Substitusi Kuning Telur Dengan Filtrat Jambu Biji (Psidium Guajava Linn) Di Dalam Pengencer Dasar Cep-2 Terhadap Kualitas Dan Fertilitas Spermatozoa Sapi Bali Selama Simpan Dingin.

Sumadiasa, IWayanLanus (2015) Substitusi Kuning Telur Dengan Filtrat Jambu Biji (Psidium Guajava Linn) Di Dalam Pengencer Dasar Cep-2 Terhadap Kualitas Dan Fertilitas Spermatozoa Sapi Bali Selama Simpan Dingin. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Bahan pengencer yang digunakan pada penyimpanan semen berfungsi sebagai sumber nutrisi, energi, buffer dan antioksidan yang dapat mencegah kerusakan membrane sel spermatozoa akibat radikal bebas dan reactive oxygen species (ROS). Vitamin E, C dan A merupakan antioksidan non-enzimatik yang banyak terkandung di dalam buah jambu biji (Psidium guajava Linn). Komponen biokimia ini sangat efisien mencegah radikal bebas, namun belum pernah dicoba sebagai bahan pengencer semen. Oleh karena itu, telah dikaji atau diteliti penggunaan filtrat jambu biji (FJB) di dalam pengencer dasar seperti CEP-2. Tujuannya adalah untuk mengetahui efektivitas substitusi kuning telur dengan FJB dalam pengencer dasar CEP-2 terhadap kualitas dan fertilitas spermatozoa sapi Bali selama simpan dingin. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, meliputi penelitian pendahuluan, penelitian utama tahap 1, tahap 2 dan tahap 3. Semen diperoleh dari sapi Bali di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel semen yang digunakan telah dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis di Laboratorium BIB dengan motilitas massa 2+, motilitas individu dan viabilitas ≥ 70%, abnormalitas ≤ 20% dan konsentrasi ≥ 1000 x 106. Penelitian pendahuluan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan 0% (kontrol), 4%, 6%, 8% dan 10% FJB dengan ulangan 10 kali. Sebanyak 1ml semen dibagi ke dalam 5 tabung reaksi (a’ 0,2 ml), dicampur secara perlahan dengan masing-masing pengencer sesuai perlakuan, kemudian didinginkan dan disimpan di dalam refrigerator suhu 5o C. Kualitas spermatozoa dievaluasi setiap hari selama 10 hari atau ketika motilitas progresif mencapai minimal 40%. Penelitian utama tahap 1 menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan yaitu 0% (kontrol), 4%, 6%, 8%, 10%, 12% dan 14% FJB sebagai substitusi 20% KT dalam pengencer dengan ulangan 10 kali. Sebanyak 1,4 ml semen dibagi ke dalam 7 tabung reaksi (a’ 0,2 ml), dicampur secara perlahan dengan masing-masing 0,2 ml pengencer sesuai perlakuan, kemudian dihomogenkan. Sisa pengencer ditambahkan secara perlahan hingga volume akhir mencapai 10 ml/perlakuan. Semen encer dipipet ke dalam tabung-tabung kecil volume 1ml, diletakkan pada lubang-lubang stereoform, ditempatkan dalam kotak plastik berisi air, kemudian didinginkan secara gradual di dalam refrigerator dari 32o ke 5o C selama 2 jam dan disimpan pada suhu 5o C. Kualitas spermatozoa dievaluasi setiap hari hingga motilitas progresif minimal 40%. Motilitas progresif diamati di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran 400 kali. Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa diamati pada preparat apusan di bawah mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Spermatozoa yang menyerap warna dinyatakan mati dan yang mengalami kerusakan di kepala atau ekor dinyatakan abnormal. Spermatozoa dengan tudung akrosom utuh atau telah mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom dianalisa dengan fluorescein isothiocyanate-peanut aglutination (FITC-PNA) yang dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang sesuai standard operasional prosedur setempat. Analisa kadar superoxide dismutase (SOD) dan malondialdehide (MDA) pada penyimpanan hari ke-1 dan ke-8 dilakukan di Laboratorium Faali, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian utama tahap 2 menggunakan instrumen Student t-test. Fertilitas spermatozoa diuji secara in vitro (IVF) setelah disimpan dingin selama 8 hari di dalam pengencer terbaik pada penelitian tahap-1 yaitu 80% CEP-2 + 10% KT + 10% FJB (P5), dibandingkan dengan pengencer kontrol 80% CEP-2 + 20% KT viii (P1). Ovarium sapi Bali diambil dari rumah potong hewan (RPH) pada pagi hari sesaat setelah hewan disemblih, dibawa ke laboratorium dengan kantong plastik berisi NaCl fisiologis. Oosit diaspirasi dengan spuit berisi phosphate buffer saline (PBS), dicuci dengan oocyte washing solution (OWS), kemudian dievaluasi dan diletakkan di dalam drop media tissue culture (TCM) dari TCM-199 stok berisi fetal calf serum (FCS) pyruvat dan gentamycin untuk maturasi di dalam inkubator CO2 selama 24 jam. Pada hari kedua dilakukan denuded kumulus dan preparasi spermatozoa. Sampel spermatozoa dicuci Earles Balance Salt Solution (EBSS) dengan cara disentrifugasi 3500 rpm selama 10 menit. Spermatozoa dievaluasi dan dihitung konsentrasinya. Pada petri dish dibuat roset besar di bagian tengah dan roset kecil di bagian pinggir yang dihubungkan dengan torehan ujung jarum sehingga membentuk lorong dan ditutup dengan minyak parafin. Setiap petri dish roset diberi tanda untuk perlakuan P1 dan P5. Fertilisasi dilakukan pada 3 – 5 oosit pada masing-masing roset kecil dengan meletakkan 50 μl larutan semen mengandung 50 – 100 ribu spermatozoa/oosit pada roset besar di bagian tengah petri, kemudian diinkubasi di dalam inkubator CO2. Hasil fertilisasi diamati setelah 24 jam inkubasi dan diukur dari pembelahan embrio tahap 2 sel. Penelitian utama tahap 3. Spermatozoa yang telah disimpan dingin selama 8 hari di dalam pengencer P5, diaplikasikan secara in vivo dengan inseminasi buatan (IB), dibandingkan dengan spermatozoa dari pengencer kontrol P1. Sebanyak 24 ekor induk sapi Bali resipien yang estrus setelah disinkronisasi dengan 2 ml dosis tunggal hormon eprostaglandin merk ‘estron’ berisi Cloprostenolum 250 mg diinseminasi pada hari ketiga pasca injeksi hormon, maing-masing 12 ekor untuk P1 dan P5. Angka non return rate (NRR) diamati dalam periode 20 – 30 hari dan angka kebuntingan diamati dengan palpasi per rektal (PKB) setelah 90 hari sejak IB. Data kualitas spermatozoa dianalisis dengan ANAVA dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple-Range Test (DMRT) menggunakan software statistik windows SPSS (versi 20-30 bits). Data hasil IVF dan IB dianalisis dengan Student t-test menggunakan Analisis Data program Exel, Windows 2007. Sampel semen segar yang digunakan penelitian sesuai dengan standar yang digunakan peneliti sebelumnya, yaitu volume 5,94 ± 1,22 ml; pH 6,2 ± 0,85; motilitas individu 70 ± 0%; spermatozoa hidup 93,9 ± 2,42%; abnormaslitas 5,1 ± 1,91% dan konsentrasi 1863,9 ± 340,56 juta/ml. Hasil evaluasi pada penelitian pendahuluan menunjukkan, kualitas spermatozoa di hari ke-8 penyimpanan cukup baik dengan penggunaan FJB hingga 10%. Hasil evaluasi semen cair pada penelitian utama tahap 1 menunjukkan, kualitas dan fertilitas spermatozoa yang disimpan dingin selama 8 hari dalam pengencer dasar CEP-2 ditambah 10% FJB dan 10% KT sangat nyata (P < 0,01) lebih baik dibandingkan dengan 0%, 4%, 6%, 8%, 12% dan 14% FJB. Rataan persentase motilitas spermatozoa tertinggi adalah 45,70 ± 1,70% pada substitusi 10% KT dengan FJB (P5) dan terendah adalah 34,05 ± 4,12% pada substitusi 4% (P2). Rataan persentase viabilitas spermatozoa pada penyimpanan hari ke-8 sangat nyata (P < 0,01) tertinggi pada substitusi 10% KT dengan FJB yaitu 60,8% dan terendah 37,5% pada substitusi 4%. Abnormalitas spermatozoa pada penyimpanan hari ke-8 rata-rata berada di bawah 10% untuk semua perlakuan, yang terendah 5,3% pada substitusi 10% dan tertinggi 9,1% pada substitusi 4% KT dengan FJB, keduanya sangat nyata (P < 0,01) berbeda dengan 5 perlakuan lainnya. Rataan aktivitas SOD pada kontrol sebesar 23,7 u/ml di hari ke-1 dan 27,1 u/ml di hari ke-8, pada 10% FJB sebesar 31,7 u/ml di hari ke-1 dan 35,1 u/ml di hari ke-8. Aktivitas MDA pada kontrol sebesar 207,3 ng/ml di hari ke-1 dani 229,8 ng/ml di hari ke-8, sedangkan pada 10% FJB sebesar 201,5 ng/ml di hari ke-1 ix dan 183,2 ng/ml hari ke-8. Hasil analisa FITC menunjukkan, spermatozoa dengan tudung akrosom utuh (intact acrosome) pada substitusi 10% KT dengan FJB lebih tinggi dibanding kontrol, yaitu 31,3% berbanding 28,8% di hari ke-4 dan 29,5% berbanding 27,5% di hari ke-8. Spermatozoa yang mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom (KRA) lebih tinggi pada substitusi 10% KT dengan FJB dibanding kontrol, yaitu 85,3% berbanding 84,0% di hari ke-4. Sebaliknya di hari ke-8, KRA pada substitusi 10

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/636.082 4/SUM/s/2015/061600251
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 636 Animal husbandry
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 26 Jan 2016 16:18
Last Modified: 26 Jan 2016 16:18
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160552
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item