Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Parmono, Budi (2011) Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penelitian tentang penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia ini bertujuan untuk menemukan, membahas dan menganalisis kriteria bagian inti delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi menurut UUPTPK 1999 jo. UUPPTPK 2001, dan mengkaji dan menganalisis implikasi normatif kriteria tersebut dengan unsur sifat melawan hukum tindak pidana korupsi menurut UUPTPK 1999 jo. UUPPTPK 2001. Oleh karena itu, metode yang dipergunakan untuk meneliti penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia tersebut adalah metode penelitian yuridis-normatif dengan 4 (empat) pendekatan, yakni : pendekatan sejarah hukum, pendekatan hukum positif, pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan kasus hukum. Ada terdapat 3 (tiga) teori yang menjadi alat analisis dari penelitian tentang penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia tersebut, yaitu : teori wewenang, teori tindak pidana, dan teori sifat melawan hukum. Berdasar atas teori wewenang, penyalahgunaan wewenang merupakan tindakan yang dipengaruhi oleh motif-motif yang tersembunyi atau telah memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan yang tidak relevan atau telah tidak memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan yang relevan. Sementara itu menurut teori tindak pidana, setiap perumusan tindak pidana terdiri dari beberapa bagian inti delik yang di dalamnya mengandung kepentingan hukum. Akhirnya dalam teori sifat melawan hukum, salah satu dari 3 (tiga) model penerapan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif, yaitu : model penerapan sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif yang bersumber dari penggunaan norma-norma semu atau istilah-istilah terbuka yang maknanya tidak jelas. Berdasar atas teori-teori tersebut, ada terdapat 2 (dua) konsep yang dibahas di sini, yaitu : konsep penyalahgunaan wewenang dan konsep tindak pidana korupsi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bagian inti delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi di Indonesia hanya mengandung kriteria `meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya` saja. Sementara itu, kriteria penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi negara telah berkembang sedemikian rupa sehingga meliputi juga (1) `kecermatan` dan (2) `kepatutan`. Berdasarkan doktrin otonomi hukum pidana yang dianut dalam yurisprudensi hukum pidana di Indonesia, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang harus mengandung kriteria (1) meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya; (2) kecermatan dan (3) kepatutan. Berdasarkan perspektif yuridis, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang tersebut sesuai dengan perkembangan kriterianya dalam hukum administrasi di Belanda, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis; berdasarkan perspektif filosofis, kriteria-kriteria tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum; dan berdasarkan perspektif teoretis, kriteria-kriteria tersebut juga sesuai dengan makna penyalahgunaan wewenang yang berdasarkan doktrin kedaulatan parlemen. Di samping itu, hasil penelitian menunjukan juga bahwa bagian inti delik penyalahgunaan wewenang merupakan variasi untuk unsur sifat melawan hukum. Oleh karena kriteria-kriteria yang dimuat dalamnya, maka penyalahgunaan wewenang termasuk sifat melawan hukum yang materil terutama dalam fungsinya yang positif. Berdasarkan perspektif yuridis, hal ini dimungkinkan menurut La Doctrine du Sens-Clair di Belgia, doktrin der eindeutiger wortlaut di Jerman, Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia; berdasarkan pespektif filosofis, sesuai dengan sila kedua Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum; dan berdasarkan perspektif teoretis, sifat melawan hukum yang materil dimungkinkan berlandaskan salah satu model penerapan sifat melawan hukum materil yang bersumber dari penggunaan norma semu atau istilah terbuka. Dengan demikian, bagian inti delik penyalahgunaan wewenang yang terdiri dari (1) kriteria meskipun untuk kepentingan umum, tapi mengunakan wewenang untuk tujuan selain daripada tujuan wewenang tersebut diberikan oleh perundang-undangan atau peraturan lainnya; (2) kriteria kecermatan dan (3) kriteria kepatutan, merupakan variasi dari sifat melawan hukum yang materil. Oleh karena itu, kriteria-kriteria tersebut hendaknya dicantumkan dalam penjelasan perundang-undangan pemberantasan tindak pidana korupsi yang akan datang.

English Abstract

The aim of this research on an abuse of power in the Indonesian corruption offence is to find, to discuss and to analyze criteria of an abuse of power that conform with Eradication of Corruption Act 1999 jo. Amandement toward Eradication of Corruption Act 2001. In addition, the research`s goal is also to review and to analyze normative implication of the criteria in term of unlawfullness element of corruption under Eradication of Corruption Act 1999 jo. Amandement toward Eradication of Corruption Act 2001. Hence, the research is legal research that employed 4 (four) approaches, those are, legal history approach, positive law approach, comparative approach and case law approach. There are 3 (three) theories which have become the tool of analysis toward the research concern an abuse of power in the Indonesian corruption offence, those are, theory of authority, theory of offence and theory of unlawfullness. Based on authority theory, abuse of power is conduct that have been influenced by hidden-motivies, or have taken an irrelevant considerations into account, or failing to take a relevant considerations into account. Meanwhile under offence theory, every formulation of offences consist of more than a core element, in which each have been embodied legal interest. Finally in unlawfullness theory, one of 3 (three) models is material unlawfullness in its positive function, that is, application model of material unlawfullness in its positive function because of vage norms or open terms which their meanings are unclear. In virtue of the theories, the 2 (two) concepts that established in this research, are first, concept concern an abuse of power; and second, concept on the Indonesia corruption offence. The result of the research reveals that an abuse of power that is a core element in the Indonesian corruption offence, only contains criterium about although for the sake of public interest, have used authority for an another goal than the authority given by statute or other regulation. Meanwhile, an abuse of power`s criteria in administrative law is so progress as to include also (1) accuracy and (2) properly. In accordance with doctrine of criminal law authonomy that has accepted in Indonesian criminal law, therefore, an abuse of power that is a core element in the Indonesian corruption offence, must consist of criteria (1) although for the sake of public interest, have used authority for an another goal than the authority given by statute or other regulation; (2) accuracy and (3) properly. Based on legal perspective, the criteria of the abuse of power are pursuant with development of Dutch Administrative law, United States Administrative law, United Kingdom Administrative law and France Administrative Law; and based on philosophical perspective, the criteria of the abuse of power are accordance with values of First Basis in Pancasila that is the primary resource in Indonesian legal system. Finally based on theoterical perspective, the criteria of the abuse of power conforms to meaning and purpose of the abuse of power that has begun from doctine of parliament sovereignty, as well. In addition, the yield of the research also indicates that an abuse of power that is a core element in the Indonesian corruption offence, is variation to element of unlawfullness. Because of the criteria that contained by her, so the abuse of power come under the material unlawfullness, particularly in her positive function. Based on legal perspective, this is very possible pursuant with La Doctrine du Sens-Clair in Belgium, doktrin der eindeutiger wortlaut in Germany and Art. 10 paragraph (1) jo. Art. 5 paragraph (1) Statute 48/2009 concerns Judiciary, and standard court-decisions of Indonesia Supreme Court; and based on philosophical perspective, this is consistent to values of Second Basis in Pancasila that is the primary resource in Indonesian legal system. The latter based on theoretical perspective, even the material unlawfullness is suitable with one of application models of the material unlawfullness that derived from employment of vage norm or open term. Thus, a core element of the abuse of power that consists of criteria (1) although for the sake of public interest, have used authority for an another goal than the authority given by statute or other regulation; (2) accuracy and (3) properly, is variation to the material unlawfullness. Therefore, the criteria should be included in explanation of statute on combanting to the corruption offence in future.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DES/345.023 23/PAR/p/061104104
Subjects: 300 Social sciences > 345 Criminal law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 20 Oct 2011 13:51
Last Modified: 11 Apr 2022 07:53
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160888
[thumbnail of BUDI PARMONO.pdf] Text
BUDI PARMONO.pdf

Download (4MB)

Actions (login required)

View Item View Item