukan persetujuan kedua belah pihak, juga memerlukan tindakan nyata. Dalam hal kejelasan harga, maka CISG kelihatannya menerapkan standar ganda, di mana di satu sisi mensyaratkan adanya kesepakatan mengenai harga untuk sahnya suatu kontrak, namun di sisi lain terbentuknya suatu kontrak secara sah tanpa adanya suatu harga yang ditetapkan ( open price ). Barang yang diperjualbelikan harus bebas dari setiap hak dan tuntutan pihak ketiga, kecuali pembeli setuju untuk menerima barang dengan tunduk kepada hak dan tuntutan tersebut. Norma-norma hukum al-bai` jiika dikaitkan dengan hukum kontrak jual beli barang internasional, yaitu CISG, selain ditemukan persamaannya, ada juga perbedaanya. Persamaan dari kedua norma tersebut antara lain adanya pemindahan hak milik pada saat kontrak, adanya ketegasan jumlah dan harga pada saat kontrak, adanya hubungan kausalitas antara penawaran dan penerimaan, lebih mengutamakan tindakan nyata dalam penerimaan ( kabul ), penawaran dapat ditarik ( khiyar ruju` ), syarat tambahan dalam kontrak, dan adanya perlindungan hukum yang seimbang antara para pihak (penjual dan pembeli). Sedang perbedaannya antara lain tentang keabsahan kontrak khususnya yang terkait dengan kehalalan barang, akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang, keberadaan objek pada waktu akad, adanya ketentuan bunga, kontrak yang melibatkan pihak ketiga, dan bolehnya ketidaktegasan harga dalam kontrak. Perbedaan-perbedaan yang ada di dalam norma al-bai` dan norma CISG perlu diharmonisasikan agar tidak menimbulkan problem hukum ( syari` ) antara kedua norma tersebut. Adapun metode harmonisasi hukum yang dilakukan adalah melalui harmonisasi ketentuan substantif, yakni dengan menyeragamkan norma-norma substantif dari hukum kontrak yang terdapat dalam al-bai` dan CISG. Sejalan dengan adanya upaya pembaruan hukum kontrak, perlu juga mengakomodasi hukum kontrak syari‘ah dalam rangka memberi warna hukum perjanjian Indonesia, khususnya tentang jual beli dikaitkan dengan perdagangan internasional. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hukum kontrak syari‘ah untuk diakomodasi sebagai upaya positivisasi hukum Islam dalam rangka pembaruan hukum perjanjian Indonesia adalah: (1) al-bai` dalam hukum Islam tidak hanya menganut prinsip konsensual, tetapi juga prinsip riil; (2) kontrak syari‘ah menekankan aspek tujuan akad ( causa ) berkaitan dengan objek akad; (3) kontrak syari‘ah memberikan perlindungan yang berimbang kepada kedua belah pihak dalam akad jual beli; (4) kontrak syari‘ah sekalipun berangkat dari ajaran Islam, namum norma-norma hukum yang mengatur di dalamnya bersumber pada ajaran Islam yang berkaitan dengan muamalat, di mana secara prinsip aturan-aturannya bersifat terbuka, tidak seperti ajaran Islam di bidang ibadah yang aturan-aturannya tertutup, dapat mengakomodasi norma-norma baru sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari‘ah.
English Abstract
The means of law harmonization is a very popular topic discussed by law scholars and business practitioners. The means of law harmonization through the substantive rules of the law of international trading is regarded efficient to prevent conflicts among systems of law which are subscribed by each country. The main goal of law harmonization is to look for homogeneity from fundamental principles through all of systems of law available (which will be harmonized). This research is aimed to describe, learn, analyze and find the concept of al-bai‘ (selling and buying) law and CISG in the contract of selling and buying things. Theory administered to analyze this observation is the Theory of Fair Mashlahah as the Grand Theory, and supported by Theory of Covenant and Treaty as the Middle Range Theory and also Theory of Law Harmonization as the Applied Theory. Method administered in this research is the research of normative law with mashlahah approach, legislation approach, philosophy of law approach, conceptual approach, comparison of law approach, and hermeneutics of law approach. The result of the research shows that al-bai‘ is not only an obligatoir , but also a levering . The covenant of al-bai‘ is not only enough by factuality, but also it should be acceptable according to syar‘i . The law of syari‘ah contract, including al-bai‘ covenant is really tight through the validity of a covenant, especially relating to the object of covenant. The ban of selling and buying whose things cannot be understood in the context of object cannot be given to the buyers. The object of covenant is related to the goal of covenant. A contract of selling and buying can be regarded as valid and perfect if the things and the price of selling are done through the contract of selling. In the contract of selling and buying, all sides have full ownership through the object and the object does not have any business with the third side. CISG is not only an obligatoir , but also a levering . CISG in arranging the contract is viewed from the principle of consensus so that the absence of the things will not affect the validity of the contract. CISG does not arrange the relationship of law between the validity of a covenant and its implications. The contract of selling and buying in CISG, instead of requiring an agreement between two sides, requires real actions. In a matter of price clarity, CISG applies double standard, where one side requires an agreement about price to make a contract valid, and one other side requires a valid contract without any open price. The things being sold and bought must be free of rights and demand of the third side, expect the buyer who agrees to receive the things and complies to the rights and demands. The law norms of al-bai‘ if it is related to the law of international selling and buying contract, which is CISG, besides having been found the similarity, also have differences. The similarity between the two norms is that there are a displacement of ownership in the contract, a firmness of amount and price through the contract, a causal relationship between offer and demand; it prioritizes true actions in the acceptance ( kabul ), the offer can be withdrawn ( khiyar ruju‘ ), additional prerequisites in the contract, and there is also a balance legal protection between the sides (sellers and buyers). The differences are about the validity of the contract especially related to the halal of things, the cause resulted from the use of the things, the availability of object in the covenant, a contract including the third side, the rules of interest, and the allowance of price indecision in the contract. The differences in the norm of al-bai‘ and CISG norms should be harmonized so that it will not cause problems of law ( syari‘ ) between the two norms. Method of law harmonization that should be done is by harmonizing the substantive rules, which is by uniforming substantive norms from the law of contract in al-bai‘ and CISG. Along with the means of reformation of law contract, it is needed to accommodate the law of syari‘ah contract in a matter of giving colors to the Indonesia law treaty, especially regarding to selling and buying related to the international trading. Some things that should be considered in the law of syari‘ah contract to be accommodated as a means of Islamic law positivistic through the reformation of Indonesia law treaty are: (1) al-bai‘ in Islamic law does not only apply the principle of consensus, but also principle of reality; (2) syari‘ah contract emphasizes the aspect of covenant goal ( cause ) related to the object of covenant; (3) syari‘ah contract gives a balance protection to both sides in the covenant of selling and buying; (4) syari‘ah contract starts from Islamic study, but the law norms arranging it sources from Islamic study relating to muamalat , where according to its principles, the rules are open, and they are different from Islamic study in a matter of praying which rules are closed, it can accommodate the new norms as far as it is not against the syari‘ah principles.
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/346.02/SYA/h/061102526 |
Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law > 346.02 Juristic acts, contracts, agency |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 08 Nov 2011 16:03 |
Last Modified: | 11 Jan 2023 03:46 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160904 |
![]() |
Text
SYAUGI.pdf Download (4MB) |
Actions (login required)
![]() |
View Item |