Makna “Keragaman Daerah” Dalam Pola Hubungan Hukum Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

RumestenRS, Iza (2016) Makna “Keragaman Daerah” Dalam Pola Hubungan Hukum Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sebelum menjadi negara, di Indonesia sudah terdapat keragaman antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, mulai dari keragaman hukum, agama, suku, budaya, bahasa, geografi, topografi, potensi sumber daya alam, keragaman ekonomi, keragaman tingkat pendidikan, keragaman fungsi dan peran dalam kehidupan sosial sampai pada keragaman pilihan politik. Setelah merdeka, semua keragaman itu berhimpun dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan diakomodasi dalam tujuan bernegara yang terdapat dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Perwujudan tujuan tersebut, dalam penyelenggaraan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah diatur dalam pasal tersendiri dalam UUD NRI Tahun 1945, yaitu pasal 18A ayat (1) yang mengatur bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus memperhatikan “kekhususan dan keragaman daerah”. Perumusan konsep tersebut dilakukan karena pada praktek penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya terjadi penyeragaman pola hubungan wewenang antar semua daerah di Indonesia (UU No. 5 Tahun 1974), sehingga menimbulkan berbagai tuntutan, pemberontakan bahkan disintegrasi. Untuk menghindari hal-hal yang mengancam keutuhan NKRI, dirumuskanlah beberapa perubahan terkait dengan penyelenggaran hubungan pemerintah antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, salah satu diantaranya dalam hubungan wewenang. Hal yang menjadi persoalan adalah makna konsep hubungan wewenang yang memperhatikan “kekhususan dan keragaman daerah itu” tidak diatur lebih lanjut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda beserta perubahannya demikian juga dalam UU No. 23 Tahun 2014 juncto UU No. 2 Tahun 2015 juncto UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemda. Kedua UU tersebut hanya bersifat memberikan pengakuan terhadap keragaman daerah, tidak ada penjelasan lebih jauh, sehingga dalam menjalankan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sering terjadi persoalan. Permasalahan yang dibahas dalam disertasi ini adalah 1. Mengapa pembentuk UUD NRI Tahun 1945 merumuskan kata “keragaman daerah” dalam Pasal 18A ayat (1) dan apa makna “keragaman daerah” yang dimaksud? 2. Apa akibat hukum yang dapat timbul dari pengaturan “keragaman daerah” sebagaimana diatur dalam Pasal 18A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 terkait pola hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah? 3. Bagaimana formulasi pengaturan “keragaman daerah” dalam penentuan urusan pilihan bagi pemerintah daerah provinsi?. Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan filsafat hukum, pendekatan konsep, pendekatan analitis, dan pendekatan perundang-undangan. Disertasi ini menggunakan teori hermeneutika hukum sebagai grand theory yang dipadukan dengan konsep keragaman daerah untuk menjawab isu hukum yang pertama. Middle range theory yang digunakan dalam vi disertasi ini adalah teori pluralisme hukum, untuk menjawab isu hukum yang kedua dipadukan dengan konsep pembagian urusan. Untuk menjawab isu hukum ketiga digunakan teori negara kesatuan sebagai applied theory yang dipadukan dengan konsep peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian disertasi ini: pertama, Pembentuk UUDD NRI Tahun 1945 merumuskan kata keragaman daerah dalam pasal 18A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah karena mereka menyadari bahwa Indonesia negara yang sangat majemuk, kemajemukan itu bahkan sudah ada sebelum Indonesia terbentuk. Pembentuk UUD NRI Tahun 1945 menyadari jika keragaman (perbedaan) yang ada pada setiap daerah tidak diakomodasi akan rentan menimbulkan konflik bahkan disintegrasi. Sedangkan makna keragaman daerah dalam pasal 18A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, adalah pengakomodasian terhadap berbagai karakteristik yang inheren pada bangsa Indonesia yaitu perbedaan geografis, perbedaan topografi, perbedaan agama, perbedaan budaya/adat istiadat/tradisi, perbedaan suku bangsa/etnis, perbedaan bahasa, perbedaan pilihan politik, perbedaan mata pencaharian, perbedaan tingkat pendidikan, perbedaan fungsi dan peran dalam kehidupan sosial, dan perbedaan hukum. Kedua, Akibat hukum yang timbul dari dirumuskannya konsep keragaman daerah terkait dengan pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah adalah 1). UU No. 23 Tahun 2014 juncto UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemda dalam Bab I Ketentuan umum harus mengatur pengertian hubungan kewenangan yang memperhatikan keragaman daerah. 2). Hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat berbeda sesuai dengan potensi dan keragaman yang dimiliki masing-masing daerah. Ketiga, Formulasi pengaturan keragaman daerah dalam penentuan urusan pilihan bagi daerah provinsi adalah memetakan terlebih urusan pemerintahan, kemudian menentukan jenis keragaman daerah (objek yang akan diatur/ruang lingkup), selanjutnya menentukan kewenangan (kapasitas), langkah terkahir adalah dirumuskan dalam undang-undang. Saran, kepada DPR dan Presiden, selaku lembaga yang berwenang membuat undang-undang, sebaikanya dilakukan revisi terhadap UU No. 23 Tahun 2014 juncto UU No. 2 Tahun 2015 juncto UU No. 9 Tahun 2015 mengenai: 1. Pengertian hubungan wewenang yang memperhatikan keragaman daerah sebaiknya dirumuskan dalam bab 1 ketentuan umum. 2. Urusan kebudayaan tidak tepat dimasukan dalam urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, Urusan kebudayaan lebih tepat dimasukkan dalam bidang urusan pilihan. 3. Urusan pangan tidak tepat dimasukan dalam urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, urusan pangan lebih tepat dimasukkan dalam bidang urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. 4. Kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu bidang urusan untuk dapat dikategorikan dalam bidang tertentu, sebaiknya dirumuskan dalam penjelasan. Kepada DPR dan Presiden selaku lembaga yang berwenang membuat undang-undang, untuk memberikan kepastian hukum, perlu diterbitkan undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang daerah khusus atau istimewa.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/342/RUM/m/2016/061606125
Subjects: 300 Social sciences > 342 Constitutional and administrative law
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 04 Jan 2017 10:35
Last Modified: 04 Jan 2017 10:35
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160425
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item