ErikHandoko (2007) Pusat Kebudayaan Cina Peranakan di Surabaya. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Abstract
Gagasan awal mengenai Perancangan Pusat Kebudayaan Cina Peranakan ini berdasar pada isu-isu, potensi dan fakta-fakta yang ada dewasa ini. Nilai-nilai kebudayaan asing yang telah masuk ke dalam nilai-nilai budaya Indonesia mendapat perhatian yang sangat minim dari masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kebudayaan masyarakat Cina Peranakan, yang bisa dikatakan telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Minimnya perhatian dari masyarakat Indonesia akan nilai budaya masyarakat Cina Peranakan telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda sengaja menciptakan citra negatif untuk etnis Cina di mata orang pribumi dengan jalan pemberian hak-hak istimewa dalam dunia perdagangan pada masyarakat etnis Cina yang saat itu berada di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Belanda dengan tujuan mencegah agar orang pribumi dan masyarakat etnis Cina tidak bersatu melakukan pemberontakan yang dapat membahayakan posisi pemerintah Belanda di Indonesia. Pembentukan image negatif ini melekat kuat di mata orang pribumi sampai masa sesudah kemerdekaan dan mengalami puncaknya pada masa Orde Baru dengan dikeluarkannya peraturan Instruksi Presiden (Inpres.) No. 14 thn 1967 tentang larangan segala kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat-istiadat yang berbau Cina; Surat Edaran no. 06 / Preskab / 6 / 67 tentang perubahan nama, seperti Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim; dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 286 / KP / XII / 1978 tentang pelarangan penggunaan bahasa Cina. Dewasa ini, masyarakat etnis Cina Peranakan di Indonesia merasakan suatu kegairahan untuk melakukan kembali tradisi nenek moyang mereka setelah dicabutnya Instruksi Presiden (Inpres.) No. 14 thn 1967 oleh Bapak Abdurrachman Wahid pada masa pemerintahannya sebagai Presiden Indonesia. Hal ini menjadi dasar bagi masyarakat etnis Cina untuk kembali mengenal, menggali dan mengembangkan nilai-nilai budaya nenek moyang mereka melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan yang pada umumnya difasilitasi oleh pihak kelenteng di Indonesia sehingga menimbulkan pandangan bahwa nilai-nilai budaya etnis Cina merupakan milik mereka yang beragama Kong Hu Cu. Bagi etnis Cina non Kong Hu Cu pun, nilai-nilai budaya ini juga tidak dapat mereka rasakan karena mereka beranggapan bahwa nilai-nilai budaya Cina Peranakan merupakan milik umat Kong Hu Cu, padahal nilai-nilai Konfusianisme merupakan sebagian kecil dari nilai budaya Cina Peranakan. Poin inilah yang ingin diangkat oleh perancang dengan memikirkan tujuan perancangan bangunan ini, yaitu pengenalan akan akar kebudayaan Cina sebagai usaha untuk mengatasi krisis identitas yang terjadi dalam masyarakat etnis Cina Peranakan tanpa mengesampingkan masyarakat luar, sehingga diharapkan masyarakat etnis Cina Peranakan dan masyarakat pribumi mempunyai rasa “ikut memiliki” terhadap nilai-nilai budaya etnis Cina Peranakan di Indonesia.
Item Type: | Thesis (Sarjana) |
---|---|
Identification Number: | SKR/FT/2007/050702185 |
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 690 Construction of buildings |
Divisions: | Fakultas Teknik > Arsitektur |
Depositing User: | Endang Susworini |
Date Deposited: | 21 Aug 2007 00:00 |
Last Modified: | 21 Oct 2021 12:42 |
URI: | http://repository.ub.ac.id/id/eprint/138459 |
Preview |
Text
050702185.pdf Download (3MB) | Preview |
Actions (login required)
View Item |