Tanaman Epifit Dan Xerofit Sebagai Elemen Ruang Dalam Yang Menyerap Dan Menurunkan Kelembapan Ruang Studi Kasus: Rumah Tinggal Tipe Kecil Di Malang

Wahjutami, ErlinaLaksmiani (2016) Tanaman Epifit Dan Xerofit Sebagai Elemen Ruang Dalam Yang Menyerap Dan Menurunkan Kelembapan Ruang Studi Kasus: Rumah Tinggal Tipe Kecil Di Malang. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Rumah tinggal tipe kecil (RTTK) di Indonesia menempati prosentase terbesar dibandingkan rumah tinggal tipe menengah dan besar. Luas tapak dan bangunan yang terbatas menyebabkan perluasan bangunan dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan ruang. Akibatnya ruang terbuka hijau (RTH) pada tapak semakin berkurang bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Kurangnya RTH menyebabkan cahaya matahari dan aliran udara yang masuk melalui sistem pencahayaan dan penghawaan pada bangunan menjadi tidak optimal. Hal ini menyebabkan kelembapan bangunan menjadi tinggi sehingga mempengaruhi kenyamanan termal penggunanya. Kelembapan merupakan salah satu faktor yang terkait dengan suhu dan aliran udara. Keberadaannya akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan menurunkan kualitas bangunan. Masalah kelembapan inilah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Berangkat dari permasalahan di atas, tujuan utama dari penelitian ini adalah pencapaian kenyamanan termal RTTK di perkotaan. Paradigma Arsitektur Bioklimatik dipilih untuk menyelesaikannya dengan melibatkan tanaman sebagai bagian yang tidak terpisahkan pada perancangan bangunan. Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang mampu menyerap kelembapan yaitu epifit dan xerofit. Keduanya merupakan jenis tanaman yang mampu menyerap kelembapan dari lingkungan di sekitarnya sebagai syarat hidup untuk kebutuhan proses fotosintesisnya. Epifit dan xerofit diaplikasikan sebagai elemen ruang dalam yang akan membantu menyerap serta menurunkan kelembapan ruangan. Pada penelitian awal diambil 10 RTTK di kota Malang dan 10 RTTK di Perumahan Sawojajar Malang sebagai sampel kemudian dikaji susunan ruangnya serta diukur suhu dan kelembapan ruangnya dengan HOBO RH and temperature data logger. Pengukuran dilakukan selama seminggu. Tahap berikutnya adalah penelitian terhadap tanaman penyerap kelembapan. Platycerium bifurcatum, Asplenium nidus dan Anggrek Dendrobium merupakan tanaman epifit yang dipilih untuk diteliti. Tanaman xerofit dipilih Aloe vera dan Sansevieria trifasciata. Tanaman tersebut dikaji morfologi, bentuk dan kerapatan stomatanya; serta bobot basah tanaman sebelum dan sesudah diberi perlakuan kelembapan. Pada pengukuran bobot basah, akar tanaman harus benar-benar bersih dari media lamanya untuk validitas pengukuran. Pada epifit hal ini sulit dilaksanakan karena akar epifit melekat erat pada batang inangnya sehingga validitas pengukuran sulit ditentukan. Dengan dasar itulah maka pengukuran bobot basah tidak dilakukan pada tanaman epifit tetapi hanya dilakukan pada Aloe vera dan Sansevieria trifasciata. Dua Aloe vera dengan jumlah dan panjang daun yang hampir sama ditempatkan pada pot dengan diberi jenis media yang sama dengan bobot media 200 gram. Sebagai media kontrol ditempatkan pot berisi media yang sama dengan bobot sama tanpa ada tanaman. Ketiga pot tersebut dimasukkan ke dalam kotak kaca tanaman yang dihubungkan dengan humidifier. Alat HOBO dimasukkan sebagai pengontrol suhu dan kelembapan kotak kaca. Pengukuran xi dilakukan selama 8 jam dengan rentang waktu antara 08.00-16.00 dan 21.00- 05.00 setiap hari selama 10 hari tanpa penyiraman dan pada ruang yang relatif gelap. Dua kotak kaca dengan isi yang sama diukur secara bersamaan. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap tanaman Sansevieria trifasciata. Langkah penelitian terakhir adalah pengukuran suhu dan kelembapan pada ruang yang dikondisikan sebagai representasi ruang lembap pada RTTK. 9 alat HOBO diletakkan pada posisi plafon, tengah ruang dan lantai, kemudian diukur selama 24 jam pada masing-masing posisi. Dari hasil pengukuran disusun model kinerja kelembapan ruang dengan memakai analogi warna untuk menunjukkan tingkat kelembapan. Berdasarkan hasil penelitian bobot basah di atas, Sansevieria trifasciatalah yang selanjutnya ditempatkan pada ruang yang dikondisikan untuk mengetahui pengaruhnya dalam menurunkan kelembapan ruang, kemudian diukur kembali suhu dan kelembapan ruangnya. Dari hasil analisis deskriptif RTTK ditemukan bahwa susunan denah akan mempengaruhi kenyamanan ruang. Dari hasil pengukuran suhu dan kelembapan ditemukan bahwa kelembapan ruang pada RTTK lebih tinggi bila dibandingkan dengan rumah dengan sistem pencahayaan dan penghawaan yang baik. Dari hasil analisis morfologi, posisi dan kerapatan stomata, ditemukan bahwa: morfologi daun epifit dan xerofit rata-rata mempunyai lapisan pelindung yang melindungi tanaman dari transpirasi yang berlebihan; posisi stomata epifit dan xerofit hampir sama, dengan kerapatan dibawah 50/mm2 daun. Dari hasil analisis bobot basah tanaman di kotak kaca ditemukan bahwa pada awainya Aloe vera lebih tinggi tingkat penyerapan kelembapannya dibandingkan Sansevieria trifasciata. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan bobot basah tanaman yang berarti menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada rentang waktu yang sama, dimana tanaman tidak diberi penyiraman lebih lama lagi, Aloe vera mulai menunjukkan pengisutan pada ujung daunnya dan warna daun semakin pucat. Sementara itu Sansevieria trifasciata lebih tahan terhadap kekeringan dengan tetap menunjukkan trend pertumbuhan walaupun melambat. Warna daunnya juga relatif tidak berubah. Analisis dari kombinasi bobot basah tanaman, hasil deskripsi morfologi, serta bentuk dan kepadatan stomata, semakin memperkuat dugaan bahwa xerofit memang merupakan jenis tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan mampu menyerap kelembapan lingkungannya. Tanaman ini mencukupi kebutuhan airnya untuk berfotosintesis dengan cara menyerap kelembapan di lingkungan sekitarnya melalui mekanisme fotosintesis CAM pada malam hari. Hasilnya, Sansevieria trifasciata lebih baik kinerjanya dalam menyerap kelembapan dibanding Aloe vera. Kinerja kelembapan di ruang lembap yang dikondisikan menunjukkan bahwa pada siang hari kelembapan cenderung rendah dan malam hari tinggi. Rentang waktu kelembapan yang tinggi ± 18 jam selama sehari. Ketika Sansevieria trifasciata ditempatkan dalam ruang lembap, rentang waktu kelembapan yang tinggi bisa turun hingga ± 12 jam. Kesimpulan: RTTK di Malang yang dipilih sebagai sampel mempunyai kelembapan tinggi. Faktor yang mempengaruhi adalah karena kurang optimalnya sistem pencahayaan dan penghawaan alaminya karena kurangnya RTH pada tapak. Tanaman xerofit terutama Sansevieria trifasciata, terbukti mampu MENYERAP kelembapan melalui pengukuran bobot basahnya, terlihat dari kondisi tanaman yang tetap segar ketika media tanam semakin kering. Kinerja kelembapan menunjukkan tingkat kelembapan tertinggi ada di lantai dan terendah ada di plafon. Sansevieria trifasciata yang ditempatkan pada ruang lembap terbukti mampu MENURUNKAN tingkat kelembapan ruang.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/635.965/WAH/t/2016/061611498
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 635 Garden crops (Horticulture) > 635.9 Flowers and ornamental plants
Divisions: Program Pascasarjana > Doktor Kajian Lingkungan, Program Pascasarjana
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 25 Apr 2017 15:27
Last Modified: 25 Apr 2017 15:27
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160551
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item