Analisis Kelayakan Usahatani Ubi Kayu Secara Intensif Dan Non – Intensif Di Kabupaten Bojonegoro

Dewi, NurulArum (2015) Analisis Kelayakan Usahatani Ubi Kayu Secara Intensif Dan Non – Intensif Di Kabupaten Bojonegoro. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Sektor industri pengolahan non-migas memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi di indonesia dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 21,02 persen. Lapangan usaha yang tersedia pada sektor industri antara lain industri makanan, industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri kimia atau farmasi dan obat kedokteran (BPS, 2013). Inustri pengolahan adalah salah satu sektor industri yang melakukan kegiatan pengolahan dengan mengubah barang mentah menjad barang setengah jadi atau barang jadi. Perkembangan industri pangan olahan semakin lama semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Pada tahun 2006 kebutuhan pangan yang paling digemari penduduk Indonesia berturut–turut adalah makanan gorengan sebesar 49,4 persen, mie instan sebesar 46,8 persen, mie bakso sebesar 44,7 persen dan kue basah sebesar 39 persen. Hal ini, menyebabkan kebutuhan tepung terigu semakin meningkat yaitu sebesar 4 juta ton pada tahun 2006 (Suarni, 2007). Menurut Fahdiana dan Zubachtirodin (2015), gandum merupakan salah satu tanaman sorgum yang hidup di daerah subtropis, sedangkan Indonesia termasuk kedalam negara tropis. Kendala budidaya menyebabkan negara Indonesia harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gandum. Namun dampak dari impor tersebut akan menyerap alokasi devisa negara, sehingga dibutuhkan subtitusi bahan untuk mengurangi kebutuhan gandum di Indonesia dalam jangka panjang. Salah satu komoditas yang telah mampu mensubtitusi gandum adalah ubi kayu (Manihot esculenta). Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan ternak. Ubi kayu memiliki kandungan pati dengan sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis, selain itu juga memiliki kalori sebesar 154 kal, air, fosfor, karbohidrat, kalsium, vitamin c, protein, besi, lemak, dan vitamin B1. Sehingga jika dikonsumsi maka akan memberikan banyak energi untuk konsumennya. Harga dari ubi kayu sendiri relatif terjangkau, dan penanaman ubi kayu dapat dilakukan di tanah kering dataran tinggi. Ubi kayu sendiri pada beberapa tahun terakhir telah berkembang untuk dijadikan beraneka makanan mulai dari gaplek, gethuk, bakpia, bakpao, mie, ice cream, kripik, chif mocaf dan sebagainya. Bojonegoro memiliki beberapa kecamatan yang berada di dataran rendah yang masih memiliki potensi pertanian diantaranya adalah Kecamatan Margomulyo dan Kecamatan Malo. Bojonegoro juga memiliki luasan lahan pertanian sebagai berikut : 40.272 Ha untuk lahan kering dan 77.525 Ha untuk tanah sawah pada tahun 2014 (BPS Bojonegoro,2014). Hal ini menjadikan sebagian besar masyarakat Bojonegoro berprofesi sebagai petani. Selain itu, Kecamatan Margomulyo dan Kecamatan Malo sendiri dikenal sebagai salah satu kecamatan penanam komoditas pangan mulai dari padi, jagung, ubi kayu, dan ubi 2 jalar yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Namun karena beberapa daerah pada kabupaten berada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo dan sering mengalami paceklik menjadikan petani sering mengalami gagal panen. (BPS Bojonegoro, 2014) Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk menganalisis biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani ubi kayu baik secara intensif maupun non-intensif di Kabupaten Bojonegoro; 2) Untuk menganalisis penerimaan dan pendapatan atau keuntungan yang diterima petani dalam usahatani ubi kayu baik secara intensif dan non-intensif di Kabupaten Bojonegoro; 3) Untuk menganalisis tingkat kelayakan usahatani ubi kayu secara intensif maupun non-intensif di Kabupaten Bojonegoro. Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive di Kabupaten Bojonegoro, tepatnya di Desa Tambakromo, Kec. Malo dan Desa Kalangan, Kec. Margomulyo dikarenakan daerah tersebut penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten Bojonegoro. Terdapat 2 Metode penentuan responden yang digunakan yaitu secara sensus untuk secara intensif dan metode sampling untuk petani nonintensif. Dengan metode ini diperoleh jumlah petani ubi kayu secara intensif menggunakan metode sensus sebanyak 4 orang petani, dan jumlah petani padi dengan menggunakan metode simple random sampling sebanyak 35 orang petani ubi kayu secara non-intensif. Sehingga total sampel dalam penelitian ini adalah 39 orang. Metode pengambilan data yaitu dengan wawancara, kuisioner dan dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskritif, analisis biaya, analisis penerimaan, analisis pendapatan, dan analisis R/C Ratio. Hasil penelitian menunjukkan besarnya rata–rata total biaya untuk usahatani secara intensif sebesar Rp 5.261.701/Ha/Musim, sedangkan secara non– intensif sebesar Rp 3.984.299/Ha/Musim. Rata–rata total penerimaan sebesar Rp 9.210.000/Ha/musim, dengan rata-rata total pendapatan sebesar Rp /Ha/Musim. Jika pada usahatani ubi kayu secara non–intensif didapatkan rata-rata total penerimaan sebesar Rp 4.861.014/Ha/Musim dengan rata–rata total pendapatan sebesar Rp 1.655.784/Ha/musim. Perbedaan rata–rata total penerimaan dan pendapatan antara usahatani ubi kayu secara intensif dengan usahatani secara non–intensif dikarenakan jumlah rata–rata produktivitas yang dihasilkan oleh usahatani secara intensif lebih besar jika dibandingkan dengan secara non–intensif yaitu sebesar 7.675 Kg/Ha /musim dengan harga Rp 1.200/Kg lebih besar di bandingkan dengan 6.557 Kg/Ha/Musim dengan Rp 800/Kg/Musim. Faktor produksi seperti penambahan aplikasi 4 jenis pupuk dalam 2 kali pemupukan dan dilakukannya penyulaman apabila ada tanaman yang mati serta kondisi topografi yang menyebabkan banyaknya gulma pengganggu menjadikan hasil produksi yang berbeda. Sehingga tingkat penerimaan dan pendapatan atau keuntungan usahatani ubi kayu secara intensif lebih besar di bandingkan dengan usahatani ubi kayu secara non–intensif. Pada tingkat kelayakan , usahatani ubi kayu secara intensif memiliki nilai R/C ratio lebih tinggi jika di bandingkan dengan usahatani ubi kayu secara non intensif yakni sebesar 1,75 > 1,56. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua jenis usahatani ubi kayu baik secara intensif maupun secara non–intensif sama- sama layak untuk dilakukan.

English Abstract

The manufacturing sectors non-oil has an important role in economic development in Indonesia and provide a substantial contribution to economic growth in Indonesia amounted to 21.02 percent. Field of work available in the industrial sector among others, food industry, beverage industry, the tobacco processing industry, textile industry, chemical industry or pharmaceutical and medical drugs (CBS, 2013). Inustri processing is one of the industrial sectors that perform processing operations by converting raw materials menjad semi-finished goods or finished goods. The development of the processed food industry progressively increasing with increasing number of people in Indonesia. In 2006 the food needs of the most popular Indonesian population are respectively 49.4 percent fried foods, instant noodles by 46.8 percent, 44.7 percent meatball noodles and cakes by 39 percent. This, causing the need of wheat flour has increased in the amount of 4 million tonnes in 2006 (Suarni, 2007). According Fahdiana and Zubachtirodin (2015), wheat is one of the sorghum plants that live in the subtropics, while Indonesia included into the tropical country. Constraints cultivation led to the state of Indonesia must import wheat to meet needs. But the impact of such imports will absorb the allocation of foreign exchange, so it is necessary to reduce the material substitution of wheat needs in Indonesia in the long term. One of the commodities which have been able to substitute wheat is cassava (Manihot esculenta). Cassava is an important food crops as a source of food-producing carbohydrates and food industry raw materials, chemical and animal feed. Cassava contains starch to glucose so it feels a little bit sweet, but it also has calories by 154 cal, water, phosphorus, carbohydrates, calcium, vitamin C, protein, iron, fat, and vitamin B1. So if consumed, it will provide a lot of energy to consumers. Prices of cassava itself is relatively affordable, and planting of cassava can be done on dry land plateau. Cassava itself in recent years has grown to be a variety of food ranging from cassava, gethuk, bakpia, dumplings, noodles, ice cream, chips, chif mocaf and etc. Bojonegoro has several districts in the lowland still has the agricultural potential of which is sub-district and sub-district Margomulyo Malo. Bojonegoro also has an area of agricultural land as follows: 40 272 hectares of dry land and 77 525 hectares of paddy land in 2014 (BPS Bojonegoro, 2014). It makes most people Bojonegoro farmers. In addition, District and Sub-District Margomulyo Malo itself is known as one of the districts planter food commodities ranging from rice, maize, cassava, and sweet potatoes in Bojonegoro. However, because some areas in the counties located along the Bengawan Solo river flow and frequent drought and farmers often experience crop failure. (BPS Bojonegoro, 2014) The purpose of this study were 1) to analyze the costs incurred to farm cassava either intensive or non-intensive in Bojonegoro; 2) To analyze revenue and income or gains received by farmers in the farming of cassava both intensive and non-intensive in Bojonegoro; 3) To analyze the feasibility of cassava farming intensive and non-intensive in Bojonegoro. 4 Determining the location of this research is determined by purposive in Bojonegoro, precisely in the Village Tambakromo, district. Among Malo and village, district. Margomulyo due to the regions largest producer of cassava in Bojonegoro. There are two methods to determine the respondents who used that for an intensive census and sampling methods for non-intensive farmers. With this method the amount obtained by cassava farmers intensively using the census as many as four farmers, and the number of rice farmers using simple random sampling method as many as 35 people cassava farmers in non-intensive. So the total sample in this study was 39 people. Method of data collection is by interview, questionnaire and documentation associated with the research. Data analysis method used is descriptive analysis, cost analysis, analysis of revenues, income analysis, and analysis of R / C Ratio. The results show the average amount of total charges for intensive farming Rp 6.16171 million / ha / season, while in the non-intensive Rp 3,462,373 / ha / season. The average total revenue of USD 9.21 million / ha / season, with an average total income of Rp 3,048,299 / ha / season. If the cassava farm in a nonintensive obtained an average total revenue of Rp 4,861,014 / ha / season with an average total income of Rp 1,398,641 / ha / season. The average difference in total revenue and income among farm cassava intensive to farm in a non-intensive because of the amount of the average productivity generated by farming intensively greater when compared with non-intensive in the amount of 7,500 kg / ha / season with Rp 1,200 / Kg greater in comparison with 6557 Kg / ha / season with Rp 800 / kg / season. Production factors such as the addition of four types of fertilizer application in 2 times fertilizing and replanting done if there is a dead plants and topography that causes nuisance weeds make many different production results. So that the level of revenue and income or profit intensive farming cassava is greater in comparison with cassava farming in non-intensive. At the level of eligibility, intensive farming cassava has a value of R / C ratio is higher when compared with cassava farming in non-intensive which is equal to 1.50> 1.44. It can be concluded that both types of cassava farming either intensive or non-intensive equally feasible This is influenced by several things ranging from the factors of production and planting process that is based on the levels experience and knowledge of each farmer.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2015/761/ 051509574
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Sosial Ekonomi Pertanian
Depositing User: Kustati
Date Deposited: 01 Feb 2016 15:03
Last Modified: 01 Feb 2016 15:03
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130801
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item