Pramono, Didik (2013) Empowering Small And Medium Enterprises (Smes): A Case Study Of The Batik Industry In Rembang Regency, Indonesia. Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
The Heyday of Batik Industry di Lasem, Kabupaten Rembang, Indonesia telah mengalami zaman keemasan di era kolonial sebelum Perang Dunia Kedua. Direkam pada tahun 1930, jumlah pemberi kerja batik mencapai 130 orang. Namun, jumlahnya terus menurun, puncaknya berada di tahun 90-an ketika delapan majikan pergi menghadapi kondisi ini Rembang Pemerintah Daerah sejak 2004 telah menerapkan berbagai strategi pemberdayaan terhadap industri batik. Strategi dapat dibagi menjadi tujuh sektor, yaitu (1) berbagi pengetahuan, (2) Organisasi Pengusaha, (3) Bantuan Pinjaman Lunak (4) Pemasaran Batik, (5) Promosi Batik, (7) Pendidikan, (7) Perlindungan Lingkungan, (7) . Berbagi pengetahuan meliputi pelatihan proses pembuatan batik dan tur studi ke pusat-pusat industri batik lain yang diselenggarakan oleh Departemen Perdagangan dan Industri Pemerintah Rembang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Di sektor organisasi, memfasilitasi oleh Departemen Perdagangan dan Industri, pengusaha batik mengorganisir diri mereka sendiri dengan membangun Koperasi Batik Lasem dan Batik Lasem Cluster. Koperasi berfungsi untuk membantu anggotanya dalam mendukung modal dan pemasaran kain batik sementara cluster menjadi instrumental dalam mengakses bantuan proyek dari lembaga pemangku kepentingan. Keberadaan organisasi-organisasi ini membuat proyek dan program pemangku kepentingan lebih mudah untuk memberikan pengusaha batik. Upaya Pemerintah Rembang dalam memberdayakan industri batik juga didukung oleh perusahaan perbankan (BRI dan BNI) dalam mendukung wirausahawan dengan memberikan pinjaman lunak dan memberikan dana CSR. Kementerian Kesejahteraan Sosial dan Kementerian Koperasi dan UKM beberapa kali memberikan Dana Revolving sebagai modal ventura serta peralatan untuk pengusaha batik. Dalam Pemasaran Batik, Departemen Perdagangan dan Industri menyelenggarakan Rembang Pameran dan memfasilitasi pengusaha batik untuk berpartisipasi pameran kerajinan di kota-kota lain. Selain itu, untuk promosi batik, departemen pariwisata menyelenggarakan pertunjukan busana batik dan pemilihan duta pariwisata untuk promosi batik ke audiens yang lebih luas serta memprakarsai proyek `Kampong Batik` (Batik Village) untuk menarik lebih banyak wisatawan. Di Fiels Pendidikan, Departemen Pendidikan mendesak sekolah menengah pertama dan junior untuk mengimplementasikan pengajaran batik. Ini juga menyelenggarakan kontes batik untuk siswa di sekolah dasar dan menengah pertama bekerja sama dengan Departemen Perdagangan dan Industri. Di bidang perlindungan lingkungan, kantor lingkungan menyediakan unit pengolahan air limbah (WWTP) ke sejumlah wirausahawan batik. Unit ini berguna untuk mengobati air limbah berbahaya dari proses pencelupan batik untuk ramah lingkungan sebelum dibuang ke arah sungai dan laut. Menerapkan strategi pemberdayaan industri batik memiliki dampak signifikan, yaitu munculnya wirausahawan baru, peningkatan kapasitas produksi dan pekerjaan. Direkam pada 2013, ada 67 pengusaha batik dengan kapasitas sekitar 22.000 lembar per bulan dan 4,431 pekerja, sedangkan pada tahun 2004 hanya ada 18 majikan. Poin-poin menarik dari mengembangkan industri batik di Kabupaten Rembang adalah munculnya wirausahawan adat dan pergeseran distribusi industri batik dari perkotaan ke daerah pedesaan. Sebelumnya, industri batik didominasi oleh pengusaha etnis Tiongkok dan terkonsentrasi di daerah perkotaan Lasem. Oleh karena itu, pergeseran telah memberikan banyak kesempatan kerja terutama bagi wanita penghuni di daerah pedesaan.
English Abstract
The heyday of batik industry in Lasem, Rembang Regency, Indonesia has experienced the golden age in the colonial era before the Second World War. Recorded in 1930, the number of batik employers reached 130 people. However, the number continued to decline, the peak was in the 90s when eight employers left Facing with these conditions Rembang Regional Government since 2004 has been implementing various empowerment strategies towards batik industry. The strategies can be devided into seven sectors, namely (1) knowledge sharing, (2) entrepreneur organization, (3) soft loan assistance (4) batik marketing, (5) batik promotion, (6) education, (7) environmental protection. Knowledge sharing includes batik-making process trainings and study tours to other industrial centers of batik organized by the Department of Trade and Industry of the Rembang Government and the Provincial Government of Central Java. In the organization sector, facilitating by the Department of Trade and Industry, batik entrepreneurs organized themselves by establishing Lasem Batik Cooperative and Batik Lasem Cluster. The cooperative works to help its members in supporting capital and marketing batik cloth while the cluster is being instrumental in accessing project assistance from stakeholder institutions. The existence of these organizations made projects and programs of the stakeholders easier to deliver towards the batik entrepreneurs. The Rembang Government`s efforts in empowering batik industry are also supported by banking companies (BRI and BNI) in supporting the entrepreneurs by providing soft loans and delivering CSR fund. The Ministry of Social Welfare and the Ministry of Cooperatives and SME several times delivered revolving fund as venture capital as well as equipment to batik entrepreneurs. In batik marketing, the Department of Trade and Industry organized Rembang Expo and facilitated batik entrepreneurs to participate handicraft exhibitions in other cities. Moreover, for batik promotion, the Tourism Department organized batik fashion show and the selection of tourism ambassador for batik promotion to broader audience as well as initiated the ‘Kampong Batik` (Batik Village) project to attract more tourists. In the education fiels, the Education Department urged elementary and junior high schools to implement the teaching of batik. It also organized batik contest for students in elementary and junior high schools in collaboration with the Departmnet of Trade and Industry. In the field of environmental protection, the Environmental Office provided waste water treatment plant (WWTP) units to a number of batik entrepreneurs. The unit is useful for treating hazardous waste water of batik dyeing process in order to be environmentally friendly before it is disposed towards the river and the sea. Implementing the empowerment strategies of the batik industry has a significant impacts, namely the emergence of new entrepreneurs, increase in production capacity and employment. Recorded in 2013, there were 67 batik entrepreneurs with a capacity of about 22,000 pieces per month and 4.431 workers, whereas in 2004 there were only 18 employers. The interesting points from developing batik industry in Rembang Regency is the emergence of indigenous entrepreneurs and the shift in distribution of batik industry from urban to rural areas. Previously, the batik industry was dominated by ethnic Chinese businessmen and concentrated in urban areas of Lasem. Hence, the shift has provided ample job opportunities especially for women dwellers in rural areas.
| Item Type: | Thesis (Magister) |
|---|---|
| Identification Number: | TES/338.642/PRA/e/041402270 |
| Subjects: | 300 Social sciences > 338 Production > 338.6 Organization of production |
| Divisions: | S2/S3 > Magister Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi |
| Depositing User: | Budi Wahyono Wahyono |
| Date Deposited: | 14 May 2014 11:23 |
| Last Modified: | 14 May 2014 11:23 |
| URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/156064 |
Actions (login required)
 |
View Item |