Soraya, LisaFitria (2011) Perencanaan Penganggaran dengan Perspektif Multikultural Dalam Peningkatan Pembangunan di Kabupaten Nabire Papua. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Masyarakat di Kabupaten Nabire dengan keragaman budaya ( plural) mempunyai konsekuensi rentan akan kekerasan etnik, baik yang dikonstruksi secara kultural maupun politik. Adanya kesalahan dalam penentuan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah baik kebijakan ekonomi, politik, maupun sosial budaya rawan untuk menyebabkan isu-isu perpecahan yang pada akhirnya menjerumuskan pada disintegrasi bangsa. Kapabilitas dan kompetensi institusi negara dalam memilih, merumuskan, dan menjalankan kebijakan ekonomi dan kebijakan pengembangan warga negara memainkan peranan penting. Pasca pemberlakuan otonomi khusus, telah diintensifkan kegiatan sosialisasi di masyarakat. Tetapi hasilnya belum memuaskan, karena selain sosialisasinya masih bersifat sporadis juga belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk ke seluruh jajaran pemerintahan di daerah dan di pusat. Dapat dipastikan bahwa karena pemahaman undang-undang ini belum maksimal, maka dalam pelaksanaanya terkesan masih tidak realistis mengakomodasi kebutuhan Penduduk Asli Papua, dan di lain pihak cenderung masih meluasnya sikap dan tindakan apriori di masyarakat terhadap undang-undang ini. Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. Di Kabupaten Nabire, mekanisme perencanaan secara atas bawah (top-down planning) dilakukan oleh BAPPEDA Kabupaten Nabire yaitu dengan memfasilitasi musyawarah pembangunan mulai dari kampung (desa) sampai dengan distrik (kecamatan). Perencanaan partisipatif ini mengalami banyak kendala dilapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua elemen masyarakat turut serta dalam proses perencanaan penganggaran ini karena berbagai alasan, seperti: (a) waktu persiapan yang singkat, (b) terbatasnya sumberdaya dan informasi, (c) adanya sikap dari masyarakat sendiri bahwa partisipasi ini masih dipahami sebatas formalitas. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat proses perencanaan dan penganggaran di Kab. Nabire antara lain infrastruktur, partisipasi masyarakat dan kurangnya sosialisasi. Sedangkan beberapa faktor pendukung antara lain adanya kerangka regulasi yang mengatur tentang desentralisasi, pilkada langsung, perencanaan dan penganggaran. Beberapa pihak yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan perencanaan dan penganggaran adalah pemerintah, baik pihak eksekutif maupun legislatif, dan masyarakat melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan. Pemetaan kebutuhan secara multikultur belum bisa dilakukan karena pemerintah Kab. Nabire belum mempesiapkan data-data kuantitatif dan dokumen kondisi geografis, demografis, kemiskinan, pengangguran, sarana maupun prasarana fisik dan infrastruktur yang ada di kampung-kampung dan juga dokumen yang memuat suku-suku apa saja yang tersebar di kampung-kampung. Padahal data prioritas tersebut sangat penting untuk dijadikan acuan dalam penyusunan perencanaan maupun penganggaran pembangunan yang akan dilaksanakan didesa-desa. Dalam pelaksanaan pembangunan, masyarakatnya harus disiapkan dahulu sehingga mampu berpartisipasi pada setiap tahap pembangunan. Pemerintah juga hendaknya menghargai masyarakat adat dengan model pembangunan partisipatif, dan penyelesaian konflik-konflik sosial harus dilakukan atas dasar prinsip-prinsip sosial yang dianut masyarakat adat. Pemerintah Kabupaten Nabire melalui Bappeda maupun dinas/instansi lainnya hendaknya mampu memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan dan program yang menjadi agenda dalam pemerintahannya sehingga masyarakat dapat mengetahui dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, baik dalam perumusan, pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.
English Abstract
Communities in Nabire with a diversity of cultures (plural) has consequences vulnerable to ethnic violence, both culturally and politically constructed. The existence of errors in determining the policy pursued by government at economic policy, political, social and cultural prone to cause issues schism that eventually plunged the nations disintegration. Capabilities and competence of state institutions in selecting, formulating and pursuing a policy of economic and development policy citizenship plays an important role. Post-implementation of special autonomy, has intensified socialization in the community. But the results are not satisfactory, because in addition to socialization is still sporadic also not reached all levels of society, including the whole range of governance in the region and in central. It is certain that because of the understanding of this law is not maximized, then the implementation still does not seem realistic to accommodate the needs of Indigenous Papuans, and on the other hand tend to still widespread attitudes and actions of prejudice in society against this law. Planning and budgeting is an integrated process, therefore the output of planning is budgeting. In Nabire, planning mechanisms are top down (top-down planning) done by BAPPEDA Nabire is to facilitate the deliberations of development starting from the village (the village) to the districts (districts). Participatory planning is experiencing a lot of obstacles in the field. The results showed that not all elements of society participate in the budgetary planning process is due to various reasons, such as: (a) the preparation time is short, (b) limited resources and information, (c) the attitude of the people themselves that participation is still understood merely a formality. There are several factors which have obstructed the process of planning and budgeting at the District. Nabire include infrastructure, community participation and lack of socialization. While some of the supporting factors, among others, the regulatory framework governing decentralization, direct elections, planning and budgeting. Some of those involved in the policy formulation process is the government planning and budgeting, both the executive and legislative branches, and the community through the development planning discussion forums. Mapping of the multicultural requirement can not be done because the District government.Nabire not prepare quantitative data and documents related to geography, demographics, poverty, unemployment, physical facilities and infrastructure and the existing infrastructure in the villages as well as documents that contain any tribes scattered in the villages. Though data are very important priorities to be used as a reference in the preparation of planning and budgeting of development to be carried out in the villages. In the implementation of development, the community must be prepared first so that they can participate at any stage of development. The government should also respect the indigenous peoples with a model of participatory development, and resolving social conflicts should be done on the basis of social principles are adhered to indigenous peoples. Nabire District Government through the Bappeda and services/other agencies should be able to provide clear information to the public regarding the activities and programs on the agenda of government so that people can learn and participate in these activities, both in the formulation, decision making, implementation and supervision of the implementation government and development.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/352.48/SOR/p/041105176 |
Subjects: | 300 Social sciences > 352 General considerations of public administration > 352.4 Financial administration and budgets |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi |
Depositing User: | Endro Setyobudi |
Date Deposited: | 16 Dec 2011 14:32 |
Last Modified: | 16 Dec 2011 14:32 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156856 |
Actions (login required)
View Item |