Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Kontrak Jangka Panjang antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia,

Suherman (2016) Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Kontrak Jangka Panjang antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia,. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis tentang penerapan asas pacta sunt servanda dalam kontrak jangka panjang, yang terkait dengan isu hukum tentang makna asas pacta sunt servanda dan penerapan dari asas pacta sunt servanda dalam kontrak jangka panjang antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia serta asas pacta sunt servanda dalam kontrak karya antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia yang menimbulkan kerugian bagi pihak Pemerintah Indonesia dapat dinegosiasi ulang atau dapat diputuskan oleh pihak yang dirugikan tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam penelitian digunakan jenis penelitian hukum normatif (legal research) yaitu penelitian bahaan hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder semata. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undangundang, konseptual, perbandingan dan pendekatan kasus. Untuk kemudian bahan hukum yang terkumpul dianalisis dengan analisis kualitatif dan hasilnya dipaparkan dalam bentuk deskriptif. Berdasarkan hal tersebut, maka melalui analisa yang dilakukan atas hasil temuan penelitian dari permasahan hukum yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan : Pertama, makna asas pacta sunt servanda dalam kontrak jangka panjang antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia. Hasil analisa asas pacta sunt servanda tidak lagi mempunyai unsur yang mutlak dan terus mengikat, karena adanya pengecualian yang dibatasi oleh hukum, misalnya adanya perubahan yang sangat fundamental, adanya tidak keseimbangan dalam kontrak yang melanggar kepatutatan / kesusilaan dan memperkaya diri secara tidak adil. Konsep dasar kebijakan dari pelepasan dari kewajiban ini banyak dianut oleh beberapa negara namun pelaksanaannya saja yang berbeda-beda di tiap-tiap Negara. Dalam perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat, akan tetapi terikatnya para pihak dalam perjanjian tidak terbatas pada apa yang telah diperjanjikan, tetapi juga terhadap unsur-unsur yang lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatautan dan moral. Keinginan untuk tidak menerapkan asas pacta sunt servanda secara mutlak ini kemudian melahirkan beberapa doktrin seperti rebus sic stantibus, doktrin unconscionalility atau keadaan yang tidak seimbang, jus cogens yaitu perjanjian akan berakhir apabila keadaan berubah secara fundamental dan unjust enrichment yaitu memperkaya diri secara tidak adil. Doktrin-doktrin tersebut sangat penting terutama untuk kontrak-kontrak dalam skala besar dan kontrak jangka panjang yang mana pada saat pelaksanaan kontrak mengalami perubahan yang fundamental, drastis dan radikal pada kondisi ekonomi, politik dan sosial, serta hanya menguntungkan salah satu pihak karena isi kontrak yang hanya merugikan salah satu pihak yang dikarenakan keadaan yang tidak seimbang antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Kedua, penerapan dari asas pacta sunt servanda dalam kontrak jangka panjang antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia. Hasil analisa Kontrak karya yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia adalah mengikat sesuai dengan asas pacta sunt servanda untuk jangka waktu yang lama sesuai dengan jangka waktu kontrak yaitu selama 30 tahun, akan tetapi berdasarkan analisa kontrak tersebut diatas, maka isi kontrak tersebut banyak yang merugikan Pemerintah dan melemahkan kedudukan Pemerintah, sehingga sangat jelas kontrak karya yang berisi hak dan kewajiban para pihak tidak seimbang, termasuk juga keuntungan dan v hasil yang diperoleh oleh para pihak. Oleh karenanya berdasarkan asas-asas hukum umum yang berlaku yaitu unconscionalility doctrine (keadaan yang tidak seimbang) dan unjust enrichment doctrine (memperkaya diri secara tidak adil), maka asas pacta sunt servanda yang terkandung didalam kontrak karya tersebut tidak dapat diterapkan karenanya pengadilan dapat merubah dan mencampuri isi kontrak dari para pihak dan memberikan kemungkinan kepada seorang hakim untuk mengabaikan dari suatu kluasul dalam suatu kontrak atau keseluruhan dari isi kontrak tersebut yang dikarenakan kontrak tersebut merugikan pihak yang lain dan meimbulkan ketidakadilan bagi para pihak. Ketiga, asas pacta sunt servanda dalam kontrak karya antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia yang menimbulkan kerugian bagi pihak Pemerintah Indonesia dapat dinegosiasi ulang atau dapat diputuskan oleh pihak yang dirugikan tersebut. Kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia isi klusula-klausulanya banyak yang merugikan salah satu pihak yaitu pihak Pemerintah Indonesia, sehingga sangat jelas kontrak karya yang berisi hak dan kewajiban para pihak tidak seimbang, termasuk juga keuntungan dan hasil yang diperoleh oleh para pihak dirasakan sangat tidak adil. Oleh karenanya harus dilakukan renegosiasi. Amanat renegosiasi kontrak karya pada hakekatnya diawali dengan telah diundangkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Keberadaan UU ini memberikan kerangka baru dalam pengelolaan bahan tambang terutama dengan diaturnya Pasal 169 b dalam UU No. 4 Tahun 2009 yang mengamanatkan bahwa “ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Karya dan PKP2B harus disesuaikan dengan ketentuan dalam UU No. 4 Tahun 2009 selambatlambatnya 1(satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara melalui proses negosiasi. Renegosiasi ini juga merupakan perwujudan dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yaitu untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia . Hal ini juga tertuang didalam pembukaan Kontrak karya dan PT. Freeport Indonesia juga sebenarnya telah mengakui bahwa “seluruh sumber daya mineral yang terdapat di dalam wilayah hukum Republik Indonesia, termasuk daerah lepas pantai adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia”. Sehingga Pemerintah Indonesia dapat meminta pada PT. Freeport Indonesia untuk dilakukan renegosiasi dari kontrak karya tersebut. Pemerintah Indonesia dapat memutuskan kontrak karya yang telah ditandatanganinya karena isinya sangat merugikan Pemerintah sehingga sangat dirasakan tidak adil buat salah satu pihak. Pemerintah tidak perlu ragu dan takut untuk memutuskan kontrak karya tersebut dengan mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ini ke arbitrase Internasional dengan procedure lawnya dengan UNCITRAL, akan tetapi governing lawnya menggunakan hukum Indonesia. Berdasarkan hukum Indonesia yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi landasan dasar konstitusional Negara Indonesia dan seluruh Undang-undang di Indonesia serta UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam termasuk sumber alam mineral diwilayah hukum Republik Indonesia dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. hukum kontrak di Indonesia harus segera di perbaharui dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila seperti keberlanjutan, keutuhan, keharmonisan, keseimbangan, kepatutan, keadilan dan keuntungan terbesar bagi masyarakat. Apalagi untuk kontrak-kontrak pengelolaan sumber daya alam, seperti kontrak pertambangan yang mana biasanya kontrak pertambangan tersebut memerlukan jangka waktu yang panjang sehingga sangatlah penting untuk kiranya hukum kontrak dapat melindungi para pihak pada saat prakontrak (negosiasi), saat penandatangan kontrak selanjutnya pelaksanaan kontrak, serta pada saat kontrak berakhir.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/341/SUH/p/2016/061611465
Subjects: 300 Social sciences > 341 Law of nations
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 26 Apr 2017 09:40
Last Modified: 26 Apr 2017 09:40
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160415
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item