Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Pencurian Ringan Yang Dilakukan Oleh Anak Pada Proses Diversi Di Tingkat Penyidikan

Kaimuddin, Arfan (2015) Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Pencurian Ringan Yang Dilakukan Oleh Anak Pada Proses Diversi Di Tingkat Penyidikan. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Penelitian yang berbentuk tesis ini di latar belakangi oleh tiga permasalahan. Pertama, permasalahan yuridis yang bisa dicermati dari adanya inkonsistensi dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang SPPA yakni antara Pasal 1 ayat (6) mengenai restorative justice dengan Pasal 9 ayat (2). Hal ini telah mencederai konsep restorative justice bagi korban tindak pidana pencurian ringan. Kedua, permasalahan teoritis, Hak-hak korban harus dilundungi, namun dalam praktek hak tersebut terabaikan. Yang dimaksud dengan hak korban yang terabaikan ialah hak korban untuk ikut serta pada proses diversi untuk tindak pidana pencurian ringan. Ketiga, permasalahan sosiologis yang bias dicermati ialah Tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh anak dapat mengganggu kenyamanandankeamanan di dalam masyarakat. Masyarakat sangat khawatir dengan tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh anak, karena bias jadi anaknya dapat menjadi korban pencurian bahkan mereka sebagai orangtua pun dapat menjadi korban. Seperti contoh kasus yang terjadi di Kota Batu, pihak masyarakat ingin sekali anak yang melakukan tindak pidana pencurian dimaksukkan di dalam penjara agar keamanandan kenyaman dapat kembali normal sepertisemula, tapidisisilain, UU SPPA mengatkaan lain. Bahwa anak bukan saja harus dijauhkan dari pidana penjara melainkan harus dijauhkan juga dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Permasalahan dalamtulisan berupa hasil penelitian ini dirumuskan dalam dua rumusan masalah. Pertama, Apa yang menjadi dasar filosofis penetapan Pasal 9 ayat (2) UU No. 11/2012 tentang SPPA. Kedua, Bagaimana seharusnya proses diversi dilakukan untuk melindungi korban pencurian ringan yang kerugiannya dibawah upah minimum provinsi setempat. Penelitian Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan perbandingan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-undangNomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, Undang-Undang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Perma ii Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP, Juvenile Justice and Welfare Act of 2006,Child Act 2001 Malaysia. Bahanhukum sekunder terdiri dari Risalah UU No. 11 tahun 2012 tentang SPPA, buku, jurnal-jurnal, baik jurnal nasional maupun jurnal internasional, pendapat parasarjana, serta kasus-kasus hukum yang terkait dengan penelitian dan bahan hukum tersier yang terdiri dari kamu shukum, ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Kamus Bahasa Inggris. Bahan hukum tersebut dikumpulkan berdasarkan tema dan permasalahan yang diangkat kemudian dikaji secara mendalam. Yang menjadi dasar pembentukan Pasal 9 ayat (2) Pasal 9 ayat (2) UU No. 11/2012 tentang SPPA ialah: pertama, jika persetujuan atau izin korban dan keluarga itu dicari, maka akan memperkecil peluang pelaku anak untuk memperoleh diversi. Kedua, sulitnya pencapaian diversi apabila harus meminta persetujuan korban dana akan terjadi diskriminasi terhadap ABH yang berasal dari keluarga kurang mampu. Ketiga, dalam UU SPPA semangatnya bukan memenjarakan anak dalam proses pidana. Keempat, pada proses diversi korban harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Apabila korban tidak ingin berpartisipasi, diversi tetapakan dijalankan. Dasar filosofis tersbut bertentangan dengan teori restorative justice dan juga teori perlindungan hukum. Setalah melakukan perbandingan Proses diversidengan Negara Filiphina dan Malaysia, untuk mencapai bentuk ideal diversi untuk tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh anak di Indonesia ialah dengan menggunakan pendekatan restorative justice pada upaya diversi. Hal ini didukung oleh teori kebijakan hukum pidana,yakni dengan mereformulasi Pasal 9 ayat (2) UU SPPA menjadi : Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban, kecuali untuk: Tindak pidana yang berupa pelanggaran; Tindak pidana tanpa korban; Kata kunci: Diversi, Restorative justice, Hakkorban

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/364.36/KAI/p/2015/041506993
Subjects: 300 Social sciences > 364 Criminology > 364.3 Offenders
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 18 Dec 2015 10:05
Last Modified: 23 Sep 2022 06:34
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/157252
[thumbnail of Arfan Kaimuddin.pdf] Text
Arfan Kaimuddin.pdf

Download (2MB)

Actions (login required)

View Item View Item