Perlindungan Hukum Atas Indikasi Geografis (Studi Perbandingan Hukum Indonesia Dengan Australia)

Rahmawati, Debrina (2015) Perlindungan Hukum Atas Indikasi Geografis (Studi Perbandingan Hukum Indonesia Dengan Australia). Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Dengan adanya perjanjian internasional berupa Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Rights /(TRIPs) Agreement, setiap negara anggota diwajibkan untuk mengatur perlindungan hukum yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, salah satunya perlindungan hukum terhadap indikasi geografis. Pengaturan indikasi geografis di dalam TRIPs bersifat luwes dan tidak rigid. Pasal 1 TRIPs menyebutkan bahwa pengaturan indikasi geografis boleh diterapkan sesuai dengan perjanjian atau lebih luas tetapi tidak boleh kurang dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip indikasi geografis yang telah ditetapkan. Akibat dari keluwesan ini, maka munculah keberagaman respon. Keberagaman respon atas kewajiban TRIPs untuk memberikan perlindungan indikasi geografis (IG) dalam hukum nasional negara anggota, menyebabkan penerapan MFN tidak berjalan secara sempurna. Negara maju (termasuk negara Australia) menerapkan perlindungan IG secara mengetat (hanya terhadap minuman wine dan spirit) sedangkan negara berkembang (termasuk negara Indonesia) menerapkan perlindungan IG secara meluas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pembeda dan menganalisis pengaturan IG antara Indonesia dengan Australia serta mengidentifikasi penerapan prinsip standar minimum dan/atau pengaturan yang lebih ekstensif beserta pengadopsiannya dalam perundang-undangan Indonesia dan Australia. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yaitu dengan menganalisis ketentuan-ketentuan yang ada di dua negara terkait dengan pengaturan indikasi geografis kemudian dikomparasikan untuk menjawab isu hukum yang diangkat. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain: (1) Undang-undang No. 15 tahun 2001 Tentang Merek, (2) Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis, (3) Australian Trade Marks Act, dan (4) Australian Wine and Brandy Cooperation Act 1980. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor pembeda pengaturan IG antara Indonesia dan Australia terletak pada (1) Kewenangan mendaftarkan IG, dimana Indonesia mengikutsertakan pihak konsumen sebagai pihak yang berhak mendaftarkan perlindungan IG. Hal ini memenuhi salah satu unsur dari teori Fuller tentang eight ways to fail law dan (2) Kewenangan badan yang melakukan registrasi. Di Indonesia, penetapan IG berdasar pada pemohon, sedangkan di Australia selain pemohon juga dapat dilakukan dengan inisiatif sendiri dari Komite. Terkait dengan penerapan prinsip standar minimum dan/atau pengaturan yang lebih ekstensif, Indonesia belum memasukkan unsur reputasi dalam perlindungan indikasi geografisnya, sedangkan Australia telah menetapkannya, bahkan mensyaratkan reputasi harus ada sebelum pendaftaran. Pemahaman konsep la terroir diperlukan dalam pengaturan indikasi geografis tingkat II TRIPs yang belum diadopsi oleh Indonesia dimana dimungkinkan untuk melakukan perluasan IP subject matters. Perluasan ini menurut teori HKI Posner dan teori keadilan Amartya Sen diperlukan, karena setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan wealth maximation dari perlindungan indikasi geografis tingkat II termasuk di dalamnya negara Indonesia walaupun obyek perlindungannya bukan minuman anggur dan minuman keras.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/FH/2015/346.07/041604366
Subjects: 300 Social sciences > 346 Private law
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 23 Jun 2016 09:38
Last Modified: 22 Apr 2022 02:22
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/160327
[thumbnail of Debrina Rahmawati.pdf] Text
Debrina Rahmawati.pdf

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item