Hadiarto, Bharata (2013) Analisa Persepsi Masyarakat Di Lokasi Bencana Banjir Dalan Rangka Perencanaan Manajemen Bencana (Disaster Management). Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Air merupakan sumber kehidupan, wilayah Indonesia menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memiliki 6% dari persediaan air di dunia dan 21% di asia pasifik, saat ini masalah air di Indonesia merupakan permasalahan kronik dan pelik, mulai dari peristiwa kekeringan sampai banjir. Salah satu faktor yang menyebabkan banjir adalah alih fungsi lahan. Dampak positif alih fungsi lahan adalah kemajuan perekonomian penduduk dan perluasan bangunan. Namun disisi lain memberi dampak buruk bagi konservasi air tanah serta menyebabkan adanya dampak sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat sekitar tempat terjadinya bencana banjir. Banjir adalah aliran air di permukaan tanah yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan / aliran dalam jumlah yang melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia, banjir juga merupakan bencana alam yang dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besarnya curah hujan. Secara klasik, penebangan hutan di daerah hulu DAS dituduh sebagai penyebab banjir. Apalagi didukung oleh sungai yang semakin dangkal dan menyempit, bantaran sungai yang penuh dengan penghuni, serta penyumbatan saluran air. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa di lokasi Mojokerto hanya pengalaman yang memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kewaspadaan, di Nganjuk umur dan tingkat pendidikan, sedangkan di Tulungagung ada 4 faktor yang berpengaruh yaitu gender, pengalaman, umur, dan penghasilan. Cara masyarakat dalam mengetahui datangnya banjir di setiap lokasi tidak sama. Masyarakat Mojokerto umumnya melihat kondisi sungai saat terakhir hujan turun sebelum mengungsi, hal ini terbukti dengan 33% dari hasil survey. Begitupun dengan masyarakat Nganjuk dengan 80%. Sedangkan masyarakat yang tinggal di Kalidawir-Tulungagung umumnya masih mempertahankan sistem gethuk tular atau mencari tahu dari tetangga, yaitu dengan 44%. Tingkat kerugian akibat bencana banjir ditimbulkan akibat tergenangnya lahan pertanian, ladang tebu, dan rusaknya beberapa saluran irigasi. Untuk daerah Mojokerto menderita kerugian sebesar Rp 1.687.714.100,00., Nganjuk sebesar Rp 86.007.296.600,00., dan Tulungangung sebesar Rp 10.115.125.530,00. Konsep perencanaan dan penanggulangan bencana banjir dilakukan bersinergi antara masyarakat setempat dan pemerintah. Langkah pertama yang dilakukan adalah mitigasi bencana yaitu upaya penjinakan bahaya banjir agar efek negatif yang terjadi mampu ditekan, langkah pertama yang dapat diambil yaitu pengoperasian dan pemulihan sarana-prasarana pengendalian banjir serta perlindungan terhadap sumber daya air dan lingkungan disekitar sumber daya air, Langkah setelah kedua yaitu pemulihan. Pemulihan adalah suatu tindakanan yang diambil terhadap sarana dan prasarana sumberdaya air serta lingkungan akibat bencana banjir yang bertujuan untuk mengembalikan suatu saluran penampung air ke fungsi semula. Langkah terakhir yaitu pengawasan. Pengawasan ini dilakukan pemerintah setempat dalam hal ini Pemprov atau Pemda lewat dinas atau badan hukum terkait yang mengelola wilayah sungai yang bertugas melaksanakan pengendalian banjir.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FT/2013/119/051304589 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 627 Hydraulic engineering > 627.5 Reclamations, Irrigation, related topics > 627.52 Irrigation |
Divisions: | Fakultas Teknik > Teknik Pengairan |
Depositing User: | Hasbi |
Date Deposited: | 04 Jun 2013 09:58 |
Last Modified: | 21 Oct 2021 03:20 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/141834 |
Preview |
Text
Skripsi_(Bharata_0710643012_).pdf Download (9MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |