Prinsip Individualisasi Pidana dalam Sistem Pidana Minimum Khusus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Parman, Lalu (2014) Prinsip Individualisasi Pidana dalam Sistem Pidana Minimum Khusus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Disertasi dengan judul Prinsip Individualisasi Pidana Dalam Sistem Pidana Minimum Khusus Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dilatarbelakangi oleh terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia yang semakin meluas dan meresahkan. Korupsi merupakan kejahatan yang merampas hak generasi yang akan datang. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, perilaku korupsi sesungguhnya telah melanggar nilai-nilai Pancasila yang merupakan landasan filofofis dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan menghambat tercapainya tujuan Negara sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu upaya dalam mengatasi dan memberantas korupsi adalah dengan menggunakan sarana hukum pidana. Kejahatan korupsi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang menghawatirkan dan bersifat sistemik, endemik yang berdampak sangat luas (systimatic and widespread). Kebijakan hukum pidana dengan sanksinya yang berat diharapkan dapat menekan tingkat korupsi, bahkan sistem pidana yang dianutpun diatur secara khusus dengan menggunakan sistem minimum khusus. Sanksi pidana yang berat cenderung mengabaikan keseimbangan perlindungan kepentingan antara masyarakat dan kepentingan individu, karena terfokus pada perlindungan kepentingan masyarakat (Negara), sehingga mengabaikan kepentingan individu pelaku tindak pidana. Walaupun demikian sanksi pidana yang berat belum efektif menekan tingkat korupsi. Sistem pidana minimum khusus yang kaku dengan hanya menekankan pada perbuatan pidana sebagai perlindungan kepentingan masyarakat dilandasi filosofis pemidanaan klasik dengan tujuan pembalasan atas perbuatan jahat. Pemikiran ini tidak sesuai dengan filosofis Pancasila yang humanistis (mono-dualistik). Kebijakan formulasi sistem pemidanaan dengan menggunakan sistem minimum khusus dalam menanggulangi tindak pidana korupsi, disatu sisi memilki landasan yang rasional, akan tetapi disisi lain pengaturan yang tidak dilengkapi dengan pedoman penerapan pidana telah menimbulkan kekaburan dan bahkan kekosongan norma hukum sehingga terjadi berbagai penafsiran dalam praktek. Dalam penelitian disertasi ini dirumuskan tiga isue hukum yang menjadi permasalahan yaitu: 1). Apakah landasan filosofis kebijakan formulasi sistem pemidanaan tindak pidana korupsi di Indonesia. 2). Apakah kriteria-kriteria prinsip individualisasi pidana dalam sistem pidana minimum khusus tindak pidana korupsi di Indonesia. 3). Bagaimana kebijakan formulasi sanksi pidana minimum khusus dalam tindak pidana korupsi di Indonesia di masa yang akan datang. Untuk membahas dan menganalisis ke tiga permasalah tersebut di atas sebagai pisau analisis digunakan empat teori yaitu 1). Teori Keadilan, 2). Teori Kebijakan Kriminal, 3). Teori Kebijakan Pidana, dan 4). Teori Tujuan Pidana dan Pemidanaan. Setelah dilakukan penelitian dan analisis bahan-bahan hukum diperoleh temuan-temuan sebagai berikut: 1. Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang tergolong serius atau kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), oleh karena itu sistem pemidanaan yang digunakan bersifat khusus. Jenis pidana yang digunagan terdiri dari pidana pokok yaitu pidana penjara, pidana denda dan pidana mati, sedangkan pidana tambahan terdiri dari perampasan barang (termasuk perusahaan terpidana), pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sama dengan harta yang diperoleh dari korupsi, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan paling lama satu tahun, pencabutan seluruh hak atau keuntungan tertentu. Penentuan berat-ringannya pidana menggunakan sistem pidana minimum khusus. Penggunaan sistem pidana minimum khusus dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dari aspek ontologi hakikatnya bertolak dari nilai keadilan yang berorientasi pada ide dasar keseimbangan kualitas tindak pidana yang dilakukan dengan berat-ringannya pidana sebagai wujud perlindungan kepentingan masyarakat dari perbuatan korupsi dan sekaligus sebagai korban tindak pidana korupsi, yang secara aksiologi mengacu pada tujuan pidana klasik yaitu sebagai pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan. 2. Karakteristik prinsip individualisasi pidana adalah: 1). Tanggung jawab pidana merupakan tanggung jawab pribadi dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain, 2). Pidana hanya dijatuhkan terhadap orang yang bersalah, dan 3). Pidana disesuaikan dengan keadaan atau kondisi pelaku sehingga dimungkinkan adanya elastisitas atau fleksibilitas pemidanaan. Prinsip individualisasi pidana dalam sistem pidana minimum khusus tindak pidana korupsi terlihat dari ketentuan Pasal 34 dan 38 (5) mengenai tanggung jawab pidana bersifat pribadi, perumusan kesalahan sebagai unsur tindak pidana dengan menggunakan beberapa istilah seperti: secara melawan hukum, dengan tujuan, dengan maksud, padahal diketahui atau patut diduga, dan dengan sengaja, sedangkan karakter ketiga yaitu pidana disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pelaku, tidak tercermin

English Abstract

Dissertation with the title `The Principle of Sentencing Individualization in the Special Minimium Sentencing System of Corruption in Indonesia` is motivated by the criminal act in Indonesia that broader and make us to be more anxious. The Corruption is a crime looting the future generation rights. In the context national and state life, indeed, the corrupting behavior violates Pancasila values as the philosophical basis and way of life of Indonesian People and impedes to realize the State purposes as formulated in the Preambular of Republic of Indonesia Constitution Year 1945. One of the tool in overcoming and combating the corruption is the criminal law media. In Indonesia, the Corruption has come to the anxious level, to be endemic, systemic and widespread impact. The criminal law policy with the heavy sanction to be hoped may press the corruption level, even the sentencing system adhered in our country use special minimum system. The heavy sanction tend to ignore the proportion of interest for focusing to the interest of state and peoples, so that the individual interest of criminal act perpetrator to be ignored. However, the heavy criminal sanction for the corruption does not efective press the corruption level. The rigid special-minimum sentencing system which only emphasizes criminal acts as society`s security`s need is based on philosophy of classic sentencing which is aimed at revenge for mean action. This consideration is not consistent with the philosophy of Pancasila which is humanistic (mono-dualistic). Although the policy in formulating the sentencing system with the special minimum sentencing system in overcoming the corruption criminal act has rational basis, however, without the application guidance, it causes obscurity even the vacuum of legal norm causing various interpretation in practic. This dissertation research raises three legal issues, namely: (1) What is the philosophical basis for the formulation policy of the sentencing system of criminal corruption act in Indonesia; (2) What is the criteria of the individualized sentencing in the special minimum for the corruption criminal act in Indonesia; and (3) How is the formulation of special minimum criminal sanction in the corruption act in Indonesia in the future. These issues are analyzed use four theories, namely: (1) Justice Theory, ((2) Criminal Policy Theory, (3) Sentencing Policy Theory, and (4) Criminal and Sentencing Purpose Policy. Based on this research may be found that: 1. The essence of the sentencing for corruption in Indonesia is the reflection of the Pancasila`s values which are confession of the Indonesians as the creature of the God, the confession on nobility of the essence and dignity of human as God`s creature as well as elements that can grow consciousness about the obligation of each individual as social being that upholds justice with other members of the community. Sentencing is a facility or instrument aimed at preventing crime by enforcing law in order to protect the community, socializing the convicts through guidance to make them to be good and useful individuals, settling conflict caused by crime, restoring the balance and making peace in the society and freeing the convicts from guilty feeling. Punishment is not aimed at making people suffer nor disgracing human dignity. 2. The characteristic of the individualization principle in the special-minimum sentencing system is reflected from factors which have orientations towards the protection of the crime offender covering principles : criminal responsibility is personal, no punishment without guilt and the punishment must be adjusted with character and condition of the offender. In this way, there is elasticity of punishment. The principle of punishment individualization is realized in the formulation policy on sentencing system, especially the guidance for implementation of punishment. The choice on special-minimum sentencing as a facility to eradicate corruption theoretically has strong basis. It is because corruption is a harmful crime. On the other hand, justice for the offender must also be regarded. The fact that there are not any laws as guidance for the implementation of special-minimum punishment related to favourable factor that can be used by judges shows injustice in individual protection. It is because the minimum limit can be violated.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DES/345.023 23/PAR/p/061404702
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 31 Oct 2014 14:18
Last Modified: 31 Oct 2014 14:18
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160889
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item