Pembukaan Rahasia Jabatan Notaris Guna Mengungkap Kasus Hukum Tindak Pidana Menyuruh Memasukan Keterangan Palsu Ke Dalam Akta Notaris Yang Disidik Oleh Polri .

Susilo, Hariyanto (2015) Pembukaan Rahasia Jabatan Notaris Guna Mengungkap Kasus Hukum Tindak Pidana Menyuruh Memasukan Keterangan Palsu Ke Dalam Akta Notaris Yang Disidik Oleh Polri . Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan. Kewajiban penting atas keper-cayaan yang diberikan kepada notaris, ialah merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya, dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta, kepada pihak lain, yang disebut dengan istilah “rahasia jabatan notaris”, sepanjang undang-undang tidak menentukan lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Nomor 2 Tahun 2014 bertalian dengan Pasal 4 ayat (2) bu-tir keempat UU Nomor 30 Tahun 2004 dan Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014. Di sisi lain, Pasal 112 ayat (2) KUHAP dan Pasal 1909 ayat (1) KUH Per-data menentukan setiap orang yang cakap menjadi saksi, tidak terkecuali notaris, untuk menjadi saksi, baik dalam proses perkara pidana maupun proses perkara per-data. Kedua ketentuan itu membuat notaris dilema manakala diminta oleh aparatur penegak hukum untuk memberikan kesaksian tentang segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta berhubung terjadi perkara. Notaris berada di persimpangan jalan, apakah harus merahasiakannya atau membukanya. Kedua pilihan itu sama-sama beratnya. Sebab, keduanya sama-sama mempunyai konskwensi hukuman. Membuka rahasia jabatan diancam hukuman, menyimpan rahasia jabatan pun diancam hukuman. Sementara undang-undang hanya mengecualikan notaris dari kewajibannya mera-hasiakan jabatan dalam kasus hukum tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 UU Nomor 31 Tahun 1999, dan dalam kasus hukum tindak pidana perpajakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU Nomor 28 Tahun 2007. Sedangkan, untuk kasus hukum yang lain, undang-undang tidak mengatur. Isu hukum dalam penelitian ini ialah adanya kekosongan norma hukum yang mengatur pembukaan rahasia jabatan notaris dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik-akta notaris, seba-gaimana diatur dalam Pasal 266 KUHP. Permasalahan yang diteliti ialah: pertama, mengapa dalam kasus hukum tindak pidana korupsi dan kasus hukum tindak pida-na perpajakan peraturan perundang-undangan mewajibkan notaris membuka raha-sia jabatannya, sedangkan dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh mema-sukan keterangan palsu ke dalam akta notaris, peraturan perundang-undangan tidak mengatur? Kedua, apakah dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh mema-sukan keterangan palsu ke dalam akta notaris yang disidik oleh Polri notaris diper-bolehkan membuka rahasia jabatannya? Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum kenotariatan. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui dan menganalisis sebab-sebab dalam kasus hukum tindak pidana korupsi dan kasus hukum tindak pidana perpajakan peraturan perundang-undangan mewajibkan notaris membuka rahasia jabatannya, sedangkan dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris, pera- vi turan perundang-undangan tidak mengatur; 2) untuk mengetahui dan menganalisis serta memperoleh norma hukum pembukaan rahasia jabatan notaris dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris yang disidik oleh Polri. Tesis ini merupakan hasil penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan hukum yang menjadi landasan dalam pembukaan rahasia jabatan notaris dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Pendekatan yang digunakan, ialah pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan terdiri atas: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menggunakan teknik penelusuran bahan pustaka. Teori dan filsafat hukum yang digunakan sebagai dasar untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan yang diteliti ialah: 1) Teori Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Hans Kelsen; 2) Teori Kepastian Hukum Gustav Radbruch; 3) Teori Isi Norma Hukum JJ. H. Bruggink: 4) Teori Kewajiban Cur-son; 5) Teori Keseimbangan Kepentingan Roscoe Pound; 6) Filsafat Hukum Pan-casila; 7) Teori Keadilan John Rawls; dan 8) Teori Konstruksi Hukum Jazim Ha-midi. Teknik analisis bahan hukum dilakukan secara normatif-normologik. Penelitian ini menghasilkan temuan: pertama, peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi, tindak pidana perpajakan dan tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris mempunyai persa-maan dan perbedaan. Persamaannya pada bentuk dan tujuannya. Bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur ketiga jenis tindak pidana itu, ialah undang-undang. Tujuan dibentuknya ketiga peraturan perundang-undangan tindak pidana itu, ialah untuk melindungi kepentingan masyarakat (umum) dari kejahatan. Se-dangkan, perbedaannya pada jenis hukum pidana dan jenis tindak pidananya. Dari segi jenis hukum pidana, peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi dan tindak pidana perpajakan tergolong hukum pidana khusus, sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana menyu-ruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta notaris tergolong hukum pidana umum. Dari segi jenis tindak pidana, tindak pidana korupsi dan tindak pidana per-pajakan tergolong tindak pidana khusus, sedangkan tindak pidana menyuruh me-masukan keterangan palsu ke dalam akta notaris tergolong tindak pidana umum. Kedua, manakala akta yang dibuatnya terjadi perkara dan oleh aparatur penegak hukum diminta untuk menjadi saksi, notaris harus mengutamakan kewajiban mem-berikan kesaksian tentang segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta daripada kewajiban meraha-siakan tentang segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehnya guna pembuatan akta. Dari analisis yang dilakukan, disimpulkan: pertama, dalam kasus hukum tin-dak pidana korupsi dan tindak pidana perpajakan, peraturan perundang-undangan mewajibkan notaris membuka rahasia jabatannya, karena kedua jenis tindak pidana vii itu diatur dalam hukum pidana khusus, sehingga, berdasarkan asas lex spesialis derogate lex generalis, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang me-ngatur tindak pidana korupsi dan tindak pidana perpajakan mengenyampingkan ke-tentuan dalam hukum pidana umum (KUHP). Kedua, demi keadilan, dalam kasus hukum tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta no-taris yang disidik oleh Polri, sepanjang hukum agamanya memperbolehkan me-langgar sumpah/janji, notaris diperbolehkan membuka rahasia jabatannya, karena berdasarkan butir pertama dan butir kedua sila ketiga, butir ketujuh sila keempat Filsafat Hukum Pancasila serta putusan MARI nomor 899 K/Pid/2010, tanggal 04 Agustus 2010, notaris harus mengutamakan kepentingan masyarakat (umum) dari-pada kepentingan golongan maupun kepentingan pribadi. Itu berarti notaris harus melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP, yaitu memberikan kesaksian, daripada melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pa-sal 16 ayat (1) huruf f UU Nomor 2 Tahun 2014, Pasal 4 ayat (2) butir keempat UU Nomor 30 Tahun 2004 dan Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004, yaitu merahasiakan jabatan. Sebab, memberikan kesaksian berarti notaris melindungi kepentingan masyarakat (umum), sedangkan merahasiakan jabatan berarti notaris melindungi kepentingan golongan atau kepentingan pribadi. Hal itu sesuai dengan asas persamaan dalam hukum yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 setelah amandemen keempat. Notaris yang membuka rahasia jabatannya kepada Polri, tidak dapat dihukum karena me-langgar kewajibannya merahasiakan jabatan. Sebab, notaris dalam hal ini mela-kukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) KUHAP. Menurut Pasal 50 KUHP, barangsiapa mela-kukan perbuatan unt

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/346.002 3/SUS/p/2015/041508067
Subjects: 300 Social sciences > 346 Private law
Divisions: S2/S3 > Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Depositing User: Endang Susworini
Date Deposited: 01 Dec 2015 11:50
Last Modified: 01 Dec 2015 11:50
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156352
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item