Sukinto, YudiWibowo (2012) Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana Penyelundupan di Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan `….untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ……dst.` Untuk mewujudkan tujuan kesejahteraan rakyat tersebut di atas, maka Negara memungut bea masuk dan pajak kepada rakyat, khususnya pengusaha yang melakukan kegiatan usaha import dan eksport melalui kawasan kepabeanan. Tetapi dapat ditemukan pengusaha-pengusaha yang menghindari pungutan bea masuk dan pembayaran pajak kepada Negara dengan melakukan tindak pidana penyelundupan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean merupakan instrument hukum yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku tindak penyelundupan. Namun demikian, formulasi sanksi yang diatur dalam UU Kepabean cenderung mengedepankan formulasi sanksi pidana penjara bagi pelaku tindak pidana penyelundupan dari pada mengutamakan sanksi denda dan pembayaran kerugian keuangan Negara. Dengan demikian, konsep sanksi denda dan pengembalian kerugian Negara yang timbul akibat tindak pidana penyelundupan tidak menjadi prioritas utama dalam tindak penyelundupan yang sangat erat kaitannya dengan perekonomian dan keuangan Negara. Penelitian disertasi ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan dan menganalisis secara kritis formulasi pertanggungjawaban pidana dan sanksi tindak pidana penyelundupan yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean, yang mencerminkan ketidakberpihakan hukum yang mengatur sanksi tindak pidana penyelundupan kepada kepentingan bangsa dan Negara, khususnya kepentingan pengembalian krugian keuangan Negara akibat tindak pidana penyelundupan. Kerangka teoritik yang digunakan untuk menganalisis fenomena formulasi sanksi pidana dalam UU Kepabean meliputi: Grand Theory , yaitu Teori Keadilan; Middle Theory meliputi Teori Pertanggungjawaban Pidana ( Criminal Liability ), dan Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan ( Criminal Liability Corporation ), sedangkan Applied Theory terdiri dari Teori Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan. Penelitian disertasi ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), pendekatan konseptual ( conceptual approach ), dan pendekatan komparatif ( comparative approach ), yaitu dengan studi perbandingan antara Undang-Undang Perubahan Atas Undang-undang Kepabean Republik Indonesia dengan Singapore Customs Act ( Chapter 70 ), Undang-Undang Malaysia Akta Kastam 235, dan Customs Law Of The People`S Republic Of China . Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean lebih mengedepankan kepentingan penegakkan wibawa pemerintah melalui pengaturan yang mengutamakan sanksi pidana penjara yang dikumulatifkan dengan sanksi denda sebagai sanksi tambahan. Padahal tindak pidana penyelundupan merupakan tindak pidana khusus yang berkaitan erat dengan perekonomian dan keuangan Negara. Dengan mendepankan formulasi sanksi pidana penjara maka kerugian keuangan Negara akibat tindak pidana penyelundupan menjadi tidak terbayarkan oleh pelaku tindak pidana. Ini berarti akan mengurangi pendapatan keuangan Negara yang sangat dibutuhkan untuk APBN membiayai pelaksanaan pembangunan nasional yang meningkatkan kesejahteraan rakyat. Semestinya formulasi sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana penyelundupan lebih mengutamakan pembayaran denda dan pengembalian kerugian keuangan Negara. Dalam hal ini sanksi pidana penjara diformulasikan sebatas sebagai sanksi alternatif apabila denda dan kerugian Negara tidak dibayarkan oleh pelaku tindak pidana penyelundupan. Kajian perbandingan mengenai pengaturan pertanggungjawaban pidana dan formulasi sanksi pidana dengan Negara Singapura, Malaysia, dan China menunjukkan bahwa customs Law di Negara-negara tersebut lebih mengutamakan penjatuhan sanksi denda dan pengembalian kerugian keuangan Negara dari pada mengedepankan sanksi pidana penjara bagi pelaku tindak pidana penyelundupan. Pemasukan uang ke Kas Negara terlebih dahulu menjadi prioritas dalam formulasi sanksi pidana, sehingga penjatuhan sanksi pidana denda dan pengembalian kerugian Negara diutamakan, sedangkan sanksi pidana penjara bagi tidak pidana penyelundupan menjadi sanksi yang bersifat alternatif, dengan pengertian apabila sanksi membayar denda dan kerugian Negara tidak dipenuhi terlebih dulu, maka pelaku pidana penjara dijatuhi sanksi pidana penjara. Konsep formulasi sanksi seperti ini disebut sebagai konsep ` imprisonment for non payment of fine `. Dalam rangka kebijakan hukum pidana (penal policy) dan perbaikan instrumen hukum tindak pidana penyelundupan, maka direkomendasikan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean, khususnya mengenai pengaturan perta
English Abstract
In the preamble to the Constitution of 1945 (amendments to IV) in the state ..... `To protect the entire Indonesian nation and the entire homeland of Indonesia and to promote the general welfare ....` That could be the realization of these conditions, the Republic of Indonesia levy import duties and taxes to the people, but there are obstacles that prevent the smuggling of criminal charges, the State has to act decisively to replace Law Nomor 10 Year 1995 About Kepabean amended by Law Nomor 17 Year 2007 concerning Amendment to Law Number 10 Year 1995 About Kepabean. The Act does not contain an indemnification of the State through the concept of formal justice, but to put forward the sanction of imprisonment from the financial penalties to restore losses to the State of the State Treasury from the crime of smuggling, it can be concluded that the law was only put forward the authority of government. Purpose of this study is mainly describe and analyze formulation of criminal responsibility and identify the forms of criminal smuggling in Indonesia, and found the concept and application of the formulation types of criminal penalties for smuggling a criminal offense in accordance with the interests of the nation and the State of Indonesia. Theoretical benefits of this research, to increase their knowledge and repertoire of materials science in the field of law, more particularly customs law in the Republic of Indonesia, it is contributing to law makers that legislative bodies in order to think to make laws customs oriented to the interests of the State and Indonesian nation, put more money to the state treasury. And beneficial as well as enter to increasing enforcement of more rigorous and fair in the field of customs in real terms, in practice, as well as bring greater benefits for the welfare state. Theoretical framework used in this study include: Grand Theory that is theory of Justice; Middle range theory namely theory of Criminal Liability (Criminal Liability), and Criminal Liability Corporate (Criminal Liability Corporation); while the Applied Theory which consists of theory purpose of Criminalization. Then analyzed by the type of normative legal research, the primary legal materials and secondary legal materials. This study used methods of study comparative law is to compare the Law Amendment Act Customs Republic of Indonesia with Singapore Customs Act (Chapter 70), Law Malaysia Act Kastam 235, and the Customs Law Of The People`s Republic Of China (Adopted on January 22, 1987 at the 19th session of the Standing Committee of the 6th National People`s Congress). The law subjects mentioned criminal liability specific, sufficient and detail. That the ratio of customs privileges of the Law; State of Singapore, Negara Malaysia, China and the State, to put forward the revenue to the state treasury first, that criminal penalties apply in advance of the criminal offense is imprisonment for smuggling (alternative sanctions), if a criminal fine of The state is not repaid then the losses will be given imprisonment. But in State Indonesia treated the cumulative penalties for both, so that the precedence of imprisonment, criminal fines of the loss to the State so that always comes up continues, in every place smuggling crime. Of comparative law, a State, then the conclusion in this study found a new concept to enter the legislative changes/revisions/amendments to the Law Amendment Act Customs, the original phrase: .... `imprisonment and a maximum imprisonment ..... , And .... `Criminal fine of at least .... And a maximum fine .... `(the nature of cumulative penalties) is amended by phrase concept revisions/changes/amendments: .... `Shall be sentenced to pay a fine of at least 2 times the loss to the State and maximum four times of the loss to the State or imprisonment .... And the long years ..... (nature of alternative sanctions). The imprisonment in criminal smuggling in Indonesia does not impose the principle of ultimum remedium, causing losses to the state continuously at Law Amendment Act Customs, it is necessary to change/revision/ amendment of the law.
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/345.023 3/SUK/k/061201715 |
Subjects: | 300 Social sciences > 345 Criminal law |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 24 Sep 2012 13:51 |
Last Modified: | 24 Jun 2020 03:26 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160890 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |