Pengaturan Kewenangan Presiden Dalam Proses Pemberhentian Sementara Jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Rahmatulloh, Johan (2016) Pengaturan Kewenangan Presiden Dalam Proses Pemberhentian Sementara Jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Magister thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Masa transisi pemerintahan negara Indonesia menuju pemerintahan yang lebih demokratis telah sampai pada puncaknya pada tahun 1998, yakni dengan runtuhnya rezim orde baru di bawah kekuasaan Presiden Soeharto selama 32 tahun. Menuju pemerintahan yang lebih demokratis tersebut langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum perubahan dilakukan ada beberapa kesepakatan yang fundamental perlu disetujui adalah salah satunya yakni keinginan tetap mempertahankan bahkan memperkuat sistem presidensial sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan. Alhasil, dengan memperkuat sistem presidensial sebagai sistem penyelenggaraan negara, artinya Presiden secara atribusi diberikan wewenang sebagai eksekutif tunggal dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan. Dengan kedudukannya tersebut Presiden memiliki kewenangan tidak hanya sebatas menjalankan kekuasaan eksekutif akan tetapi melaksanakan kekuasaan dalam bidang administratif yakni meliputi pengangkatan dan pemberhentian pejabat publik. Pejabat publik yang dalam penelitian ini termasuk sebagai pejabat publik adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Sebelum masa transisi reformasi berlangsung, di mana pengangkatan dan pemberhentian Kapolri adalah menjadi kewenangan mutlak Presiden. Artinya, kewenangan Presiden tersebut tidak dapat diintervensi oleh lembaga lain. Akan tetapi, dalam penelitian ini fokusnya adalah issu tentang kewenangan presiden memberhentikan sementara Kapolri. Merujuk pada pengaturan kewenangan presiden memberhentikan sementara Kapolri sebelum reformasi juga tidak jauh berbeda dengan pemberhentian secara definitif yakni presiden memiliki kewenangan mutlak dalam memberhentikan sementara Kapolri sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950. Ketentuan perundang-undangan lainnya yang mengatur kepolisian misalnya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1961, Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 28 Tahun 1987 tidak mengatur secara eksplisit mengenai kewenangan Presiden memberhentikan sementara Kapolri. Oleh sebab itu, begitu era ii reformasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, kewenangan Presiden memberhentikan sementara kapolri kembali diatur secara eksplisit yakni dalam Pasal 11 ayat (5), akan tetapi pemberhentian sementara Kapolri dilakukan dalam keadaan mendesak yan di mana perlu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan kembalinya diatur inilah kemudian menimbulkan beragam pertanyaan diantaranya adalah 1) mengapa dalam sistem presidensial yakni kewenangan presiden memberhentikan sementara Kapolri dilakukan pembatasan; 2) apa makna keadaan mendesak dan parameter membahayakan keselamatan negara; 3) bagaimana reformulasi pengaturan kewenangan presiden memberhentikan sementara Kapolri dalam rangka memperkuat sistem presidensial. Tujuan penelitian ini tidak lain adalah menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Di mana dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan tersebut dilakukan berbagai macam pendekatan diantaranya; 1) pendekatan peraturan perundang-undangan; 2) pendekatan konseptual; dan 3) pendekatan perbandingan yakni perbandingan parameter membahayakan keselamatan negara dengan negara Amerika Serikat dan Malysia. Sedangkan teori hukum yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut antara lain; 1) teori pemisahan kekuasaan negara; 2) teori sistem pemerintahan presidensial; 3) teori kewenangan: dan 4) teori pengawasan. Berdasarkan dianalisis melalui keempat teori tersebut, maka penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan diantaranya; pertama, pengaturan pembatasan kewenangan Presiden memberhentikan sementara Kapolri sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (5) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dilakukan pembatasan karena: a) Presiden acapkali dengan mudah memanfaatkan Kapolri dan institusi Kepolisian untuk melaksanakan kepentingan-kepentingan politik tertentu Presiden; b) agar terwujudnya suatu mekanisme saling kontrol yang efektif antara Presiden dan DPR. Kedua, Makna ‘keadaan mendesak` adalah suatu kondisi atau keadaan darurat yang sedang berlaku yang berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, Parameter membahayakan keselamatan negara meliputi yakni: a) pemufakatan jahat untuk membuat Presiden menjadi tidak mampu atau melakukan kudeta terahadap pemerintah yang sah; b) menyebarkan paham komunis, marxisme-leninisme; c) aksi terorisme dan segala kegiatan usaha yang mendukung aktifitas terorisme. Ketiga, reformulasi pengaturan kewenangan Presiden memberhentikan sementara Kapolri sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (5) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yakni seyogianya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Presiden memberhentikan sementara Kapolri atau dalam arti lain Presiden memberhentikan sementara Kapolri tidak perlu meminta persetujuan DPR. Dengan demikian, DPR dan Presiden yang memiliki fungsi legislasi perlu melakukan iii perubahan terhadap ketentuan Pasal 11 ayat (5) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian sehingga berbunyi, “Dalam keadaan mendesak, Presiden berhak memberhentikan sementara Kapolri dan selanjutnya mengangkat pelaksana tugas Kapolri”.

Item Type: Thesis (Magister)
Identification Number: TES/344.012 596/RAH/p/2016/041611098
Subjects: 300 Social sciences > 344 Labor, social service, education, cultural law
Divisions: S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Depositing User: Nur Cholis
Date Deposited: 20 Jan 2017 08:45
Last Modified: 20 Jan 2017 08:45
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156245
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item