Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan mengenai Tempat Kedudukan dan Wilayah Jabatan Notaris dan PPAT

Hermansyah (2013) Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan mengenai Tempat Kedudukan dan Wilayah Jabatan Notaris dan PPAT. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Bahwa didalam pasal 17 huruf (g) UUJN bila dikaji lebih jauh dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: ”pasal tersebut memungkinkan notaris merangkap jabatan sebagai PPAT didalam wilayah jabatan notaris tanpa memperhatikan tempat kedudukan notaris“.Sedangkan didalam Pasal 8 ayat (1) huruf (c) PP No 37 tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan “PPAT berhenti menjabat karena PPAT tersebut diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan diKabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT”. Pengertian dari pasal 8 ayat (1) huruf (c) PP no 37 Tahun 1998 adalah PPAT yang merangkap jabatan sebagai notaris diluar daerah kerja atau diluar tempat kedudukan PPAT berhenti secara otomatis. Sehingga terdapat pertentangan dengan pasal 17 huruf (g) UUJN.Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah kedua peraturan perundang-undangan tentang jabatan notaris dan jabatan PPAT khususnya mengenai tempat kedudukan dan wilayah jabatan perlu diadakan dalam satu peraturan perundang-undangan sehingga tidak terpecah seperti sekarang? 2. Bagaimana pengaturan peraturan perundang-undangan yang tepat secara hukum guna mengatur tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris maupun PPAT? Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan ( Statute Approach ), Pendekatan Sejarah ( Historical Approach ) dan Pendekatan Konseptual ( Conceptual Approach ). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan kedua pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda tingkatan tersebut harus direvisi/dirubah sehingga memiliki kesamaan dan keselarasan diantara keduanya. Agar ketentuan dari pasal-pasal tersebut tidak bersifat ambiguous , dan konsisten maka dalampembentukan peraturannya harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik dan tentang materi muatan Peraturan Perundang-undangannya juga harus mencerminkan asas-asas yang terdapat didalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Agar tidak terdapat inkonsistensi antara Pasal 17 Huruf (g) UUJN Dengan Pasal 8 Ayat (1) Huruf (c) PP Tentang PPAT.

English Abstract

That in Article 17, subparagraph (g) UUJN when examined further conclusion can be drawn as follows: “The article allows the notary PPAT from holding office in the region regardless of the domicile of the notary public notary”. whereas in Article 8 paragraph (1) letter (c) Regulation No. 37 of 1998 on Regulations Title Land Deed Official says “PPAT stop PPAT serving as the elected and has taken the oath of office or to perform duties as a notary with the seat of the county/municipality level regions other than region II works as PPAT”. The sense of Article 8 paragraph (1) letter (c) Regulation No. 37 of 1998 was PPAT which doubled as a notary work outside the region or outside the domicile of PPAT stops automatically. So there is a contradiction with Article 17 letter (g) UUJN. Based on this background, the problems can be formulated as follows: 1. Are these two legislations job title and office of notary PPAT particularly on the seat and position the region should be held in the legislation so it does not split as it is now? 2. How regulation legislation is legally appropriate to set the seat and position the region as well as notary PPAT? This type of research is a normative legal research. The approach used in this study is the approach to legislation (Statute Approach), Historical Approach (Historical Approach) and Conceptual Approach (Conceptual Approach). Based on the analysis performed, it can be concluded that the presence of the two clauses in the legislation of different levels should be revised/amended so that it has similarities and alignment between the two. That the provisions of these articles are not ambiguous, and hence the formation of consistent rules should be based on the principle of formation of legislation and of good substance Laws invitation should also reflect the principles contained in Article 6 paragraph (1) of the Constitution of the Republic of Indonesia Number 12 Year 2011 on the Establishment Regulation Legislation. So that there is no inconsistency between Article 17 Clause (g) UUJN With Article 8 Paragraph (1) Subparagraph (c) PP About PPAT.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/347.016/HER/s/041308446
Subjects: 300 Social sciences > 347 Procedure and courts
Divisions: S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User: Endro Setyobudi
Date Deposited: 31 Oct 2013 09:25
Last Modified: 31 Oct 2013 09:25
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156658
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item