Retnowati, Endang (2011) Kewenangan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Rangka Otonomi Daerah. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Sebagai sebuah sistem dalam pengelolaan keseluruhan potensi laut yang ada, bidang perikanan merupakan indikator yang baik bagi pengelolaan laut. Karena sektor ini menyimpan potensi perikanan yang sangat besar yang memberikan peluang kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup, yang pada akhirnya memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Untuk mendukung pengelolaan perikanan yang baik diperlukan sarana dan prasarana, dalam hal ini yang paling urgen adalah Pelabuhan Perikanan. Jumlah Pelabuhan Perikanan Indonesia menurut statusnya tahun 2010 berjumlah 968 dengan pembagian 6 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 13 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 47 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan 900 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Dari jumlah Pelabuhan Perikanan tersebut 2 Pelabuhan Perikanan (PP) dibangun dan dioperasikan oleh swasta yaitu PP.Balerang dan PP.Telaga Pungur, selanjutnya 6 PPS., 13 PPN. dan 2 PP. Dibangun oleh Pusat dan dioperasikan oleh Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah Dirjen Perikanan Tangkap) dan sisanya dibangun provinsi dan dioperasikan UPT Provinsi. Dasar hukum pembangunan dan operasional oleh Pemerintah Daerah Provinsi maupun Swasta, adalah Pasal 41 ayat 2 huruf f Undang-Undang No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan : `Pelabuhan Perikanan yang tidak dibangun Pemerintah`. Berpijak Pasal tersebut berarti pembangunan Pelabuhan Perikanan dapat dilakukan oleh siapa pun termasuk Swasta. Lebih lanjut persyaratan pembangunan dan operasional Pelabuhan Perikanan diatur dalam Per.Men.Kelautan dan Perikanan No.16 Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Berdasarkan pasal 41 UU RI. No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan PerMen. Kelautan dan Perikanan tersebut. Kewenangan pengelolaan : menetapkan Rencana Induk Pelabuhan, menetapkan klasifikasi, perizinan pembangunan dan mengoperasikan, penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan serta pengawasan, dan sebagainya merupakan kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebatas membangun dan mengoperasikan (pelaksanaan) Pelabuhan perikanan dan menetapkan lokasi Pelabuhan Perikanan. Dibandingkan dengan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam bidang Pelabuhan Laut, yang diatur dalam UU RI. No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah Daerah tidak hanya sebagai pelaksana (membangun dan mengoperasikan) namun juga berkewenangan untuk mengelola Pelabuhan laut yaitu Jenis Pelabuhan Pengumpan dan Pelabuhan sungai/danau. Tujuan Otonomi Daerah yakni mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta prinsip dalam otonomi/desentralisasi maka, merupakan suatu ketidakadilan apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak diberdayakan dengan adanya kewenangan pengelola Pelabuhan Perikanan. Sementara itu Pasal 14 ayat (1), (2) dan Penjelasan ayat (2) UU RI. No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur urusan wajib dan pilihan yang didesentralisasikan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memang tidak disebutkan adanya Pengelolaan Pelabuhan Perikanan, yang disebutkan terkait urusan pilihan adalah Kelautan dan Perikanan. Sehingga dapat dikatakan terjadi adanya kekaburan norma. Selain itu adanya perbedaan sifat pemberian kewenangan dalam urusan perikanan, jika dalam UU RI. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bersifat Desentralisasi maka dalam Undang-Undang Perikanan bersifat Pembantuan. Dari uraian tersebut memunculkan permasalahan : (1) Bagaimana peluang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mendapatkan kewenangan dalam pengelolaan Pelabuhan Perikanan? (2) Bagaimanakah konstruksi pengaturan kewenangan pengelolaan Pelabuhan Perikanan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang memberikan kesejahteraan kepada nelayan di daerah? Penelitian disertasi ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan filsafati (philosophical approach). Teori yang dipergunakan adalah Teori Keadilan, Kesejahteraan, Teori Negara Kesatuan, teori Otonomi, Desentralisasi, Asas-asas Pemerintahan Yang Baik, Asas-asas Pengelolaan dan Asas-asas Perundangan-undangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sampai saat ini belum ada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mendapatkan kewenangan mengelola Pelabuhan Perikanan. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hanya sebatas membangun dan mengoperasikan Pelabuhan Perikanan serta mengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Pasal 127 huruf c dan Pasal 130 UU RI. No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Sebenarnya ada peluang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mendapatkan kewenangan mengelola Pelabuhan Perikanan ditinjau : - Dari tujuan otonomi daerah di Indonesia dan prinsip keadilan yaitu Pemberdayaan. - Pasal 11, Pasal 14 ayat (1), (2) dan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (2) UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur tentang Urusan Wajib dan Urusan Pilihan yang didesentralisasikan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi merupakan peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang bersifat lokal. - Meskipun Urusan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan, tidak disebutkan dengan tegas dalam Pasal 14 ayat (2) dan penjelasannya, yang disebutkan terkait potensi dan kekhasan daerah diantaranya adalah `Perikanan`. Demikian pula dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak menyebutkan adanya
English Abstract
As a system within the overall management of the existing potential of the sea, fisheries are good indicators for marine management. Because this sector holds the potential of very large fisheries that provide employment opportunities, improvedliving standards, which ultimately contributed greatly to the national economy. To support good fisheries management is needed facilities and infrastructure, in this case the most urgent is the Fishery Port. Number of Fishery Port, Indonesia, according to its status in 2010 totaled 968 with a division : 6 Ocean Fishery Port (PPS), 13 Nusantara Fishery Port (PPN), 47 Coast Fishery Port (PPP), and 900 Fish Landing Base (PPI). Of Fishery Port number is 2 Fishery Port (PP) was built and operated by the private sector that is PP. Balerang and PP.Telaga Pungur, then 6 PPS., 13 PPN. and 2 PP. Built by the Center and is operated by the Technical Implementation Unit (UPT) Center (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries under the Directorate General of Capture Fisheries) and the rest of the province built and operated UPT Province. The legal basis for the construction and operational by the Provincial Government and private, is Article 41 paragraph 2 letter f of Law No.45 Year 2009 regarding Amendment to Law No.31 year 2004 on Fisheries: `Fishery Port constructed that no government`. Base Article means Fishing Port development can be done by anyone including the Government of District/City and private. More about the construction and operational requirements of Fishing Port is set in the Minister of Maritime Affairs and Fisheries No.16 year 2006 concerning Fishery Port. Under article 41 of Law of the Republic of Indonesia. No.45 Year 2009 on Amendment of Act No.31 Year 2004 on Fisheries (LNRI Year 2009 No.154) and Regulation of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries. Management authority: assign the Port Master Plan, assign classification, construction and operating permits, setting the Work Environment and Local Areas of Interest Environment and supervision, the authority of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries. Government Authority District/City to build and operate a limited (implementation) and set the location of the Port of fisheries District/City. When compared with the role of Local Government District/Seaport area, which is regulated in the Law of the Republic of Indonesia No.17 Year 2008 on the voyage, which the Government is not only as an executor (build and operate) but also have the authority to manage the Port Feeder and the Port of rivers/lakes. Objectives of Regional Autonomy accelerate the realization of the public welfare through the improvement, service, empowerment, and community participation, and enhancing the competitiveness of the regions with the principles of democracy, equity, justice, privilege and specificity of a region in the system of the Republic of Indonesia, as well as the principle of autonomy/decentralization then, an injustice if the Local Government of District/City is not empowered with the authority the manager Fishery Port. Meanwhile, Article 14 paragraph (1), (2) and Explanation of paragraph (2) Law of the Republic of Indonesia No.32 Year 2004 on Regional Government, which regulates the affairs of compulsory and choice of decentralized authority of the Government of District/City is not mentioned Management of Fishery Port, mentioned related to the affairs of choice is the Marine and Fisheries. So it can be said to occur the vagueness of norms. Besides the differences in the nature of authority in matters of fisheries, if the Law No. 32 Year 2004 on Regional Government Decentralization is then the nature of Fisheries Assistance Act. From the description raises the issue: (1) What is the chance for the Government of District/City to obtain authority in the management of Fishery Port? (2) How is the construction management arrangement Fishery Port authority by the Government of District/City that provides welfare to the fishermen in the area. This dissertation research is a normative study, using the method of approach to legislation (Statute approach), approaches the concept (conceptual approach) and the philosophical approach (Philosophical approach). The theory used is the Theory of Justice, Welfare, Theory of the Unitary State, the theory of Autonomy, Decentralization, Principles of Good Governance, Principles of Management and Principles of Legislation and regulations. From the results obtained that until now there is no District Government/Cities that have the authority to manage the Port of fisheries. Authority District Government/City was limited to construct and operate and manage the Port Fisheries Fish Auction Place (TPI) based on Article 127 and Article 130 letter c Act of the Republic of Indonesia No.28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies. Actually there is an opportunity for the Government District/City to obtain authority to manage the Port of Fisheries review : - From the objective of regional autonomy in Indonesia and the principle of justice that is empowerment. - Article 11, Article 14 paragraph (1), (2) and in the elucidation of Article 14 paragraph (2) Law of the Republic of Indonesia. No.32 Year 2004 on Regional Government, which regulates the Compulsory and Options Affairs decentralized options based on the criteria of externality, accountability and efficiency in fact represent an opportunity for local governments to regulate and manage the affairs of which are local. - Although Af
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/343.076 92/RET/k/061105234 |
Subjects: | 300 Social sciences > 343 Military, defense, public property, public finance, tax, commerce (trade), industrial law |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 04 Jan 2012 10:24 |
Last Modified: | 10 Nov 2022 08:05 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160858 |
Text
ENDANG RETNOWATI.pdf Download (4MB) |
Actions (login required)
View Item |