Kebijakan Formulasi terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda-Benda Sakral dalam KUHP Indonesia

Darma, IMadeWirya (2012) Kebijakan Formulasi terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda-Benda Sakral dalam KUHP Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Pencurian benda-benda sakral di Bali, dalam pandangan masyarakat adat, merupakan suatu delik adat, walaupun tindak pidana tersebut merupakan delik umum (karena telah diatur dalam KUHP). Adanya pandangan yang menganggap pencurian benda-benda sakral sebagai delik adat, konsekuensinya adalah dalam penyelesaian kasuspun memerlukan adanya suatu penjatuhan sanksi yang dalam hukum adat dikenal dengan sebutan `reaksi adat` atau `pemenuhan kewajiban adat`. Reaksi adat merupakan suatu tindakan yang diperlukan dalam rangkaian pengembalian keseimbangan masyarakat dalam kasus-kasus delik adat, terutama delik adat yang menurut masyarakat hukum adat merupakan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan magis. Dilihat dari KUHP pencurian benda-benda suci (sakral), seperti pencurian pretima, tapakan ataupun benda-benda sarana upacara keagamaan lain, tidak lebih dari kejadian kriminal biasa, tetapi dalam pandangan masyarakat adat di Bali umumnya, pencurian benda-benda sakral merupakan suatu pelanggaran adat yang memerlukan suatu upaya pemulihan keadaan. Penyelesaian kasus-kasus pencurian benda sakral melalui mekanisme peradilan pidana masalah sanksi pemenuhan kewajiban adat bagi hakim sendiri akan terbentur pada ketentuan Pasal 10 KUHP, yang tidak menyebutkan pemenuhan kewajiban adat sebagai salah satu jenis pidana. Secara normatif, Pasal 5 ayat (3) sub b UU No.1 Drt/ 1951 memungkinkan hakim untuk menjatuhkan sanksi adat, namun dalam praktek hal tersebut sangat jarang dilakukan. Beranjak dari latar belakang fakta dan pemikiran awal yang telah dipaparkan sebagaimana tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Kebijakan Formulasi mengakomodasi norma pencurian benda-benda sakral dalam KUHP Nasional yang akan datang ? 2. Bagaimana Kebijakan Formulasi perumusan jenis sanksi tentang pencurian benda-benda sakral untuk merealisasi tuntutan masyarakat adat dalam implementasi KUHP Nasional mendatang ? Tujuan penelitian berhubungan dengan paradigma `science as product` dalam artian tertuju pada apa yang dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu : Untuk mendeskripsi serta melakukan analisis mendalam tentang permasalahan : Bagaimana perumusan norma pencurian benda-benda sakral sebagai unsur pemberatan tindak pidana pencurian serta untuk mendeskripsi serta melakukan analisis mendalam tentang: Jenis sanksi yang sesuai terhadap pencurian benda-benda sakral untuk merealisasi tuntutan masyarakat adat dalam implementasi KUHP Nasional mendatang. Penelitian `Kebijakan Formulasi terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda-benda Sakral dalam KUHP Indonesia` ini merupakan penelitian hukum normatif, atau lingkup ilmu hukum dogmatik. Ilmu hukum dogmatik memiliki karakter `sui-generis`. Karakter `sui-generis` ini antara lain memiliki suatu sifat empiris-analitis, yang memberikan suatu pemaparan dan analisis tentang isi (struktur) dari hukum yang berlaku; ilmu hukum mensistematisasi gejala-gejala hukum yang dipaparkan dan dianalisis itu; bersifat hermeneutis (menginterprestasi) hukum yang berlaku; melakukan penilaian terhadap hukum yang berlaku; memberikan model teoritis terhadap praktek hukum. Kerangka dasar Teoritik meliputi, Teori Kebijakan, Teori Keadilan, Tipologi Hukum, Aliran-aliran dalam hukum Pidana, Teori tujuan pemidanaan serta teori tentang pembaharuan hukum pidana. Adapun kerangka konsep penelitian meliputi, Kebijakan Formulasi, Tindak Pidana Pencurian, Benda-benda Sakral dan Delik Adat. Kebijakan formulasi pencurian benda-benda sakral belum dirumuskan secara tersendiri dalam KUHP, sehingga ada kekosongan norma tentang tindak pidana pencurian benda-benda sakral. Pencurian benda sakral yang dalam pandangan masyarakat adat hukum di Bali merupakan delik adat, konsekuensinya adalah dituntut adanya pemenuhan kewajiban adat. Putusan hakim tentang pencurian benda sakral putusan didasarkan atas ketentuan hukum tertulis (KUHP), yaitu : Pasal 362 dan Pasal 363 ayat (1) ke 4 dan ke 5 KUHP. Dalam putusan-putusan pengadilan negeri tentang pencurian benda-benda sakral, hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan KUHP, sebagai akibat kedua jenis tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana umum, sehingga bagi orang yang berpandangan formal legalistik putusan tersebut sangat tepat dan dapat dibenarkan. Permasalahannya, karena perbuatan pencurian benda-benda sakral tersebut di samping mengakibatkan kerugian materiil, juga kerugian immateriil, masih memerlukan bentuk pemidanaan di luar ketentuan Pasal 10 KUHP.

English Abstract

Theft of sacred objects in Bali, in the view of Adat community, is a Adat delict, even though this criminal offense is a common delict (as set out in the Criminal Code). The view that considers theft of sacred objects as Adat delict, the consequence to a case settlement is require the imposition of sanctions in the Adat law known as the `Adat reaction` or `fulfillment Adat obligation`. Adat reaction is a necessary action in the series return of the balance of society in cases of Adat delict, particularly Adat delict which according to Adat community is an act that could lead to an imbalance of magical. Judging from the formal legal theft of sacred objects (sacred), such as theft Pretima, foundation or objects other means of religious ceremonies, no more than ordinary criminal incident, but in view of Adat community in Bali generally, theft of sacred objects is a Adats violations that require a state of recovery efforts. Settlement of the theft of sacred objects cases are through the mechanism of the criminal judicial sanctions in connection with fulfillment Adat obligation for the judge alone will knock on the provisions of Article 10 of the Criminal Code, which does not mention the fulfillment of Adat duty as a kind of criminal. Normatively, the Article 5 paragraph (3) sub b DRT Act 1/1951 allows judges to impose sanctions Adat, but in practice it is very rare. Moving on from the background facts and original ideas that have been exposed as described above, the problem can be formulated as follows: 1. How the formulation of norms theft sacred objects as elements of the crime of theft weighting? 2. Is the appropriate type of sanction against the theft of sacred objects to realize the demands of Adat community in the upcoming implementation of the National Criminal Code? Research purposes related to the paradigm of `science as product` in the sense fixed on what is encapsulated in the formulation of the problem, namely: To describe and perform a thorough analysis of the problem: How does the formulation of norms theft of sacred objects as elements of weighting of the crime of theft and to describe and perform a thorough analysis of: Type the appropriate sanctions against the theft of sacred objects to realize the demands of Adat community in the implementation of the Criminal Code national in the future. The study `Policy Formulation for Theft of Sacred Objects in the Indonesian Criminal Code` is a normative legal research, or the scope of dogmatic legal science. Dogmatic science of law has the character `sui generis-`. Character `sui generis,` among others, has an empirical-analytical nature, which give a presentation and analysis of the content (structure) of the applicable law; jurisprudence systematized of law symptoms that presented and analyzed it; be hermeneutical (interpret) applicable law; conduct an assessment of the applicable law; provide a theoretical model to the practice of law. Theoretical basis of the framework include, Policy Theory, Theory of Justice, Legal Typology, Stream-flow in Criminal law, Sentencing Purpose Theory and the Theory of Criminal Law Reform. The conceptual framework includes research, Formulation Policy , Theft Crimes, Sacred Objects and Adat Delict. Policy formulation theft sacred objects have not been formulated as specific in the Criminal Code, so there is a vacancy norm of criminal theft of sacred objects. Theft of sacred objects in the view of the law of Adat community in Bali is a Adat delict; the consequences are charged a fulfillment Adat obligation. The verdict on the theft of sacred objects is based upon the decision of the written law (Penal Code), namely: Article 362 and Article 363 paragraph (1) to 4 and 5 of the Criminal Code. In the court`s rulings on theft of sacred objects, the judge based his decision on the provisions of the Criminal Code, as a result of these two types of crime is a common crime, and so for those who hold formal legalistic decision is appropriate and justifiable. The problem is, because the act of theft of sacred objects in addition to resulting in material loss, as well as immaterial losses, it still requires a form of punishment beyond the provisions of Article 10 of the Criminal Code.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DES/345.026 2/DAR/k/061201711
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 10 Sep 2012 09:30
Last Modified: 10 Sep 2012 09:30
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160893
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item