Kedudukan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam Hal Ada Permohonan Pengambilan Minuta Akta oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim

Subawa, Ida Bagus Gede (2011) Kedudukan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam Hal Ada Permohonan Pengambilan Minuta Akta oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Bab I merupakan bab pendahuluan dan terdiri dari 7 (tujuh) subbab, menguraikan secara runtut tentang uraian latar belakang penulisan tesis yaitu dimulai dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Mengingat kewenangan Notaris sangat penting, Notaris membutuhkan suatu fungsi kontrol, supaya Notaris dapat melaksanakan kewenangan dengan baik sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan khususnya Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Berdasarkan ketentuan Pasal 66 UUJN, pada pokoknya memberi kewenangan kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPD) untuk memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan atas permintaan penyitaan foto copy minuta akta Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim. Tetapi nampaknya ada konflik norma antara ketentuan Pasal 66 UUJN dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia no. M.03.HT.03.10 tahun 2007 (PERMENKUMHAM 03 tahun 2007). Konflik norma dimaksud pada pokoknya mengenai kewenangan MPD dalam memberi persetujuan atas permintaan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk melakukan penyitaan foto copy minuta akta Notaris atau langsung dapat member persetujuan penyitaan minuta akta Notaris. Permasalahan dalam tesis ini mengenai kedudukan MPD dalam hal ada permintaan pengambilan minuta akta oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif. Bab II merupakan bab kajian pustaka, yaitu memuat uraian yang sistematis dan logis mengenai teori Negara Hukum dan teori pertanggaan norma sebagi dasar berpijak ( Grand Theory ) untuk mengetahui tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sehingga dapat diketahui bahwa kedudukan Undang-Undang lebih tinggi daripada Peraturan Menteri Republik Indonesia. Asas preverensi Lex superior derogat legi impriori dipergunakan sebagai pisau analisis, sehingga dapat diketahui bahwa ketentuan Pasal 8 ayat (1) PERMENKUMHAM NOMOR 03 TAHUN 2007 yang mengesampingkan pokok substansi ketentuan Pasal 66 UUJN seyogianya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Teori kewenangan dipergunakan untuk mengkaji keabsahan kewenangan dan kedudukan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam hal adanya permohonan pengambilan minuta akta Notaris oleh penyidik, penuntut umum dan atau hakim sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) PERMENKUMHAM NOMOR 03 TAHUN 2007 yang mengesampingkan substansi ketentuan Pasal 66 UUJN. Sehingga dalam hal ini dapat diketahui bahwa MPD tidak berwenang memberikan persetujuan pengambilan minuta akta Notaris, melainkan hanya dapat memberikan persetujuan pengambilan foto copy minuta akta Notaris sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 66 UUJN. Dalam bab ini penulis juga mengemukakan konsep Notaris, akta Notaris sebagai akta Notaris sebagai akta otentik, MPD dan konsep rahasia jabatan Notaris sebagai bahan kajian konseptual. Dengan tujuan agar dapat lebih mempertajam pemahaman penulis dalam pembahasan permasalahan yang dibahas khususnya yang berhubungan dengan konsep-konsep tersebut di atas. Bab III merupakan bab hasil analisis dan pembahasan atas rumusan permasalahan dalam tesis ini, yaitu berdasarkan atas teori pertanggaan norma dan asas preverensi lex superior derogat legi impriori , maka dapat diketahui bahwa dalam sistem tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak dibenarkan adanya peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Menteri Republik Indonesia dapat mengesampingkan ketentuan Undang-Undang, baik sebagian maupun keseluruhan, sehingga ketentuan Pasal 66 UUJN tetap sah berlaku dan bersifat imperatif, dalam hal ini Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan tidak dapat mengajukan permohonan kepada MPD untuk melakukan tindakan pengambilan/penyitaan minuta akta Notaris, melainkan hanya dapat mengajukan permohonan pengambilan/penyitaan foto copy minuta akta Notaris. Berdasarkan atas teori kewenangan dan dihubungkan dengan teori negara hukum, MPD hanya berwenang memberi persetujuan Kepada Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk mengambil photo copy minuta akta Notaris untuk keperluan proses peradilan, dengan tetap berdasarkan atas ketentuan UUJN. MPD tidak berwenang memberi persetujuan pengambilan minuta akta Notaris kepada penyidik, penuntut umum dan atau hakim untuk keperluan proses peradilan, karena UUJN hanya memberi kewenangan kepada MPD untuk memberi peresetujuan pengambilan photo copy minuta akta Notaris, bukan minuta akta Notaris, mengingat Peraturan Menteri tidak dapat mengesampingkan amanat ketentuan undang-undang.

English Abstract

Public Notary is an official of the state whose competence to make an acte, now adays at a globalisation era is more important than past. It has an urgent position among bussiness growth which is move so fast. That`s why a public notary need a functionary to control, so that public notariy may do it`s competency based on the rule of law esspecialy regulated under Act. No. 30 year 2004 on the office of notary. Based on the article 66 of Act. No. 30 year 2004, the Regional Control Council Of Notary has an authority to approve or do not approve if there are any request from investigator, public procecutor or judge to confiscate the foto copy of notary minute. How ever there are any conflict of norm between the Article 66 of Act. No. 30 year 2004 with the Reguletation made by the Minister of Law and Human Rights Republic of Indonesia No. M.03.HT.03.10 Year 2007 on the article 8 (1). Mainly the conflict is about the competency of Regional Control Council of Notary who has an authority to approve request from investigator, public procecutor or judge to confiscatie not only the foto copy of notary minute, but directly to the notary minute it self. The problem of this tesis is about the competency of regional control council of notary in case there are a request to take over the notary minute by investigator, public procecutor or judge. The research method which is used to this tesis is a normative legal research. The result of research in this tesis is the regional control council of notary do not has competency to approve any request by investigator, public procecutor or judge to confiscate notary minute, as the article 66 of Act. No. 30 year 2004 just regulated that regional control council of notary just has an authority to approve confiscation of foto copy notary minute, not directly to the notary minute.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/347.016/SUB/k/041102352
Subjects: 300 Social sciences > 347 Procedure and courts
Divisions: S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 09 Aug 2011 09:41
Last Modified: 29 Mar 2022 06:45
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156706
[thumbnail of Ida Bagus Gede Subawa.pdf]
Preview
Text
Ida Bagus Gede Subawa.pdf

Download (1MB) | Preview

Actions (login required)

View Item View Item