Analisis Pendapatan Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Dalam Usahatani Jagung Manis Di Desa Tawang Argo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang

Purwoko, RediDwi (2015) Analisis Pendapatan Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Dalam Usahatani Jagung Manis Di Desa Tawang Argo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Jagung merupakan tanaman pokok kedua yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia, karena kandungan gizi jagung juga lengkap jika dibandingkan dengan beras dan umbi-umbian. Menurut Badan Pusat Statistik (2014), bahwa konsumsi jagung di Indonesia sebagai bahan pangan masih rendah jika dibandingkan dengan bahan pangan beras dan ketela pohon. Rendahnya tingkat konsumsi jagung disebabkan karena terbatasnya bahan pangan jagung untuk dikonsumsi dan minat masyarakat yang lebih memilih beras sebagai bahan pangan utama. Produksi jagung dalam lima tahun terakhir mengalami naik turun. Pada tahun 2011 produksi jagung menurun disebabkan oleh menurunnya luas panen sebesar 6,46%, sedangkan pada tahun 2012 hingga tahun 2014 mengalami peningkatan produksi jagung sebesar 3,32%. Peningkatan produksi jagung tersebut dikarenakan meningkatnya luas panen sebesar 1,5% pada tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2014). Produksi jagung terbesar adalah di Pulau Jawa, yang hampir 45% berada di Jawa Timur (Suprapto, 1992). Salah satu jenis jagung yang dapat dipanen pada waktu muda adalah jagung manis. Jagung manis merupakan jenis jagung yang baru dikembangkan di Indonesia. Kebutuhan pasar yang terus meningkat dan harga yang cukup tinggi merupakan peluang yang baik bagi petani untuk membudidayakan jagung manis. Desa Tawangargo merupakan daerah penghasil jagung manis terbesar di Kecamatan Karangploso. Desa Tawangargo memiliki luas panen sebesar 212 hektar dengan produksi sebesar 2.544 ton, oleh karena itu Desa Tawangargo memiliki potensi untuk dilakukan kegiatan usahatani jagung manis. Petani sering menghadapi kendala yaitu produksi jagung manis yang rendah, karena keterbatasan lahan. Selain itu kelangkaan pupuk dan harga benih jagung manis hibrida yang mahal, serta pengelolaan usahatani yang masih belum maksimal karena minimnya pengetahuan petani tentang usahatani, menyebabkan produksi jagung manis rendah dan keuntungan yang didapatkan juga rendah. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jagung manis sebagai upaya untuk peningkatan pendapatan petani dalam usahatani jagung manis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan petani dalam usahatani jagung manis pada lahan luasan sempit dan lahan luasan sedang, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dalam usahatani jagung manis. Penentuan sampel responden dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Banyaknya sampel responden ditentukan dengan menggunakan metode jumlah sampel minimal dari masing-masing strata luas lahan yang dikemukakan oleh Parel, et al (1973), dengan metode tersebut diperoleh sampel sejumlah 42 petani. Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani dan metode analisis regresi fungsi pendapatan. iv Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pendapatan petani dalam usahatani jagung manis pada lahan luasan sedang lebih besar daripada lahan luasan sempit. Rata-rata pendapatan petani pada lahan luasan sedang sebesar Rp. 13.581.320,78 per hektar per musim tanam, sedangkan rata-rata pendapatan petani pada lahan luasan sempit sebesar Rp. 8.627.889,53 per hektar per musim tanam. Selain itu pendapatan petani dalam usahatani jagung manis di Desa Tawangargo juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh positif pada pendapatan usahatani jagung manis adalah luas lahan, biaya benih, dan harga jual, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif adalah biaya pestisida dan biaya tenaga kerja. Selain itu, pada faktor-faktor seperti umur petani, tingkat pendidikan petani, dan biaya pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani dalam usahatani jagung manis. Dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani jagung manis di Desa Tawangargo, petani dalam melakukan usahatani jagung manis perlu diimbangi dengan manajemen yang baik dalam mengelolah kegiatan usahatani, dengan mempertimbangkan semua biaya pengeluaran untuk pembelian sarana produksi dalam usahatani jagung manis. Selain itu, penambahan biaya pestisida juga harus diperhatikan, karena besar kecilnya biaya pestisida yang dikeluarkan akan berdampak menurunkan pada pendapatan usahatani jagung manis yang didapat oleh petani, serta perlu adanya pengorganisiran dalam pembelian sarana produksi secara bersama, karena akan bisa menekan biaya pembelian sarana produksi.

English Abstract

Corn is the staple food consumed by most people in Indonesia, because the nutrient content of corn is also complete when compared to rice and tubers. In according by Badan Pusat Statistik (2014), the consumption of corn as food in Indonesia is still low if compared with staple food like an rice and cassava. The low rate of corn consumption due to limited for consumption and Indonesian society prefers to choose rice as a staple food. The corn production in the last five years has decreased and increased. In year 2011 production of corn declined due to reduced harvested area of 6,46%, whereas in the year 2012 to 2014 has increased corn production of 3,32%. Increased of corn production is due to increased harvested area of 15% in 2014 (Badan Pusat Statistik, 2014). The largest of corn production on the Java island, which almost 45% were in East Java (Suprapto, 1992). One type of corn can be harvested at a young age of sweet corn plant. Sweet corn is a type of corn that is newly developed in Indonesia. The market demand of sweet corn was increasing and high prices is a good opportunity for farmers to cultivate sweet corn. Tawangargo Village is the largest production areas of sweet corn in Karangploso Subdistrict. Tawangargo Village has a harvested area of 212 hectares with a production of 2,544 tons, therefore Tawangargo Village has the potential to do sweet corn farming activities. Farmers often have the problem such a low production of sweet corn, because of limited land areas, in addition the scarcity of fertilizers and hybrid sweet corn seed prices are expensive, and the farm management is still not maximized due to the lack of knowledge of farmers about farming. So in this case led to the production of sweet corn and the profits are low. Based on this case, it is necessary to research about the income analysis and the affecting factors of farmers income as effort to increase the income of farmers in the farming of sweet corn. Therefore, this research aimed to analyze the level of farmers income in the sweet corn farming on a narrow land area and medium land area, and to analyze the affecting factors of farmer income on sweet corn farming. Determination of the respondents sample is done by using stratified random sampling method. The amount of respondents sample was determined using a minimum sample size amount of each stratum of land proposed by Parel, et al (1973), by the method obtained respondents sample of 42 farmers. Data analysis methods used include the analysis of farm income and income function regression analysis method. The results of research showed that, the farmers income in the sweet corn farming on a medium land area is higher than the narrow land area. The average of farmers income in the medum land area is Rp. 13.581.320,78 per hectare per cropping season, while the average of farmer income in the narrow land area is Rp. 8.627.889,53 per hectare per cropping season. Whereas the income of farmers in the farming of sweet corn in Tawangargo Village also influenced by several ii factors. Factors that positively affect on the income of sweet corn farm is land area, the seed cost, and the selling price, whereas the factors that negatively affect the pesticide costs and labor costs. While on the factors such as the farmers age, the farmer education, and the fertilizer costs had no significant affect on the farmers income in the sweet corn farming. In an effort to increasing of farmers income in the Tawangargo Village, farmers in sweet corn farming activities should be balanced with the good management in managing the farming activities, taking into weigh the all expenses for the purchase of production facilities in the sweet corn farming. In addition, the use of pesticides must also comply with the recommendation, because the expenses cost for purchase will have an impact on sweet corn farm income earned by farmers, and the farmers need to for organize in the purchase of production facilities together, because it will be able to reduce the cost of purchasing the production facilities.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2015/762/ 051509575
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Kustati
Date Deposited: 01 Feb 2016 15:13
Last Modified: 01 Feb 2016 15:13
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130802
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item