Purnomo, Aris Eko and Dr. M.R. Khairul Muluk, M.Si and Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS (2014) Does The Subsidized Rice Program (Raskin) Successfully Alleviate Poverty? (A Case Study In Central Java Province - Indonesia). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Di dalam Garis dengan kekhawatiran global, Indonesia juga memberikan pemberantasan kelaparan dan kemiskinan yang merupakan tujuan teratas dalam MDG sebagai agenda prioritas. Presiden Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono telah meluncurkan Jargon Pro Poor, PRO Pekerjaan dan Pro Pertumbuhan untuk menegaskan komitmennya dalam memerangi kemiskinan dan kelaparan beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya, Konstitusi 1945 dari Indonesia telah menetapkan gagasan ini Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Akibatnya, negara harus mengambil tanggung jawab utama untuk kesejahteraan masyarakat dan meringankan mereka dari semua jenis ketidaktahuan, keterbelakangan, kemiskinan dan lapar. Oleh karena itu, berbagai Langkah-langkah dan kebijakan diambil oleh pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan. Salah satu program terkemuka adalah program beras bersubsidi atau sering disebutkan sebagai Program Raskin (Istilah Indonesia) diluncurkan pada tahun 1998 sebagai respons terhadap krisis multi-dimensi memantulkan tingkat kemiskinan lebih dari 20% populasi pada saat itu. Awalnya, program Raskin ditunjuk untuk menghindari orang miskin dari kelaparan parah dengan memberikan nasi yang sangat murah bagi mereka yang rentan untuk kelaparan, tetapi setelah ekonomi Indonesia tumbuh secara bertahap di awal tahun 2000. Program Raskin dilanjutkan oleh pemerintah sebagai salah satu kemiskinan program pengentasan. Program Raskin dilakukan dengan memberikan subsidi beras untuk orang miskin menurut basis data yang buruk dibangun oleh statistik pusat Agen. Selama implementasinya, program Raskin harus mematuhi enam Presisi (tepat dalam jumlah, tepat dalam kualitas, tepat dalam target, tepat di Harga, tepat dalam waktu dan tepat dalam administrasi) sebagai bimbingannya. Namun, Diduga ada masalah selama implementasinya yang menyakiti Roh untuk meringankan kemiskinan dan kelaparan. Itulah sebabnya kemiskinan dan kelaparan Masih masalah penting yang dihadapi Indonesia. Bahkan, lebih dari 28 juta Orang-orang Indonesia masih berjuang untuk melarikan diri dari perangkap kemiskinan. Sejak meringankan kemiskinan masyarakat adalah tindakan kewajiban bagi pemerintah, maka sarjana seperti Matland mengatakan bahwa pada dasarnya itu adalah program konflik yang rendah, itu berarti semua dari para pihak (politisi, pemerintah, masyarakat, dll) setuju bahwa program tersebut harus dilakukan oleh pemerintah. Namun, itu juga dikategorikan tinggi ambiguitas, menghasilkan tidak hanya dari definisi kemiskinan yang melimpah itu sendiri, Tetapi juga konsep yang tidak jelas untuk mengukur kemiskinan dan cara memeranginya. Memang Program Raskin telah disetujui oleh pihak / aktor yang terlibat, itu berarti Perumusan program dapat diterima oleh mereka. Namun selama itu implementasi, perbedaan perspektif di antara pihak sering memimpin Program gagal mencapai tujuannya, meringankan kemiskinan. Penelitian ini kemudian mencoba untuk mencari tahu masalah seputar implementasi program tersebut, oleh Faktor-faktor pengenal yang mempengaruhi pencapaian program pengentasan kemiskinan Terutama program Raskin di Provinsi Jawa Tengah, salah satu dari tiga terpadat provinsi di Indonesia. Dari wawancara dan data diperoleh selama penelitian ini, itu menunjukkan bahwa enam prinsip (6p) diputuskan oleh pemerintah pusat sebagai pedoman Implementasi Raskin tidak patuh sepenuhnya. Ada banyak pelanggaran aturan ditemukan. Tidak bertanya-tanya, program Raskin dianggap gagal untuk membantu orang miskin melarikan diri dari kemiskinan mereka. Selain itu, untuk meningkatkan gagasan program, beberapa inovasi dibutuhkan secara kritis seperti mengelola anggaran dan melibatkan komunitas selama pengembangan basis data.
English Abstract
In line with global concerns, Indonesia also put eradication of hunger and poverty which is the top goal in MDG‟s as a priority agenda. President of Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono has launched a jargon Pro Poor, Pro Job and Pro Growth to assert his commitment in combating poverty and hunger several years ago. Actually, the Constitution 1945 of Indonesia has established this notion since the independence of Indonesia in 1945. Consequently, the state has to take the main responsibility for society‟s welfare and alleviate them from all kinds of ignorance, backwardness, poverty and hunger. Therefore, various measures and policies are taken by government to eradicate poverty and hunger. One of prominent programs is Subsidized Rice Program or often mentioned as Raskin Program (Indonesian term) launched in 1998 as a response of multi-dimensions crisis bouncing the poverty rate more than 20% of population at the time. Initially, the Raskin program was designated to avoid poor people from severe hunger by providing extremely cheap rice for those who are vulnerable for hunger, but after Indonesian economy grew gradually in the early of 2000. The Raskin Program was continued by government as one of poverty alleviation programs. The Raskin program is conducted by providing subsidized rice for poor people according to poor database built by Central Statistical Agency. During its implementation, the Raskin program has to obey the Six Precise (Precise in Quantity, Precise in Quality, Precise in Target, Precise in Price, Precise in Time and Precise in Administration) as its guidance. However, it is alleged that there are problems during its implementation hurting the spirit to alleviate poverty and hunger. That is why poverty and hunger are still the crucial problems faced by Indonesia. In fact, more than 28 million people of Indonesia still struggle to escape from poverty trap. Since alleviating poverty of society is an obligation action for government, then scholar such as Matland says that it is basically a low conflict program, it means all of the parties (politician, government, society, etc) agree that such program has to be conducted by government. Yet, it is also categorized as high ambiguity, resulting not only from the abundant definition of poverty itself, but also the unclear concept to measure poverty and how to combat it. Indeed Raskin program has been agreed by involved parties/actors, that means the formulation of program was acceptable by them. However during its implementation, the difference of perspectives among parties often led the program fails to achieve its aim, alleviating poverty. This research then tries to find out problems surrounding the implementation of such program, by identifying factors influencing the achievement of poverty alleviation programs especially Raskin program in Central Java Province, one of three densest provinces in Indonesia. From interview and data gained during this research, it shows that six Principles (6P) decided by central government as a guideline of Raskin implementation did not obey completely. There are many violations of rule found. No wondering, the Raskin Program is considered fail to help poor escape from their poverty. In addition, to boost the notion of program, some innovations are critically needed such as managing its budget and involving communities during the database development.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/363.8/PUR/d/2014/041503384 |
Subjects: | 300 Social sciences > 363 Other social problems and services > 363.8 Food supply |
Divisions: | S2/S3 > Magister Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi |
Depositing User: | Sugiantoro |
Date Deposited: | 11 Aug 2015 13:15 |
Last Modified: | 11 Oct 2024 09:48 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/157238 |
Text
ARIS EKO PURNOMO.pdf Download (1MB) |
Actions (login required)
View Item |