Kedudukan Hukum Memorandum of Understanding Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka Berkenaan dengan Otonomi Khusus Aceh

Ihsan, Muhammad (2014) Kedudukan Hukum Memorandum of Understanding Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka Berkenaan dengan Otonomi Khusus Aceh. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Perjanjian antara Pemerintah RI dan GAM yang disebut dengan MoU Helsinki sudah berlalu selama satu dekade, akan tetapi setelah penandatanganan di Helsinki pada tanggal 15 Agustus tahun 2005 dipertanyakan banyak pihak tentang status hukumnya. Dalam Konvensi Wina 1969 tentang hukum perjanjian, perjanjian hanya dilakukan antar Negara, sedangkan status GAM masih belum jelas dalam hukum internasional, selain itu status hukum MoU, sangat ditentukan oleh status GAM. Banyak butir-butir dalam MoU yang mengindikasikan tentang self-government, dimana dalam konteks Indonesia hanya berlaku sistem otonomi khusus atau otonomi daerah. Disamping itu MoU dalam ketatanegaraan Indonesia, menjadi persoalan terkait dengan kedudukan hukumnya, karena sekilas MoU seperti konstitusi dan sumber hukum bagi Aceh. Berdasarkan uraian tersebut, dalam penulisan tesis ini, penulis akan membahas tentang status GAM dalam hukum internasional, daya ikat dan fungsi hukum MoU antara pemerintah RI dengan GAM dan kedudukan hukum MoU antara pemerintah RI dengan GAM berkenaan dengan otonomi khusus Aceh. Penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, untuk menjelaskan atau menganalisis terkait dengan kedudukan hukum MoU antara pemerintah RI dengan GAM berkenaan dengan otonomi khusus Aceh. Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, maka ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach). Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier, Analisis menggunakan penafsiran hukum secara sistematis dengan metode deskriptif analitis. Berdasarkan konsep syarat-syarat untuk di akui sebagai subyek hukum internasional atau entitas hukum internasional, maka GAM bukanlah setingkat belligerent, akan tetapi masih setingkat insurgent, karena dilihat dari penyerangan yang tidak efektif dan banyak pelanggaran-pelanggaran humanitarian law in arm conflict misalnya pelanggaran HAM. Status GAM yang tidak termasuk sebagai subyek hukum internasional, maka MoU bukanlah perjanjian internasional dan dalam ketatanegaraan Indonesia, MoU adalah sebagai bentuk keistimewaan Aceh, oleh karena itu sesuai dengan ketemtuan sumber hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang undangan, maka MoU bukanlah sebagai sumber hukum nasional serta tidak termasuk ke dalam tata hirarki urutan perundang-undangan. MoU hanya sebagai sumber inspirasi untuk membuat kebijakan-kebijakan di daerah Aceh.

English Abstract

It has been 10 years since MoU Helsinki was concluded between Indonesia and GAM. However, from the perspective of Vienna convention on the law of treatis 1969, juridical status of GAM statute such MoU is still questioned. While Helsinki MoU which serves as, indicates self-government of Aceh, in fact according to Indonesia`s constitution, Aceh is only given special autonomy instead of self-government. This research analyzes the statute of GAM from international law perspective, legal status and the purpose of Helsinki MoU as well as its relation to special autonomy of Aceh will be discussed. This research uses the normative legal research , which analyzes about The Legal Status of Memorandum of Understanding between The Indonesia Government`s and The Free Aceh Movement in the Matter of Special Autonomy of Aceh, this research further coopt two approaches, which includes statute approach and conceptual approach. The Substance of law that used are primary, secondary and tertiary, to analyze using the interpretation of law according to sistematic by descriptive analitical methode. This research finds that GAM cannot be considered as belligerent. It is still insurgent level. This is because of GAM tend to violate humanitarian law in its movements. This way GAM is non state entity which cannot be considered as subject of international law in relation to internal arm conflict. Consequently, Helsinki MoU cannot be considered as international treaty and did not serve as legal basis of special autonomy status of Aceh. In addition to this, according to law 12/2011 on the hierarchy of Indonesia legislation, Helsinki MoU cannot be included anywhere within the hierarchy. Such MoU only serves as legal inspiration of Aceh in making its policies.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/352.095981/IHS/041401789
Subjects: 300 Social sciences > 352 General considerations of public administration
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Budi Wahyono Wahyono
Date Deposited: 04 Apr 2014 14:37
Last Modified: 04 Apr 2014 14:37
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156742
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item