Uke, LaOdeMuhammadImanAbdiAnantomo (2013) Perlindungan Hukum terhadap Hak Atas Tanah Benteng Keraton Wolio (Buton) sebagai Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Baubau (Studi di Benteng Keraton Wolio (Buton) Kota Baubau Propinsi Sulawesi Tenggara. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Negara Indonesia sebagai Negara yang kaya akan budaya memiliki banyak benda-benda peninggalan budaya yang bernilai tinggi yang harus dijaga dan dilestarikan, salah satunya adalah Benteng Keraton Buton yang merupakan Cagar Budaya. Semakin pesatnya perkembang kota, semakin besar pula keperluan terhadap tanah sehingga dapat mengakibatkan tergusurnya masyarakat adat dan peninggalan budaya seperti Benteng Keraton Buton, atau yang terkenal sebagai benteng terluas di dunia ini. Untuk itu perlunya perlindungan hukum terhadap Benteng Keraton Buton oleh Pemerintah, khususnya pemerintah Kota Baubau dan Badan Pertanahan Nasional dalam hal Pengaturan dan Upaya Perlindungan Hak Atas Tanah Benteng Keraton Buton sebagai cagar budaya. Semakin padatnya pemukiman penduduk disekitar kawasan cagar budaya dapat mengakibatkan tergeser dan rusaknya benda cagar budaya dan beralihnya tanah dari para ahli waris sultan dan bonto kesultanan Buton kepada ahli warisnya yang lain, bisa menimbulkan perjanjian Jual-Beli Tanah yang sebenarnya merupakan Tanah Toerakia (hak pakai) tersebut. Pengaturan mengenai wilayah dan tata ruang dalam benteng keraton yang saat ini menjadi satu wilayah kelurahan (Melai), dan termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Murhum, Kota Baubau. Belum adanya peraturan yang mengatur permasalahan ini menimbulkan adanya kekosongan hukum, sehingga pemerintah Kota Baubau dan Badan Pertanahan Nasional serta pemerintah kesultanan Buton harus bisa duduk bersama berdiskusi untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangaan. Maka metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Empiris,Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian DI benteng keratin wolio (Buton) kota Baubau, Propinsi Sulawesi Tenggara. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan ialah Deskripsi Analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan di lapangan, kemudian dianalisis dan dicari solusinya berdasarkan norma hukum sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa Status Hukum hak atas tanah benteng keraton wolio yang merupakan bekas tanah swapraja kesultanan wolio menurut diktum KEEMPAT UUPA yang berbunyi : “bahwa hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang ini hapus dan beralih kepada Negara”. Upaya perlindungan hukum dan pengaturan terhadap hak atas tanah benteng keraton wolio sebagai cagar budaya oleh pemerintah kota Baubau sudah pernah membuat suatu Keputusan Walikota pada Tahun 2003 yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan kawasan benteng Keraton Buton menjadi kawasan khusus Kota Baubau. Akan tetapi, isi dari peraturan tersebut belum menunjukan bukti keseriusan Pemerintah Daerah dan Kantor Pertanahan Kota Baubau untuk menjaga kawasan khusus tersebut dari Status Kepemilikan, khususnya masalah Tanah. Untuk itu, diperlukan suatu pembentukan peraturan perundang-undangan untuk mengatur dan melindungi benteng keraton wolio.
English Abstract
Indonesia is a country with cultural richness because the nation has inherited many highly valuable cultural heritages that must be preserved. One of them is Buton Palace Fortress. This fortress has been stated as Cultural Sanctuary. The dramatic development of urban area is the higher demand for land. It is a surely reason of the removing of custom community and their cultural artifacts including Buton Palace Fortress. Moreover, this fortress has been popularly known as the widest fortress in the world. Therefore, legal protection must be given to Buton Palace Fortress by the government, especially the Government of Baubau City and the National Land Agency to administer the legal protection to the right of land of Buton Palace Fortress as Cultural Sanctuary. The growth of population density around cultural sanctuary region may influence the appeal of cultural sanctuary heritage. The shift of cultural heritage ownership from the beneficiary of Buton Sultanate to other heirs may produce the agreement of land transaction, while this land is only in nature of Tanah Toerakia (right to occupy). The arrangement of space and spatial order of palace fortress is unified into one urban village (Melai) which is remained under administrative region of Murhum Subdistrict of Baubau City. It is still very few regulations dealing with this problem. That is why it is understandable if law vacuum is found. The Government of Baubau City and the National Land Agency, and also the Government Representative from Buton Sultanate, must sit together to discuss the establishment of the required statute. Then the method used was Juridical Empirical, In this study the authors take the study site IN fortress keratin Wolio (Buton) Baubau city, Southeast Sulawesi Province. In this study data analysis is Analytical description by describing the situation on the ground, then analyzed and look for a solution based on the rule of law so that it can be drawn a conclusion. Based on the results of the study, the authors obtained answers to the problems that exist, that the legal status of land rights Wolio fortress palace which is the land of the former autonomous sultanate Wolio by UUPA FOURTH dictum which reads: "that the rights and authority over the earth and water of self-government or former self-government that still exist at the time of entry into force of this Act abolished and transferred to the State ". Legal and regulatory safeguards against land rights Wolio fortress palace as a cultural heritage by the city government Baubauve never made a decision Mayor in 2003 that aims to maintain and preserve the fortress palace Buton region into a special area of Baubau. However, the contents of the regulations have not shown evidence of the seriousness of the Local Government and Land Office Baubau to keep the specific area of ownership status, particularly the issue of land. For that, we need a formation of legislation to regulate and protect the fortress palace Wolio.
| Item Type: | Thesis (Magister) |
|---|---|
| Identification Number: | TES/346.043 6/UKE/p/041308670 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 346 Private law |
| Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
| Depositing User: | Endro Setyobudi |
| Date Deposited: | 30 May 2014 10:14 |
| Last Modified: | 30 May 2014 10:14 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156454 |
Actions (login required)
 |
View Item |