Sugiarto, Laga (2013) Mengetahui Dan Memahami Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pandangan Negara Integralistik Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Tulisan ini membahas mengenai pandangan negara integralistik sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945). Pandangan negara integralistik bermula dari pemikiran Soepomo yang disampaikannya pada pidato perumusan hukum dasar (Konstitusi) Indonesia, terutama pada tanggal 31 Mei Tahun 1945 di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Aliran pikiran (staatsidee) negara integralistik yang berakar dari filsafat Barat yakni Spinoza, Adam Muller dan Hegel merupakan aliran pikiran negara yang mengatasi segala golongan-golongan yang ada dalam negara, tidak memihak kepada golongan yang terbesar maupun yang terkuat, akan tetapi negara sebagai pengejawantahan penghidupan bangsa secara keseluruhan. Aliran pikiran negara integralistik Barat, sejatinya berakar dari filsafat monisme-panteisme, menganggap segala esensi yang ada di dunia ini merupakan Zat Tunggal. Pemikiran tersebut memang telah menjadi pengetahuan dan keyakinan umum di kalangan penulis dan akademis yang menyakini pandangan negara integralistik yang dimaksud oleh Soepomo tersebut memang sejalan dengan aliran pikiran negara integralistik dari Barat (Hegelian), satu-satunya naskah tulisan yang telah membahas mengenai pandangan negara integralistik Indonesia dari perspektif filsafat Barat adalah Marsillam Simanjuntak yang berjudul “Pandangan Negara Integralistik”. Penulis tesis dalam hal ini, saya selaku pribadi, yakni Laga Sugiarto, justru kurang sependapat dengan pengetahuan dan keyakinan umum tersebut. Penulis menganggap adanya persoalan-persoalan sangat penting yang begitu saja ditinggalkan, padahal sangat sepatutnya layak untuk dilakukan kajian secara filosofis-teoritis-ilmiah-akademik. Adapun persoalan-persoalan penting tersebut ialah, pertama, pandangan negara integralistik Indonesia yang bersifat ketimuran dianggap sejalan dengan pandangan negara integralistik Barat. Pandangan negara integralistik Barat bukanlah menjadi akar satu-satunya yang menjadi sandaran pandangan negara integralistik Indonesia, pandangan negara integralistik Indonesia yang menginginkan sandaran berdasarkan struktur sosial dan riwayat hukum asli dari bangsa Indonesia merupakan berakar pada filsafat kebatinan Jawa yang dikenal dengan konsep “Manunggaling Kawula-Gusti”. Secara umum kedua konsep pemikiran negara integralistik itu cukup bisa dikatakan sama, akan tetapi juga memiliki perbedaan yang penting. Kedua, persoalan pandangan negara integralistik yang dalam pengejawantahan praktik penyelenggaraan pemerintahan cenderung berwatak totaliter, sehingga dalam ekstremnya mereduksi nilai-nilai martabat kemanusiaan, praktik totaliter dari pandangan negara integralistik ini merupakan varian khusus/berbeda dari pandangan negara integralistik yang dipersempit. Nasional Sosialis/Sosialisme Nasional (NAZI/NSDAP) menggunakan varian khusus/berbeda dari pandangan negara integralistik yang dipersempit menjadi chauvinistik. Hal ini tidak serta merta menganggap pandangan negara integralistik Indonesia sejalan dengan Nazi, justru pandangan negara integralistik Indonesia sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila, dengan demikian pandangan negara integralistik Indonesia merupakan varian khusus/berbeda sebagai pandangan negara integralistik Pancasilais. Ketiga, lahirnya bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dikatakan paralel dengan pandangan negara integralistik memanglah beralasan. Demikian, karena pandangan negara integralistik yang terkandung dalam pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 memang menghendaki secara mutlak bentuk Negara Kesatuan baik ke dalam maupun ke luar, yang tidak terpecah-pecah menjadi beberapa negara.
English Abstract
This paper discusses the integrative view of the state as contained in the Preamble to the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 (Preamble of the 1945 NRI). Integrative view of the country stems from the idea Supomo speech he delivered on the formulation of the basic law (constitution) of Indonesia, especially on May 31, 1945 in the trial Investigation Agency Efforts Preparation of Indonesian Independence (BPUPKI). School of thought (staatsidee) integralistic state stemming from the Western philosophy of Spinoza, Hegel and Adam Muller is a state of mind that flows over all the classes that exist in the country, not side to group the biggest and the strongest, but the state as the embodiment of a living the nation as a whole. West integralistic flow state of mind, the true roots of philosophical monism-pantheism, considered the essence of all that is in the world is a single substance. The thought of it has become public knowledge and beliefs among writers and academics who believe integrative view of the country in question by Supomo is indeed in line with the flow of integrative state of mind of the West (Hegelian), the only manuscript that has been discussed about the integrative view of the Indonesian state from the perspective of Western philosophy is Marsillam Simanjuntak entitled "State Integralistic View". Author of the thesis in this case, me as a person, namely Laga Sugiarto, just less agree with the general knowledge and belief. Author considers the very important issues being unceremoniously abandoned, but very rightly deserve to examine the philosophical-theoretical-scientific-academic. As the important issues are, first, the view state integralistic eastern Indonesia that are considered to be in line with the view of the state of West integrality. Integrative view of Western countries is not at the root of the only country on which he rested integrative view of Indonesia, Indonesian integrative view of the country who want backrest based social structure and history of the original law of the Indonesian nation is rooted in the philosophy of Javanese mysticism known as the concept of "Manunggaling Kawula-Gusti". In general, both the concept of integrative thinking that the country can be said to be fairly common, but also have important differences. Secondly, the issue of integrative view of the state that in the embodiment of governance practices tend totalitarian character, resulting in reducing extreme values of human dignity, of the totalitarian practices integrative view of the state is a special variant / different from the view that narrowed integralistic state. National Socialists / National Socialism (NAZI / NSDAP) using a special variant / different from integrative view of the state that are reduced to chauvinistic. This does not necessarily consider state integrative view of Indonesia in line with the Nazis, it was the view state integralistic Indonesia in line with human values embodied in the Pancasila, the state thus integrative view of Indonesia is a special variant / different as an integrative view of the Pancasila state. Third, the birth of the Unitary State of the Republic of Indonesia (Republic of Indonesia), said to be parallel with the integrality view state is indeed reasonable. Thus, because the view state integralistic contained in the thoughts preamble of the 1945 NRI really want the absolute form of the Unitary either inside or outside, which is not fragmented into several states.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/342.598/SUG/m/041308235 |
Subjects: | 300 Social sciences > 342 Constitutional and administrative law |
Divisions: | S2/S3 > Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum |
Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
Date Deposited: | 10 Jun 2014 09:56 |
Last Modified: | 10 Jun 2014 09:56 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156172 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |