Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Miksi Efektif Dalam Rangka Mengurangi Keluhan Pasien Benigna Prostat Hiperplasia (Bph)

Rachmadi, Gunandar (2016) Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Miksi Efektif Dalam Rangka Mengurangi Keluhan Pasien Benigna Prostat Hiperplasia (Bph). Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

) Pembesaran prostat benigna atau benign prostatic hyperplasia (BPH) sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Keluhan pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi. yang terdiri atas: gejala irritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, dan gejala obstruksi (voiding symptoms) yaitu: pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermittency), dan merasa tidak puas sehabis miksi (residual urine), mulai kencing lama (hecitancy), sehabis kencing menetes (terminal dribbling) dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Penanganan pasien BPH dengan gejala LUTS adalah dengan memberikan pengobatan. Ada 3 macam pemberian obat yaitu : obat penghambat reseptor adrenergik alfa, obat penghambat 5 alfa reduktase, dan kombinasi keduanya. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan menggunakan alat uroflowmetri. Parameter uroflowmetri dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: usia, jenis kelamin, gangguan neurologi, resistensi uretra dan volume urine. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa posisi miksi ternyata juga mempengaruhi hasil uroflowmetri. Pengosongan buli total setelah miksi adalah penting, karena bila sisa urine setelah miksi masih banyak dapat menyebabkan infeksi saluran kencing dan batu buli-buli. Efek perubahan posisi miksi: berdiri, duduk dan jongkok terhadap kualitas pancaran urine dengan menggunakan alat uroflowmetri dibanding dengan pemberian kombinasi obat antagonis adrenergik alfa dan penghambat 5-alfa reduktase pada penanganan gejala BPH. Salah satu upaya nonfarmakologi untuk mengurangi sisa urine post miksi pada penderita BPH dengan LUTS adalah dengan merubah posisi miksi yang berbeda, akan tetapi upaya tersebut belum pernah diteliti ebenarannya. Posisi miksi berbeda-beda dipengaruhi faktor sosial, kultur dan medis. Sebagian besar laki-laki di negara barat melakukan miksi dengan posisi berdiri, tetapi sebagian laki-laki di Asia dan timer tengah lebih memilih posisi miksi duduk atau jongkok. Penelitian ini merupakan cross-sectional study dengan populasi semua pasien BPH yang ikut penelitian menandatangani informed consent. Penelitian dibagi dalam 2 grup. Grup pertama terdiri dari 8 pasien BPH LUTS dengan 1PSS diatas 8, serta hasil uroflowmetri dibawah 15, Pemeriksaan laboratorium diantaranya: darah rutin, tes kimia darah, urinalisis, kultur urine, dan PSA (prostate-spesific antigen) serum juga dilakukan. Kemudian dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen atas dan bawah, serta dimasukkan kateter uretra 14-F untukmenyingkirkan adanya obstruksi uretra. Kriteria eksklusi yaitu Ca prostat, batu bull, neurogenic bladder, diabetes mellitus, meatal stenosis, dan infeksi saluran urine. 8 pasien dengan gejala BPH dievaluasi pancaran miksi pada posisi berdiri, duduk dan jongkok dengan menggunakan slat uroflowmetri. 8 pasien gejala BPH dengan hasil uroflowmetri kurang dari 15, diberikan obat kombinasi obat antagonis adrenergik alfa dan penghambat 5-alfa reduktase selama 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan dilakukan evaluasi pancaran miksi ulang. Dalam penelitian ini analisanya menggunakan uji ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah post-void urine volume dengan melakukan miksi posisi jongkok pada kelompok pasien tanpa pemberian obat (73,50 ml) masih lebih tinggi dibandingkan posisi berdiri pada kelompok dengan pemberian obat 0 bulan (63,86 ml), pemberian obat 1 bulan (64,43 ml) dan kelompok post TUR-prostat (41,88 ml), namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi berdiri pada kelompok pasien pemberian obat 3 bulan (79,14 ml) dan pemberian obat 6 bulan (80,36 ml). dengan pemberian duduk volume residual urine terendah terdapat pada kelompok pasien post TUR-prostat dengan volume 33,06 ml. Perbedaan volume residual urine tersebut secara statstik signifikan (p-value 0,000 < a 0,05). Terjadinya BPH menyebabkan proses pelepasan urin tindak tuntas sehingga berdampak pada munculnya rasa tidak puas karena berkemih, hal ini disebabkan pada uretra masih tersisa urin, dengan mengacu pada data terlihat bahwa volume pengeluaran urin pada posisi jongkok yang terbesar adalah 170 ml yang berarti masih ada sekitar 80 ml urin di dalam uretra. Walaupun volume residual pada uretra masih cukup besar tetapi perbedaannya dibandingkan dengan posisi duduk dan berdiri cukup signifikan. Pada penderita BPH, prostat yang membesar itu menutupi saluran pembuangan air seni sehingga endapan air seni yang seharusnya keluar bersama air seni tertahan dikandung kemih. Kencing dengan cara berjongkok dapat membukakan saluran kencing yang tertutup prostat sehingga air seni bisa keluar lancar beserta endapan yang terkandung didalamnya. Saat jongkok, kandung kemih akan tertekan dan semua urin akan keluar. Hal ini sesuai dengan penjelasan bahwa peningkatan tekanan intra abdomen bawah menyebabkan kontraksi pada otot-otot panggul, sehingga membuat peningkatan tekanan intra vesica (kandung kemih) yang membuat aliran urin yang dikeluarkan menjadi lebih baik. Ketika miksi dalam posisi berdiri, kandung kemih tidak tertekan dengan kuat karena hanya mengandalkan otot-otot blader sehingga urin masih tertinggal sebagian dalam uretra. Residual urin yang tertinggal dan terakumulasi terus menerus bisa membentuk endapan. Pengeluaran urin yang tidak maksimal juga mempengaruhi pengeluaran urin oleh ginjal. Sisa urin terus bertumpuk, sementara produksi urin oleh ginjal terus berjalan. lni menyebabkan tertahannya urin di ginjal dan bisa mengganggu kinerja ginjal. Implikasi riset penelitian ini memberikan kontribusi teori bahwa posisi jongkok pada saat miksi mempengaruhi pada volume urin yang dikeluarkan semakin besar, flow time yang semakin rendah, debit atau pancaran yang semakin tinggi dan post void atau urin residual yang semakin sedikit sehingga dapat meringankan beban pasien BPH dengan LUTS. Hasil penelitian ini merekomendasikan pihak rumah sakit untuk membuat dan menerapkan kebijakan dalam penanganan pemenuhan kebutuhan dasar bagi pasien BPH dengan LUTS khususnya terkait dengan kebutuhan eliminasi miksi, untuk memberikan edukasi kepada pasien guna memilih posisi jongkok

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/618.976 6/RAC/a/2016/061702238
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 618 Gynecology, obstetrics, pediatrics, geriatrics > 618.9 Pediatrics and geriatrics
Divisions: Program Pascasarjana > Doktor Kajian Lingkungan, Program Pascasarjana
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 17 Apr 2017 13:17
Last Modified: 17 Apr 2017 13:17
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160526
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item