Pengalaman Keluarga Pada Proses Pemasungan Berulang Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Bantur Kabupaten Malang

Suswinarto, DwiYogyo (2015) Pengalaman Keluarga Pada Proses Pemasungan Berulang Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Bantur Kabupaten Malang. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Angka gangguan jiwa semakin hari semakin meningkat, Prevalensi di dunia mencapai 516 juta jiwa (WHO, 2015), 1/3 penduduk Asia Tenggara pernah mengalami neuropsikiatri (Yosef dan Sutini,, 2014). Berdasarkan Riskesdas 2013. 0,17% penduduk mengalami gangguan jiwa berat, 0,6% gangguan mental emosional. Menurut kemenkes (2014), diperkirakan 57.000 kasus gangguan jiwa berat sedang dipasung, dengan kejadian pemasungan 18,2% di pedesaan, 10,7% di perkotaan Di Propinsi Jawa Timur gangguan jiwa berat 22% dan gangguan mental emosional 6.5% dari jumlah penduduk.dan terdapat sedikitnya 731 warga yang menderita gangguan jiwa dilakukan pasung, yang tersebar di 26 kabupaten/kota, data ini merupakan data tertinggi dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Di kabupaten Malang terdapat 25 penderita gangguan jiwa yang dipasung (Dinkes Jatim, 2012). Berdasarkan laporan upaya kesehatan Jiwa Di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang didapatkan data 9 orang penderita gangguan jiwa yang dilakukan pemasungan, 8 orang telah dilepaskan. Gangguan jiwa merupakan respon maladaptive terhadap stressor lingkungan internal dan eksternal (Townsend, 2005).Gejala yang dimunculkan diantaranya kondisi kognisi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran, kesadaran, kemauan, afek emosi serta kondisi psikomotor yang terganggu. (Kaplan Sadock, 2010). Menurut UU no 18 tahun 2014 orang dengan gangguan jiwa terdiri dari Orang dengan masalah Kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) Keluarga merupakan sumber dukungan dan factor kunci bagi kesembuhan penderita gangguan jiwa (Vedebeck,2008), Rendahnya pengetahuan keluarga, adanya stigma dimasyarakat, menimbulkan beban tersendiri bagi keluarga dan penderita (Subandi, 2012). Upaya pengobatan yang tidak kunjung sembuh, dan butuh waktu yang lama ditambah dengan pelayanan kesehatan jiwa yang jauh menambah beban pembiayaan bagi keluarga. Hal ini mendorong keluarga melakukan penanganan menurut caranya sendiri yaitu dengan melakukan tindakan pemasungan. (Dinkes lamongan, 2015) Istilah pasung (confinement) sebenarnya sama dengan restraint atau seclusion, yakni pembatasan aktivitas. Restraint atau seclusion dilakukan oleh tenaga professional sedangkan pasung dilakukan oleh keluarga (Eka Malfasari dkk, 2014). Berbagai bentuk pengekangan fisik ditengah-tengah masyarakat selain di Indonesia.Di Negara Nigeria (BBC News, 1998), India (BBC News, 2001), Di Pakistan (Sa`ad at.al, 2001) Di Cina (Guan L, 2015), ditemukan juga di Afrika Barat (Wolfgang B ). Tujuan penelitian bertujuan untuk mengeeksplorasi pengalaman keluarga pada proses pemasungan berulang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Desain penelitian Kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretive. Sampel (partisipan) diambil dengan tehnik purposive sampling, jumlah partisipan 6 orang, data didapat dengan melakukan wawancara mendalam dengan bantuan panduan wawancara semi terstruktur, menggunakan alat perkam serta bantuan catatan lapangan. Penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Bantur Kabupaten Malang, Data yang sudah diperoleh dilakukan transkrip dan dianalisis menggunakan metode Collaizzi. Kelaikan etikl penelitian dilakukan oleh Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya Malang. Hasil penelitian ditemukan 7 tema, (1) Kondisi penderita gangguan jiwa. adanya perubahan pikiran dan perubahan perilaku (2) Respon keluarga atas kondisi penderita. Respon keluarga adanya perasaan sedih serta uapaya keluarga (3) Stigma masyarakat didukung oleh adanya kepercayaan teradap mitos dan adanya penolakan masyarakat. (4) Tindakan Pemasungan dipicu oleh karena kondisi perubahan prilaku penderita dan adanya stigma dari masyarakat (5) Tindakan Pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat dilakukan untuk memulihkan kondisi penderita menjadi sabil dan menyiapkan keluarga untuk mengabil keputusan dan kesediaan melepaskan pasung, sedangkan pemulihan masyarakat dilakukan agar masyarakat dapat menerima kondisi pelepasan penderita. (6) Pelepasan pasung dan perawatan selanjutnya, setelah penderita dalam kondisi stabil, keluarga mempunyai keputusan melepaskan pasung dan masyarakat serta intasi terkait mendukung maka pelepasan pasung dilaksanakan. (7) Pemasungan kembali. Kejadian pemasungan kembali terjadi karena kondisi penederita menunjukkan perubahan perilaku yang cenderung membahayakan diri dan lingkungannya hal ini dipicu karena tidak minum obat. Pembahasan : Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita seperti apa yang disampaikan oleh Kaplan dan sadok (2010) yaitu adanya gangguan pada proses berfikir. dimana penderita mengalami gangguan dalam mengelola aliran gagasan, simbul dan asosiasi yang diarahkan pada tujuan yang ingin dicapai. Pada penelitian ini ditemukan adanya pembicaraan yang tidak wajar, dan perunbahan prilaku yang ditandai dengan perilakukekerasan merusak barang dan menyakiti orang lain. Gambaran yang muncul tentang stigma dari masyarakat didasari pada adanya mitos serta penolakan masyarakat. Akibat dari stigma yang beredar dimasyarakat termasuk didalamnya adalah labeling. Hal ini senada dengan penelitian Tyas (2008), Wardani, dkk. (2011) dan Collucci (2013) yang menyebutkan bahwa masyarakat masih percaya bahwa gangguan jiwa terjadi akibat sebab supranatural dan akibat keturunan, Ditambah dengan adanya labeling pada penderita gangguan jiwa seperti “ edan, sinting, gendeng, Kenter, miring, setrip, ora genep, owah pikir, ora normal dan syaraf” (Subandi 2012). Respon keluarga terhadap kondisi penderita dan stigma adalah dengan jalan mencari uapaya pengobatan ke dukun orang pintar dan petugas kesehatan,keluarga aan mengalami rasa kecewa dan putus asa karena upaya mereka tidak membuahkan hasil. Bukti sesuai yang dituliskan Videbeck (2008) dan Puteh dkk (2011) tentang rendahnya kondisi ekonomi dan kondisi penderita gangguan jiwa yang membutuhkan waktu perawatan yang lama. Sedangkan Daulima (2014) mengatakan bahwa alasan pemasungan adalah kegagalan tindakan alternative pre pasung, selanjutnya Minas dan Diatri (2008) dan Guan Lily et.al (2015) bahwa keterbatasan pelayanan kesehatan menjadi alasan penderita gangguan jiwa dipasung (Tyas , 2008). Tindakan pelepasan pasung didukung oleh peran pelayanan kesehatan dengan adanya tindakan pemulihan terhadap penderita, keluarga dan masyarakat. hal sesuai dengan Buku pedoman pelepasan pasung (Dinkes Jatim 2014). Terjadinya pemasungan kembali oleh karena perubahan prilaku penderita yang mengarah pada membahayakan diri dan lingkungan. Oleh karena minum obat yang tidak teratur bahkan sampai putus obat. seperti hasil penelitian. Daulima (2014) menyatakan bahwa terjadinya relaps pada penderita gangguan jiwa disebabkan oleh karena minum obat tidak teratur atau terjadinya putus obat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kejadian pemasungan, pelepasan pemasungan dan pemasungan kembali terjadi oleh karena kondisi penderita gangguan jiwa, tanggapan keluarga terhadap situasi dan stigma masyarakat. Pelepasan pasung terjadi karena ada dukungan dari pelayanan kesehatan, kesiapan keluarga, masyarakat serta keterlibatan aparat. Pemulihan penderita setelah bebas pasung perlu adanya dukungan keluarga, masyarakat, puskesmas dan dinas terkait.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/362.2/SUS/p/2015/041507119
Subjects: 300 Social sciences > 362 Social problems of and services to groups of people > 362.2 People with mental illness and disabilities
Divisions: S2/S3 > Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 23 Oct 2015 11:16
Last Modified: 23 Oct 2015 11:16
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/157125
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item