Pedoman Pemidanaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Pendekatan Hukum Responsif

Farhana (2015) Pedoman Pemidanaan Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Pendekatan Hukum Responsif. Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia yang melanggar hak asasi manusia (HAM). HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir yang melekat pada manusia. Hak asasi tidak dapat dicabut dan tidak boleh dilanggar. Indonesia sangat menjunjung HAM, hal ini dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang syarat dengan pernyataan dan pengakuan yang menjunjung tinggi harkat, martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat luhur dan sangat asasi. Tindak pidana perdagangan orang melanggar hak asasi dan merupakan kejahatan transnasional dan terorganisir sehingga termasuk kejahatan kemanusiaan atau extra ordinary crime. Sanksi pidana merupakan pencegahan terjadinya kejahatan dan penanggulangan kejahatan. Penggunaan pidana selama ini merupakan hal yang layak dan wajar, tidak pernah dipermasalahkan penggunaan sanksi pidana dalam proses terbentuknya. Alasan dan dasar pertimbangan mengapa perbuatan itu perlu ditanggulangi dengan sanksi, tidak dibahas tersendiri tetapi tercakup dalam pembahasan tentang dasar-dasar dipidananya perbuatan tertentu. Penentuan jenis pidana dan lama pidana ada pada tahap kebijakan formulasi/kebijakan legislatif kurang mendapat perhatian selama ini. Penetapan suatu jenis dan lamanya pidana harus dilihat sebagai suatu kesatuan proses dari perwujudan kebijakan melalui tahap-tahap yang direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu kebijakan formulasi merupakan tahap pertama dan sangat berhubungan dengan tahap-tahap berikutnya yaitu tahap kebijakan aplikasi dan tahap kebijakan eksekusi. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan formulasi sangat penting dan strategis dilihat dari keseluruhan proses kebijakan untuk mengoperasionalisasikan sanksi pidana. Kesalahan dan kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Pada umumnya undang-undang baik yang umum maupun yang khusus belum dirumuskan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan orang jarang dijatuhkan pidana maksimal dan terdapat disparitas pemidanaan yang akan mengancam upaya penegakan hukum sehingga terjadi fenomena ketidakadilan. Tindak pidana serius dijatuhkan ke arah pidana maksimal sedangkan hakim cenderung menjatuhkan pidana minimal. Pidana kurungan penggati denda paling lama satu tahun sehingga pidana yang tinggi tidak bermanfaat. Oleh karena itu pedoman pemidanaan dibutuhkan dan dipandang penting jika dilihat dari kebijakan hukum pidana dalam rangka untuk menjalin keterpaduan dan harmonisasi ketiga tahap (tahap formulasi, yudikasi dan eksekusi) sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, sehingga tujuan pemidanaan dapat tercapai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatiF yang membahasa permasalahan sebagai berikut: 1) Apa pentingnya pedoman pemidanaan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ? 2) Apakah penjatuhan pidana dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang mencerminkan hukum responsif ? 3) Bagaimana pedoman pemidanaan untuk pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang yang responsif ? Berdasarkan analisis dan pembahasan dari ketiga permasalahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pertama, pedoman pemidanaan penting dirumuskan karena undang-undang perdagangan dipandang dari landasan filosofis, yuridis dan sosiologis. Kedua, Penjatuhan pidana berdasarkan putusan hakim dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang tahun 2008 sampai 2013 menggambarkan bahwa penjatuhan pidana cenderung minimum dan ada yang di bawah minimum dan terjadi disparitas. Ini tidak sesuai dengan kategori perdagangan orang sebagai kejahatan berat atau serius, yang mana pidana harus cenderung berat ke arah pidana maksimum. Disparitas terjadi akan mengganggu rasa keadilan masyarakat, korban dan terpidana. Oleh karena itu penjatuhan pidana dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang belum mencerminkan hukum responsif. Ketiga, Undang-undang perdagangan orang belum sepenuhnya memenuhi semua ciri-ciri hukum responsive. Untuk melengkapi ciri hukum responsive maka dibutuhkan pedoman pemidanan yang dirumuskan berdasarkan tujuan pemidanaan. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan yaitu 1) Merumuskan pedoman pemidanaan untuk tindak pidana perdagangan orang. 2) Rumusan pedoman pemidanaan tindak pidana perdagangan orang dibagi dalam kategori pelaku perorangan, kelompok terorganisir dan badan hukum. 3) Rumusan pedoman pemidanaan tindak pidana perdagangan orang mengandung unsur: hal-hal yang harus dipertimbangkan, aturan-aturan memuat hal-hal yang memperingankan dan memperberat pidana. 3) Pidana kurungan pengganti denda menurunkan semangat pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, sehingga perlu peningkatan jumlah kurungan pengganti denda, menjadi sama dengan pidana pokok.

Item Type: Thesis (Doctor)
Identification Number: DIS/341.48/FAR/p/2015/061611461
Subjects: 300 Social sciences > 341 Law of nations > 341.4 Jurisdiction over physical space; human rights
Divisions: S2/S3 > Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 12 Apr 2017 08:41
Last Modified: 12 Apr 2017 08:41
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160413
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item