Putra, AndikaAdiSanjaya (2015) Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Lebah Madu Kelompok Tani Tahura (Ktt) Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Di Desa Dilem Kecamatan Gondang Mojokerto). Magister thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Hutan di Provinsi Jawa Timur terutama di kawasan konservasi Tahura (Taman Hutan Raya) R. Soerjo mempunyai potensi yang sangat besar untuk mensejahterakan masyarakat di daerah penyangganya tanpa merusak fungsi pokoknya. Berbagai macam flora dan fauna tumbuh subur di hutan konservasi Tahura R. Soerjo. Melihat potensi yang ada, kenyataan tersebut tidak sejalan dengan kondisi penduduk miskin yang ada di sekitar hutan, yang mana merupakan daerah potensial dalam pengembangan lebah madu. Menurut data dari PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 dan 2011 dari Bappeda Provinsi Jawa Timur menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk miskin di Desa Dilem pada tahun 2008 adalah sebesar 1 (satu) KK (Kepala Keluarga) dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 16 KK. Apabila di prosentase maka tingkat kenaikannya relative cukup tinggi yaitu sekitar 1500 %. Hal ini relative cukup tinggi dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto yang berjumlah 18 desa. Melihat potensi dan angka kemiskinan tersebut, maka saya tertarik untuk meneliti tentang “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Lebah Madu Kelompok Tani Tahura (KTT) Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Desa Dilem Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto)”. Penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan pendekatan Diskriptif, dan metode Studi Kasus. Data dicari dengan metode pengambilan data melalui Deep Interview , Foccus Group Discussion (FGD), Participation Rural Appraisal (PRA), Observasi dan Dokumentasi. Teknik penentuan Informan dengan Triangulasi, yaitu kombinasi teknik Purposive dan Snow Ball. Dari hasil eksplorasi penelitian Pemberdayaan Lebah madu di Desa Dilem diperoleh hasil informasi yang berbeda di awal penelitian ini dilakukan. Pemberdayaan tersebut menemui banyak kendala yang mengakibatkan jumlah kuantitas madu dan kualitas yang dihasilkan semakin lama menurun. Kendala yang paling krusial adalah tidak adanya pendampingan secara teknis mengenai budidaya lebah madu, kemudian tidak adanya peralatan penunjang pemroses madu pada saat panen. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu kurangnya tenaga teknis di Tahura R. Soerjo yang mengerti betul tentang teknis budidaya lebah, karena hampir sebagian besar petugas yang ada di lapangan tidak mempunyai latar belakang beternak lebah atau peternakan, kemudian kurang matangnya studi kelayakan proyek dalam pemberian bantuan lebah madu tersebut. Sehingga walaupun pada awalnya pemberian bantuan ini mempunyai spirit (semangat) yang bagus karena berasal dari usulan masyarakat desa penyangga Tahura R. Soerjo, tapi tidak memperhatikan peralatan pemroses madu pada saat panen, Hal ini menjadi sangat fatal karena produktifitas dari hasil panenan madu menjadi menurun. Sebab apabila diproses secara manual, madu dapat dipanen sekitar 3-4 kali dalam setahun, namun apabila mempunyai peralatan pemroses madu, maka panen dapat dilakukan 1 (satu) bulan sekali. Perbedaan ini disebabkan karena jika diproses secara manual, rumah lebah akan rusak dan mereka akan membuatnya kembali dalam jangka waktu ± 3 (tiga) bulan, sehingga ini memakan waktu yang lama, sedangkan apabila diproses dengan mesin, maka rumah lebah tidak rusak, dan mereka dapat mengisi madunya kembali, sehingga produktifitasnya semakin bagus. Dikarenakan hal itulah maka hasil panen lebah madu menurut data dari KTT (Kelompok Tani ) Nambi Agung di Desa Dilem menyebutkan tahun 2011 jumlah madu yang dihasilkan adalah sekitar 150 botol ukuran 600 ml, kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi 75 botol, dan menurun lagi pada tahun 2011 sebesar 40 botol. Kendala lainnya adalah semakin berkurangnya makanan lebah karena terjadi kebakaran di Hutan. Kebakaran ini disebabkan karena masih banyaknya masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Jika dibiarkan pemberdayaan yang selama ini telah diusahakan akan menjadi sia-sia karena mengalami kegagalan dan lingkungan hutan di Tahura R. Soerjo akan rusak. Oleh karenanya diperlukan strategi yang keberlanjutan dalam program pemberdayaan lebah madu berdasarkan permasalahan yang dihadapi di Desa Dilem yaitu dengan menanam tanaman hias dilingkungan desa. Hal ini dilakukan mengingat sumber makanan pokok dari madu adalah nektar bunga semakin menipis akibat hutan yang mengalami kebakaran, sehingga ketersediaan pakan lebah dapat terjaga, serta desa Dilem dapat di jadikan sebagai tujuan agro wisata karena mempunyai banyak tumbuh-tumbuhan dan tanaman hias. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu sekali dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Ide pembuatan Desa Dilem sebagai desa agrowisata sangat sejalan dengan salah satu strategi dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Mojokerto tahun 2011-2015 yaitu mengenai Pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan.
English Abstract
Forests in East Java province, especially in conservation areas Tahura (Forest Park) R. Soerjo has huge potential for welfare of the society in the buffer area without damaging the main function. A wide variety of flora and fauna thrive in forest conservation Tahura R. Soerjo. Seeing the potential that exists, this fact is not in line with the existing conditions of poor people around the forest, which is a potential area in the development of the honey bee. According to data from PPLS (Collection of Social Protection Program) in 2008 and 2011 from East Java Province BAPPEDA mention that the growth rate of poor people in the village are glued in 2008 is equal to 1 (one) KK (Head of Family) and in 2011 increased to 16 families . If in the percentage of the increase is relatively high level of around 1500%. This is relatively high compared to other villages in the district of Mojokerto regency Gondang totaling 18 villages. Seeing the potential and the poverty rate, then I am interested in researching about the "Community Empowerment Strategy Development Through Honey Bee Farmers Group Tahura (KTT) In Poverty Reduction (Case Study in Rural glued Gondang District of Mojokerto)". This study is a qualitative research with Diskriptif approaches, and methods Case Study. The data sought by the method of data collection through the Deep Interview, foccus Group Discussion (FGD), Participation Rural Appraisal (PRA), observation and documentation. Informant determination by triangulation technique, which is a combination of purposive technique and Snow Ball From the results of research exploration Honeybees Empowerment in Rural glued obtained results of different information in the initial study was conducted. The Empowerment encountered many obstacles that result in the quantity and quality of honey produced by the longer decreases. The most crucial constraint is the lack of technical assistance regarding beekeeping, then the absence of supporting equipment at harvest honey processing. This happens due to several factors, namely the lack of technical personnel in Tahura R. Soerjo who understand the technical cultivation of bees, because most of the officers in the field do not have a background in beekeeping or farm, then less maturation in the delivery of the project feasibility study help the honey bees. So although at first aid has a spirit (spirit) good because it comes from the proposed buffer villagers Tahura R. Soerjo, but do not pay attention to the honey processing equipment at the time of harvest, It is becoming very serious because the productivity of the crop of honey into decline. For when processed manually, honey can be harvested about 3-4 times a year, but if it has a honey processing equipment, the harvest can be 1 (one) month. This difference is because if processed manually, bee house will be broken and they will make it back within ± 3 (three) months, so it takes a long time, whereas if it is processed by the machine, then the bee house is not damaged, and they can fill the honey back, so that the better productivity. Due to it that the harvest of honey bees, according to data from the Summit (Farmers Group) in the village of Great Nambi glued to mention the year 2011 the amount of honey produced is about 150 bottles of 600 ml size, then declined in 2012 to 75 bottles, and decreased again in 2011 of 40 bottles. Another constraint is the decreasing availability of food for bees because there is a fire in the forest. These fires are caused because there are many people who clear land by burning forests. If left empowerment that has been cultivated would be futile because of failure and forest environment in Tahura R. Soerjo be damaged. Therefore a sustainability strategy in honey bee empowerment program based on the problems faced in the village that is glued to the planting of ornamental plants within the village. This is done considering the staple food source of honey is flower nectar dwindling due to forest affected by fire, so that the bees feed availability can be maintained, as well as glued village can be made as agro-tourism destination because it has a lot of herbs and ornamentals. To realize the need of support from various parties. One is from Mojokerto regency government. The idea of making glued village as agrotourism village very much in line with one of the strategies of RPJMD (Medium Term Development Plan) 2011-2015 Mojokerto regency is about the empowerment of the community in the development process.
Item Type: | Thesis (Magister) |
---|---|
Identification Number: | TES/333.958 8/PUT/s/2015/041503291 |
Subjects: | 300 Social sciences > 333 Economics of land and energy > 333.9 Other natural resources |
Divisions: | S2/S3 > Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik |
Depositing User: | Sugiantoro |
Date Deposited: | 19 Jun 2015 09:46 |
Last Modified: | 19 Jun 2015 09:46 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/155876 |
Actions (login required)
View Item |