Kerangan, Johanis (2015) Analisis Faktor Intrahospital yang Berhubungan dengan Keterlambatan Waktu Terapi Reperfusi pada Pasien ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) di RSUP Prof. R.D. Kandou Manado. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan salah satu spektrum Sindrom Koroner Akut (SKA) yang paling berat, dan merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner, dengan manifestasi gejala nyeri dada yang khas berupa nyeri dada yang berat dengan durasi lebih dari 20 menit. Kondisi ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan tindakan revaskularisasi segera untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard. Tindakan reperfusi merupakan strategi utama dalam penanganan pasien STEMI yaitu dengan Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dan terapi fibrinolitik. Waktu tindakan reperfusi yang lebih cepat, berhubungan erat dengan rendahnya jumlah mortalitas. Oleh karena itu, pedoman American Heart Association (AHA) dan European Society of Cardiology (ESC) menetapkan waktu tindakan reperfusi pasien STEMI yaitu 30 menit untuk door-to-needle dan 90 menit untuk door-to-balloon. Keterlambatan waktu terapi reperfusi ditentukan oleh lama waktu prehospital dan intrahospital. Lama waktu prehospital terkait faktor pasien merupakan penyebab yang paling menonjol terhadap peningkatan kerusakan jantung dan kematian pada pasien STEMI. Pasien dengan onset gejala 1-2 jam, memiliki komplikasi yang fatal, dan 1/3 pasien meninggal dalam 24 jam setelah onset. Sedangkan untuk lama waktu intrahospital yang dibandingkan dengan angka mortalitas pasien STEMI didapatkan bahwa mortalitas di rumah sakit lebih rendah dengan waktu door-to-needle yang lebih singkat yaitu 2,9% untuk 30 menit, 4,1% selama 31-45 menit, dan 6,2% untuk 45 menit. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi hubungan faktor intrahospital dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi pada pasien STEMI. Berdasarkan hasil analisis univariat, rata-rata interval waktu kecepatan door-to-ECG adalah. 28,59 menit (17-40 menit), kecepatan transfer pasien ke ICCU adalah 149,72 menit (22-301 menit) dan kecepatan terapi fibrinolitik adalah 38,22 menit (8-82 menit). Sehingga didapatkan total interval waktu door-to-needle yang dibutuhkan untuk penanganan pasien STEMI adalah 216,54 menit (65-401 menit). Dari hasil analisis bivariat didapatkan: kecepatan door-to-ECG (p value=0,028), kecepatan transfer ke ICCU (p value=0,000), kecepatan terapi fibrinolitik (p value=0,022) berhubungan dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi pada pasien STEMI. Kemudian berdasarkan hasil analisis multivariat regresi linear, faktor yang paling dominan hubungannya dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah kecepatan transfer ke ICCU (0,871). Faktor kecepatan transfer pasien ke ICCU merupakan faktor yang paling berperan terhadap keterlambatan waktu terapi fibrinolitik pada pasien STEMI. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat 3 faktor intrahospital yang memiliki hubungan signifikan dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi pada pasien v STEMI seperti faktor kecepatan door-to-ECG, kecepatan transfer ke ICCU, dan kecepatan terapi fibrinolitik. Namun tidak terdapat hubungan antara faktor kondisi klinis pasien STEMI dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi. Sedangkan faktor intrahospital yang paling dominan berhubungan dengan keterlambatan waktu terapi reperfusi adalah faktor kecepatan transfer pasien STEMI ke ICCU untuk menjalani tindakan terapi fibrinolitik. Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini, dapat disarankan: 1. Diperlukan komunikasi yang baik antara pelayanan kesehatan yang merujuk dan rumah sakit yang menjadi rujukan untuk memperpendek waktu pengkajian awal saat pasien tiba di departemen emergensi sehingga tindakan definitif dapat segera dilakukan. 2. Diharapkan perawat dan staf lainnya yang bertugas di departemen emergensi dapat meningkatkan kemampuan dalam menginterpretasikan EKG, sehingga dapat mempersingkat interval waktu door-to-ECG. 3. Diperlukan komunikasi yang baik antar ruang emergensi yang terkait dalam penanganan pasien STEMI sehingga adanya kesiapan untuk tindakan lanjutan. 4. Diperlukan adanya upaya dari petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang penanganan pasien STEMI yang membutuhkan waktu penanganan yang cepat, sehingga diharapkan dapat mempersingkat waktu transfer pasien untuk tindakan reperfusi. Mengingat bahwa faktor kecepatan transfer ke ICCU yang merupakan faktor dominan terhadap keterlambatan waktu terapi reperfusi dimana faktor pasien dan keluarga yang menyumbang waktu lebih banyak dalam pengambilan keputusan persetujuan tindakan. 5. Diperlukan adanya jalur evakuasi/ koridor dengan brankar untuk mempercepat proses transfer pasien dari IGD ke ICCU atau semua tindakan fibrinolitk pada pasien STEMI dapat dilakukan diruang emergensi.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/616.123 7/KER/a/2015/041507120 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 616 Diseases > 616.1 Diseases of cardiovascular system |
Divisions: | S2/S3 > Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 22 Oct 2015 14:56 |
Last Modified: | 16 Jun 2022 04:35 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/158278 |
Text
JOHANIS KERANGAN.pdf Download (2MB) |
Actions (login required)
View Item |