Tobing, RudyantiDorotea (2013) konsep perjanjian kredit sindikasi yang berasaskan demokrasi ekonomi. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Tujuan pembangunan nasional pada intinya adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Repulik Indonesia Tahun 1945.Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional terutama dalam kegiatan perekonomian, karena fungsi utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.. Sejalan dengan meningkatnya volume dan jenis kegiatan perekonomian Indonesia kebutuhan akan pembiayaan juga semakin beragam dan terus meningkat. Pada kondisi-kondisi tertentu bank tidak dapat memenuhi permohonan kredit. Hal tersebut dapat juga disebabkan jumlah kredit yang diminta terlalu besar sehingga bank tidak mampu memenuhinya karena melampauiBatas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau dengan tujuan untuk menyebar risiko, terutama risiko kredit macet. Dalam keadaan demikian pembiayaan secara bersama-sama oleh beberapa bank dalam bentuk pinjaman sindikasi sangat diperlukan. Perjanjian kredit sindikasi merupakan kredit yang diberikan oleh suatu sindikasi yang pesertanya terdiri dari lembaga-lembaga pemberi kredit dan yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek. Sejarah pembiayaan kredit sindikasi di Indonesia dimulai setelah keluarnya Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 6/33/UPK tanggal 3 Oktober 1973 mengenai Pembiayaan Bersama. Kemudian pada tahun 1979 keluar Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/62/PK, yang mewajibkan bank pemerintah menawarkan secara konsorsium untuk membiayai kredit investasi mulai Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ke atas. Pasal 2 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa `Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian`. Apabila disimak dari kalimat tersebut, sebenarnya yang diutamakan dalam usaha perbankan adalah asas demokrasi ekonomi. Untuk melaksanakan asas tersebut dipergunakan prinsip kehati-hatian. Asas Demokrasi ekonomi merupakan dasar dari perekonomian nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang mengandung prinsip efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 3 (tiga) unsur pokok demokrasi ekonomi adalah (1) pengakuan hak setiap warga negara untuk memperoleh kebutuhan dasarnya secara layak; (2) pengakuan terhadap persamaan ekonomi, yaitu bahwa seseorang berhak memperoleh kesejahteraan sebaik-baiknya sebagaimana yang diperoleh orang lain; (3) pengakuan hak atas setiap orang dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemberian Kredit sindikasi oleh bank hanya terfokus pada perusahaan-perusahaan besar terutama perusahaan-perusahaan swasta besar, dengan alasan karena kredibilitas perusahaan besar tidak diragukan lagi untuk membayar hutangnya, di satu sisi kredit sindikasi dianggap sebagai alternatif terbaik untuk mengatasi BMPK dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Di sisi lain, pengusaha kecil dan menengah tidak dapat menikmati pembiayaan melalui kredit sindikasi, oleh karena kredit sindikasi hanya untuk membiayai proyek besar. Bertolak dari fenomena yang terjadi baik sosial, ekonomi dan hukum yang timbul dalam perjanjian kredit sindikasi, maka problematika yang timbul, pertama, secara filosofis yaitu telah terusiknya rasa keadilan rakyat karena kredit sindikasi yang diberikan oleh Bank hanya diperuntukkan bagi kredit dalam jumlah besar dan diberikan hanya kepada satu debitur. Kredit sindikasi ini hanya dinikmati oleh pengusaha besar. Di sisi lain, pengusaha kecil dan pengusaha menengah tidak dapat memperoleh pembiayaan melalui kredit sindikasi. Kedua, secara teoritis problematika ditunjukkan pula dengan adanya pergeseran konsep fungsi bank sebagai lembaga intermediasi yang menunjang pembangunan nasional. Dalam perjanjian kredit sindikasi, bank sebagai lembaga intermediasi tidak menyalurkan kredit secara merata kepada seluruh masyarakat.Ketiga, Problematika yuridis ditunjukkan dengan adanya perjanjian kredit sindikasi yang dilakukan di Indonesia berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak. Kredit sindikasi yang diberikan di Indonesia berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memuat asas kebebasan berkontrak, belum adanya pengaturan secara khusus mengenai kredit sindikasi. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum ekonomi lebih khusus hukum perbankan nasional. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (a) Menganalisis dan menemukan prinsip-prinsip perjanjian kredit sindikasi yang tidak sesuai dengan makna asas demokrasi ekonomi yang berkeadilan. (b) Menganalisis dan merumuskan kembali konsep perjanjian kredit sindikasi yang dapat diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Penulisan disertasi ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada bahan-bahan hukum yang menjadi landasan dalam perjanjian kredit sindikasi yang brasaskan demokrasi ekonomi. Penelitian hukum ini juga mengkritisi konsep-konsep hukum dalam khazanah kepustakaan hukum sebagai hukum yang normatif sehingga penelitian ini mrupakan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif. Beberapa teori dasar dipergunakan untuk menganalisis dan mengkaji permasalahan yang diteliti yaitu Teori keadilan, Teori Negara kesejahteraan (Welfare State), dan teori kebijakan. Penelitian ini telah menghasilkan beberapa temuan, yaitu dalam praktik pemberian kredit sindikasi, pihak bank hanya terfokus pada perusahaan-perusahaan besar terutama perusahaan-perusahaan swasta besar, dengan alasan karena kredibilitas perusahaan besar tidak diragukan lagi untuk membayar hutangnya, dan di satu sisi kredit sindikasi dianggap sebagai alternatif terbaik untuk mengatasi Batas maksimum Pemberian Kredit dan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan tujuan utama sebagai upaya penyebaran risiko. Perjanjian kredit sindikasi hanya mengedepankan prinsip kehati-hatian tidak sesuai dengan makna asas demokrasi ekonomi. Hal ini terjadi karena perbankan hanya mengedepankan aspek bisnis, yaitu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini berbalik dengan asas demokrasi ekonomi yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat yang berkeadilan sosial. Kredit sindikasi bukanlah merupakan suatu keharusan hanya diberikan kepada pengusaha besar. Kredit sindikasi harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memberikan kesempatan yang sama kepada UMKM. Kredit sindikasi pun dapat diberikan kepada beberapa debitur dalam satu perjanjian. Beberapa UMKM dapat bergabung bersama-sama untuk mengajukan pembiayaan dalam satu perjanjian kredit sindikasi. Berdasarkan kebebasan berkontrak para pihak dapat single atau multy participant pula. Jadi sangat dimungkinkan debitur lebih dari satu orang jika unsur-unsur pokok utang piutang banknya terpenuhi yaitu objek pembiayaan, prestasi dan kontra prestasi, dan jangka waktu. Permasalahan klasik dalam pemberian kredit bagi UMKM adalah mengenai agunan. Masih banyak UMKM yang tidak dapat mengakses kredit pada bank karena ketiadaan agunan. Dalam kredit sindikasi agunan tidak selalu harus masing-masing tetapi bisa satu atau beberapa untuk semua pinjaman debitur-debitur. Saran dalam konteks temuan ini adalah (1) Bank Indonesia perlu segera membuat suatu kebijakan yang khusus mengatur mengenai perjanjian kredit sindikasi untukUMKM, sebagai wujud keberpihakan Bank Indonesia dengan menerapkan asas demokrasi ekonomi, sehingga semua lapisan masyarakat di
English Abstract
Essentially Indonesian National development goals is to realize a fair and prosperous society based on Pancasila and the Constitution of the Unitary State of the Republic of Indonesia Year 1945 (hencefort written UUD 1945). The banking financial institutions have a strategic role in national development especially in economic activity, because the main bank function is to collect and distribute public funds. In line with the increasing volume and type of Indonesian economic activity, the need for funding is also increasingly varied and continue to increase. At certain conditions the bank can not meet the credit application. It can also be caused by the amount of requested credit is too large, so the bank is not able to fulfill because it exceeds the Legal Lending Limit or in order to spread the risk, especially the risk of bad debts. In such event, jointly financing by banks in the form of syndicated loans is needed. Syndicated loan agreement is a loan provided by a syndicate with participants from lending institutions and formed for the purpose of providing credit to a company that needs a loan to finance the project. History of syndicated loan funding in Indonesia began after the release of Bank Indonesia Circular Letter (SEBI) Number 6/33/UPK dated October 3, 1973, about the Joint Financing. Then in 1979 came out of Bank Indonesia Circular Letter No. 11/62/PK,which requires the government banksoffered the consortium to finance the investment credit from IDR 500,000,000.00 (five hundred million rupiah) to above. Article 2 of the Banking Act states that `Indonesian banking in conducting its business based on economic democracy by using the precautionary principle`. When listened to from that sentence, actually economic democracy is preferred in the basic banking business. Economic democracy is fundamental of the national economy based on Pancasilaand UUD 1945, containing the principles of efficiency,equitable, sustainability, environmental friendliness, independence and balance progress and national economic unity. 3 (three) basic elements of economic democracy are (1) Recognition of the right of every citizen to gain basic needs appropriately; (2) Recognition of the economic equation, namely that a person has the right to the best possible welfare as interpreted by others; (3) Recognition of any person rights in economic decision making. Lending by the bank syndicated loan only focused on large companies, especially large private companies, the reasons for the credibility of the company is undoubtedly to pay its debts, on one side of the syndicated loan is considered as the best alternative to address the Legal lending Limit (BMPK) and apply the prudential principle. On the other side, small and medium enterprises are not able to enjoy financing through syndicated loans, therefore syndicated loans only to finance large projects. Starting from the phenomenon that occurs at social, economic and law arising in syndicated loan agreement so the problems that arise, first, philosophically have interference to the sense of justice as syndicated loans provided by the Bank only for credit in large value and given only to one debtor. This syndicated loan is only enjoyed by great businessmen. On the other side, micro, small and medium entrepreneurs (MSMEs) cannot get financing through syndicated loans. Second theoretically problematic indicated also by a shift in the concept of the bankfunction as intermediary institutions that support national development. Third Juridical Problems indicated by the syndicated loan agreement conducted in Indonesia based on the principle of contract freedom. Syndicated loans are granted in Indonesia is based on the principle of contract freedom is regulated in section 1338 subsection (1) of the Civil Law Act which includes the principle of freedom of contract, in particular the lack of regulation regarding the syndicated loan. This research is generally aimed at the development of the science of law, particularly the law and more special economic national banking law. Specifically this study aims to (a) Analyze and discover the principles of the syndicated loan agreement which has ignored the democratic principle of fair economic; (b) Analyze and reformulate the concept of syndicated loans which based on economic democracy for micro small and medium entrepreneurs (MSMEs) in accordance to Pancasila. This dissertation is a normative legal research, the study based on legal materials that form the basis for a syndicated loan agreement based on economic democracy. It also criticized the legal research legal concepts in the treasures legal literature as normative law, so this research is study law with normative juridical approach. Some basic theory is used to analyze and study the problems such as the theory of justice, welfare state theory, and policy theory. This research has resulted in several findings, namely in syndicated lending practices where as bank focused on large companies, especially large private companies, reasons due to the credibility of the company is undoubtedly to pay its debts,on one side of the syndicated loan is considered as the best alternative to solve exceeds the Lending Limit and apply the prudential principle with the main purpose as an effort to spread the risk. Syndicated loan agreement only emphasizes to the precautionary principle by ignoring the principles of economic democracy. This happens because of only the advanced aspects of the banking business, which is to obtain maximum profit. It turned to the principle of economic democracy that aims to bring prosperity to the community of social justice. Syndicated loans are not a necessity only given to big businessmen. Syndicated loans should based on economic democracy by giving equal opportunities to micro small and medium entrepreneurs (MSMEs). Syndicated loans can be given to several debtor in one agreement. Several micro small and medium entrepreneurs (MSMEs) can join together to propose financing in one syndicated loan agreement.Based on the parties freedom of contract can be single or multy participant too. So it is possible the debtor more than one person if the essential elements of the bank accounts of debt financing are met, namely objects, achievements and accomplishments, and duration. Classic problem in lending to micro small and medium entrepreneurs (MSMEs) is the collateral. In a syndicated loan collateral does not always have each but can be one or several loans for all borrowers. Advice in the context of these findings is (1) Bank Indonesia needs to make policy immediately which especially regulates syndicated loan agreement for micro, small and medium enttrepeneurs (MSMEs). It is to show aligments of Bank Indonesia by applying principles of economic democracy with the result that the whole protection and opportunity for accesing syndicated loans; (2) Bank Indonesia is expected to improve supervision of the syndicated loan agreement by the bank, especially the big businessmen; (3) Need for tough sanctions against banks that do not extend credit to micro small and medium entrepreneurs (MSMEs)at least 20%of total outstanding loansand provide rewards to banks incorporated in syndicated loans to micro small and medium entrepreneurs (MSMEs); (4) There needs to be cooperation between the Bank and the Governmentespecially Regional Government in syndicated lending to micro small and medium entrepreneurs (MSMEs) especially in terms of guaranteeing the loans.
Item Type: | Thesis (Doctor) |
---|---|
Identification Number: | DES/334.22/TOB/k/061402403 |
Subjects: | 300 Social sciences > 334 Cooperatives > 334.2 Banking and credit cooperatives |
Divisions: | S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
Date Deposited: | 26 May 2014 14:17 |
Last Modified: | 26 May 2014 14:17 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160765 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |