Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jamur Kancing Di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo

Wicaksono, CahyaIndra (2015) Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jamur Kancing Di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Masyarakat Gunung Bromo sejak akhir tahun 2010 mulai membudidayakan jamur kancing. Jamur kancing (Agaricus bisporus) merupakan jamur konsumsi yang mempunyai nilai jual tinggi dibandingkan jamur lainnya. Budidaya jamur kancing merupakan intervensi program pemulihan ekonomi berbasis pertanian pasca bencana erupsi. Program ini didukung oleh Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Bank Mandiri (PKBL Bank Mandiri) dan PT. Surya Jaya Abadi Perkasa (PT SJAP). Jamur kancing dipilih sebagai komoditas unggulan program dengan alasan, pertama, syarat tumbuh jamur kancing sesuai dengan kondisi lingkungan lereng Gunung Bromo yang bersuhu rendah. Kedua, umur panen jamur kancing 3 bulan, sehingga tidak membutuhkan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang di kawasan rawan bencana hanya akan memberikan kerugian. Ketiga, jamur kancing dibudidayakan pada media kompos sehingga tidak dipengaruhi lahan yang rusak pasca erupsi Gunung Bromo. Hal ini merupakan solusi atas kerusakan lahan pertanian pasca erupsi Gunung Bromo. Formulasi program pemberdayaan ini telah dikaji kelayakannya oleh PKBL Bank Mandiri dan PT. SJAP. Hasil di lapang menunjukkan bahwa terjadi keragaman tingkat hasil produksi petani. Rata-rata produksi tertinggi menghasilkan 2426 kg dan terendah menghasilkan 407 kg dalam satu kumbung. Berdasarkan kondisi ini, maka perlu dievaluasi dengan pendekatan analisis finansial yang mengambil unit analisis usahataninya secara individu, untuk menilai kembali proyek yang sedang dilakukan agar dapat diketahui kelayakannya (Pudjosumarto, 1988). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :1) Menganalisis perkembangan produksi usahatani jamur kancing yang ada di Kecamatan Sukapura. 2) Menganalisis kelayakan usahatani jamur kancing berdasarkan perhitungan kriteria investasi. 3) Menganalisis tingkat sensitivitas usahatani terhadap peningkatan biaya input produksi sebesar 17 persen atau penurunan produksi sebesar 20 persen. 4) Menganalisis minimal log media yang harus dibudidayakan agar petani berada pada kondisi Break Even Point. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive,yaitu di wilayah Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo khususnya di lima desa yaitu Desa Ngadirejo, Wonokerto, Ngadas, Jetak, dan Ngadisari. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode sensus. Seluruh petani mitra dijadikan sebagai responden. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah kriteria investasi, sensitivitas dan Break Even Point (BEP). Kriteria investasi terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Interest (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio). Semua alat analisis ini membutuhkan data cash flow yang berasal dari pendekatan secara finansial. Hasil penelitian tentang kelayakan usahatani jamur kancing di Kecamatan Sukapura adalah sebagai berikut : ii 1.a. Kumbung sebanyak 70 unit dengan 49 petani. Lebih banyak kumbung dibandingkan petani menunjukkan petani mampu mengembangkan skala usahanya. Jumah log media yang awalnya 8.492 log media menjadi 32.934 log media menunjukkan peningkatan 348 persen. 1.b Karakteristik petani yang mampu membudidayakan jamur kancing adalah petani dengan rentang usia 36 sampai 45 tahun dengan tingkat pendidikan tamat SMP dan SMA. 2.a. Perhitungan kelayakan usahatani jamur kancing berdasarkan kriteria investasi termasuk kategori layak untuk dilanjutkan dan dikembangkan. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan kriteria investasi dengan discount factor sebesar 8 persen NPV menunjukkan nilai sebesar Rp 5.531.572 yang berarti biaya investasi yang keluarkan pada awal usahatani memberikan keuntungan sebesar Rp 5.531.572 dalam kurun waktu 15 siklus tanam atau 4 tahun. 2.b. IRR menghasilkan nilai sebesar 31,9 persen. Apabila dibandingkan dengan bunga pinjaman yaitu sebesar 6 persen, maka petani masih untung 25,9 persen dalam usahatani jamur kancing ini. 2.c. Net B/C Ratio menghasilkan nilai sebesar 3,2 yang menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 dalam usahatani jamur kancing akan memberikan benefit sebesar Rp 3,2. 2.d. Nilai payback period menunjukkan bahwa biaya investasi yang dikeluarkan pada awal usahatani jamur kancing, dapat kembali dengan jangka waktu 11 siklus tanam atau sekitar 2,75 tahun. 2.e. 22 dari 70 kumbung menunjukkan nilai tidak layak untuk dilanjutkan. Indikator NPV memberikan nilai Rp -4.721.499 yang berarti memberikan kerugian sebesar Rp 4.721.499 selama 4 tahun berjalan. 3.a Kenaikan biaya input produksi sebesar 17 persen menunjukkan bahwa usahatani sudah tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai NPV yang diperoleh ketika biaya usahatani meningkat 17 persen adalah sebesar Rp – 13.312.848. Kenaikan biaya input produksi yang masih memberikan keuntungan adalah 4 persen. Lebih besar dari 4 persen, usahatani tidak layak. 3.b Penurunan produksi sebesar 20 persen menjadikan usahatani jamur kancing tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai NPV diperoleh sebesar Rp-18.897.487. Penurunan produksi yang masih memberikan keuntungan sebesar 4 persen. Jika terjadi penurunan produksi lebih dari 4 persen, usahatani tidak layak. 4. Perhitungan Break Even Point menunjukkan bahwa petani harus membudidayakan jamur kancing minimal 302 log media. Estimasi hasil produksi jamur kancing harus menghasilkan 67 persen kualitas 1 dan 33 persen lainnya kualitas 2. Berdasarkan hasil penelitian, menghasilkan beberapa saran, pertama pengembangan usahatani diprioritaskan memilih petani dengan karakteristik usia 36 tahun sampai 45 tahun dengan tingkat pendidikannya minimal SMP. Kedua, skala usaha yang dimiliki petani perlu ditingkatkan hingga kurang lebih 939 log media per kumbung. Ketiga, pemberian kontrak kerja perlu dilakukan untuk mensiasati kelangkaan tenaga kerja. Keempat, perawatan secara intensif perlu dilakukan agar tidak terjadi penurunan produktivitas hingga 0,1 kg per log media. Saran bagi peneliti selanjutnya, perlu penelitian tentang petani yang sudah tidak melakukan usahatani jamur kancing untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tidak berlanjutnya budidaya jamur kancing.

English Abstract

Mount Bromo society since 2010, have cultivated white button mushrooms. White button mushrooms (Agaricus bisporus) is a mushroom consumption with high sales value than other. White button mushrooms is an intervention program based agricultural economic recovery after eruption. This program is supported by the Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Bank Mandiri (PKBL Bank Mandiri) and PT. Surya Jaya Perkasa Abadi (PT SJAP). White button mushrooms chosen as the leading commodity programs because, first, growing conditions match with the environmental conditions of slopes Bromo Mountain with low temperature. Second, white button mushrooms only need 3 months, so it does not require long-term investment. Long-term investment in disaster area just only give losses. Third, media white button mushrooms is not influenced by damaged lands after eruption. This is a solution for the damages of agricultural land after the eruption of Mount Bromo. This empowerment program formulation has been investigated feasibility by the partnership Bank Mandiri and PT. SJAP. Results in real condition, indicate this cultivation have diversity level of production. The highest production 2.426 kg and lowest produce 407 kg. Under these conditions, it is necessary to evaluate the financial analysis approach that takes the unit of analysis is individual farming, to reassess the feasibility project is being carried out in order to know feasibility (Pudjosumarto, 1988). The purpose of this research are: 1) Determine white button mushrooms farm production development in District Sukapura. 2) Determine the feasibility of white button mushroom based on investment criteria. 3) Determine the sensitivity level of farming if increase production input costs by 17 percent or 20 percent decrease production. 4) Determine the minimum log must be cultivated so that farmers are at Break Even Point. Determining the location of the research by purposive, in the District Sukapura Probolinggo especially in five villages, Ngadirejo, Wonokerto, Ngadas, Jetak, and Ngadisari. Respondent performed using census method. All farmers used as responder partners. The method of data collection is done with interviews and documentation. Data analysis method used is the investment criteria, sensitivity and break even point. Investment criteria consists of Net Present Value (NPV), Internal Rate of Interest (IRR) and Net Benefit Cost Ratio (Net B / C ratio). All of these tools require cash flow data from financial approach. The results of the study on the feasibility of white button mushrooms farm in District Sukapura are: 1.a. 49 farmers have 70 kumbung, that showed farmers are able to develop business scale. 8492 log media become 32.934 log media showed increase production 348 percent. 1.b. characteristics that farmers able to cultivate white button mushroom is 36 to 45 years old with education level junior high school.. iv 2.a. White button mushroom farming feasibility calculations based on investment criteria include the category appropriate to proceed and developed. It is based on the results of the calculation of investment criteria with a discount factor of 8 percent NPV shows the value of Rp 5,531,572 which means that remove the cost of the investment at the beginning of farming gives a profit of Rp 5,531,572 within a period of 15 cycles of planting or 4 years. 2.b. IRR yield value of 31.9 percent. When compared with the interest on the loan is equal to 6 percent, then 25.9 percent of farmers still profit in this white button mushroom farming. 2.c. Net B / C Ratio produces a value of 3.2 which indicates that the cost of Rp 1 in the white button mushroom farm will provide benefits amounting to Rp 3.2. 2.d.Value payback period indicates that the investment costs incurred at the beginning of white button mushroom farming, can return to a period of 11 cycles planting or 2.75 years. 2. e. 22 of 70 kumbung indicates the value is not feasible to continue. Indicators NPV showed Rp -4,721,499, which means giving a loss of Rp 4,721,499 for 4 years running. 3.a Rise in production input costs by 17 percent indicate that farming is not feasible to proceed. NPV values obtained when the cost of cultivation increased by 17 per cent is Rp - 13,312,848. Rising costs of production inputs that still provide benefits is 4 percent. Greater than 4 percent, farming is not feasible. 3.b Production decline by 20 percent to make white button mushroom farming is not feasible to continue. NPV value obtained Rp-18,897,487. The decline in production is still giving a gain of 4 percent. If a decline in production of more than 4 percent, farming is not feasible. 4. Break Even Point Calculation shows that farmers have cultivated white button mushroom log a minimum of 302 media. Estimate of button mushroom production should produce 68 per cent quality and 32 percent other 1 2 quality. Based on the research, produce some suggestions. First, To development white button mushroom, prioritized farmer with 36 until 45 years old with a minimum education junior high school. Second, the scale enterprises owned by farmers should be increased to approximately 939 log media per kumbung. Third, the provision of the employment contract needs to be done to anticipate the scarcity of labor. Fourthly, intensive care is necessary in order to avoid a decrease in productivity of up to 0.1 kg per log media. Suggestions for further research, need to research about the farmers who have not cultivate white button mushroom to determine the factors why people not continue.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Identification Number: SKR/FP/2015/354/ 051504767
Subjects: 300 Social sciences > 338 Production > 338.1 Agriculture
Divisions: Fakultas Pertanian > Agribisnis
Depositing User: Kustati
Date Deposited: 13 Jul 2015 09:51
Last Modified: 13 Jul 2015 09:51
URI: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/130354
Full text not available from this repository.

Actions (login required)

View Item View Item