Pengaruh Pemberian Kurkumin dan Kotrimoksazol pada Infeksi Salmonella Typhimurium secara In Vivo.

Rahayu, SiwipeniIrmawanti (2013) Pengaruh Pemberian Kurkumin dan Kotrimoksazol pada Infeksi Salmonella Typhimurium secara In Vivo. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam sel makrofag sehingga terhindar dari sistem imun. Demam tifoid dapat berlanjut menjadi sepsis dan toksemia, serta disertai dengan kematian sel hospes dalam jumlah besar. Komplikasi terberat dari demam tifoid ini adalah perforasi ileum, yang dapat menyebabkan perdarahan hingga kematian. Mengingat Indonesia adalah lokasi endemis demam tifoid, maka penelitian tentang terapi demam tifoid terus berkembang. Herbal adalah salah satu terapi yang sering diteliti, diantaranya adalah kunyit. Tanaman tersebut memiliki zat aktif yang disebut kurkumin, dan telah lama digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan penyakit, termasuk demam dan gangguan pencernaan. Banyak penelitian telah menunjukkan adanya efek antimikroba dan antiinflamasi dari kurkumin, selain bermacam-macam efek lain yang juga telah diteliti. Kurkumin secara in vitro telah dibuktikan memiliki efek antimikroba melalui ikatan dengan reseptor vitamin D sehingga menginduksi produksi ca licidin, suatu protein memiliki sifat antimikroba. Kotrimoksazol adalah salah satu obat lini pertama yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi Salmonella, termasuk demam tifoid. Kotrimoksazol merupakan agen yang bersifat bakteriostatik dan berfungsi melalui penghambatan mekanisme pembentukan PABA. Kotrimoksazol aman digunakan pada semua usia dan dapat menjadi terapi untuk karier Salmonella Typhi. Kotrimoksazol telah diketahui dapat menjadi imunomodulator non-spesifik melalui efek antimikroba yang dimilikinya. Berdasarkan persamaan efek antimikroba antara kurkumin dan kotrimoksazol, maka secara teoretis, penggunaan keduanya sebagai terapi penyakit infeksi adalah rasional. Hal tersebut merupakan latar belakang dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, diamati kerja antimikroba dari kurkumin dan kotrimoksazol. Selain itu juga diamati pengaruh pemberian kurkumin dan kotrimoksazol terhadap kadar sitokin hospes. Sitokin yang diamati adalah IL-1β, TNF-α dan IL-10. Bakteri S. Typhi tidak dapat menginfeksi hospes lain selain manusia, sehingga pada penelitian ini digunakan S. Typhimurium untuk membuat model demam tifoid pada hewan coba. Penelitian ini didahului dengan penelitian pendahuluan dan penelitian eksplorasi. Dalam penelitian ini digunakan hewan coba mencit balb/c sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan studi literatur dan penelitian eksplorasi, maka digunakan tiga dosis kurkumin, yaitu 100 mg/kgBB, 150 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB. Kotrimoksazol hanya diberikan dalam satu dosis berdasarkan konversi dosis dari manusia ke mencit. Terapi kurkumin, kotrimoksazol, atau kombinasi kurkumin-kotrimoksazol diberikan pada mencit sesuai kelompok yang telah ditentukan. Perlakuan ini dilakukan selama tiga hari dan selama lima hari. Setelah perlakuan selama tiga hari, didapatkan bahwa bakteri telah berkolonisasi di ileum namun belum menyebabkan infeksi sistemik. Pada masa ini ditemukan bahwa pemberian kurkumin tidak dapat menurunkan jumlah kolonisasi bakteri. Setelah lima hari, telah ditemukan adanya infeksi sistemik dan perlakuan dengan kurkumin ternyata dapat menurunkan kolonisasi intraintestinal dan ekstraintestinal. Meskipun demikian, hingga dosis 200 mg/kgBB kurkumin belum dapat mengeliminasi keseluruhan bakteri dalam tubuh hospes. Dengan melihat adanya tren penurunan jumlah kolonisasi bakteri seiring kenaikan dosis kurkumin, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa kurkumin dapat mengeliminasi koloni pada dosis lebih dari 200 mg/kgBB. Perlakuan kurkumin-kotrimoksazol memberikan hasil yang menarik. Penambahan kurkumin ternyata menyebabkan penurunan efektivitas kotrimoksazol dalam mengeliminasi bakteri, terutama pada organ ekstraintestinal. Semakin tinggi kadar kurkumin yang diberikan bersamaan dengan kotrimoksazol, semakin rendah efektivitas antimikroba dari kotrimoksazol. Hal ini mirip dengan penelitian sebelumnya yang menemukan adanya hambatan kerja dari siprofloksasin jika diberikan bersamaan dengan kurkumin. Pengamatan terhadap kadar sitokin menunjukkan bahwa perlakuan kurkumin selama lima hari menyebabkan penurunan dari TNF-α secara signifikan jika dibandingkan perlakuan kurkumin selama tiga hari. Perlakuan kurkumin tidak dapat menurunkan kadar IL-1β. Kadar IL-10 mengalami penurunan pada perlakuan kurkumin dosis 200 mg/kgBB selama lima hari. Pada dosis yang lebih kecil tidak terdapat perubahan kadar IL-10 yang signifikan. Hasil yang berbeda didapatkan setelah perlakuan kurkumin-kotrimoksazol. Perlakuan tersebut ternyata dapat menurunkan TNF-α namun menaikkan kadar IL-1β. Kadar IL-10 tidak mengalami perubahan berarti. Kenaikan kadar IL-1β ini sejalan dengan pertambahan kolonisasi bakteri. Perbedaan ini memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan kerja kurkumin-kotrimoksazol terhadap sitokin proinflamasi yang lain, mengingat inflamasi tetap diperlukan untuk eliminasi infeksi. Pengamatan juga dilakukan terhadap jumlah sel mononuklear pada jaringan ileum mencit setelah perlakuan kurkumin maupun perlakuan kurkumin-kotrimoksazol. Jumlah sel MN pada perlakuan kurkumin menunjukkan adanya penurunan. Perlakuan kurkumin-kotrimoksazol menunjukkan penurunan yang lebih banyak. Sel MN merupakan sel imun yang merupakan lini pertama eliminasi infeksi dan dipengaruhi oleh IFN-γ dan TNF-α. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara jumlah sel MN dan TNF-α dan ditemukan adanya korelasi yang kuat antara penurunan kadar TNF-α dan penurunan jumlah sel MN yang ditemukan. Dengan berdasarkan pada hasil yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa kurkumin memiliki sifat antimikroba terhadap Salmonella Typhimurium secara in vivo. Kurkumin dapat mempengaruhi kadar TNF-α secara signifikan, namun tidak dapat mempengaruhi kadar IL-1β dan IL-10. Selain itu disimpulkan bahwa pemberian kurkumin bersama-sama dengan kotrimoksazol dapat menghambat kerja antimikroba dari kotrimoksazol secara sistemik, sehingga pemberiannya perlu dipertimbangkan kembali, terutama untuk kasus demam tifoid.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/615.324.39/ART/p/041310048
Subjects: 600 Technology (Applied sciences) > 615 Pharmacology and therapeutics > 615.3 Organics drugs
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Biomedis, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Hasbi
Date Deposited: 08 Apr 2014 14:47
Last Modified: 08 Apr 2014 14:47
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/158145
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item